Hari raya tiba, waktunya shalat Id dilaksanakan. Di berbagai tempat dan masjid terpampang spanduk pelaksanaan shalat hari raya bersama, dengan imam dan khatib ustadz anu atau ustadz ini. Semarak betul. Ada yang menyelenggarakan shalat di masjid, ada juga di pengumuman akan diselenggarakan di lapangan desa, alun-alun, atau stadion.
Dengan beragamnya pilihan lokasi itu, kita pun bertanya: lebih baik shalat Id di masjid atau lapangan ya?
Beberapa kalangan yang menyelenggarakan shalat hari raya di lapangan berpendapat dengan hadis berikut:
“Diriwayatkan dari Abu Said Al Khudri, beliau berkata: Rasulullah SAW biasa keluar menuju mushalla (tanah lapang) pada hari Idul Fitri dan Adha. Hal yang pertama dilakukan Nabi adalah shalat, kemudian beliau berpaling menghadap orang-orang, di mana mereka dalam keadaan duduk di shaf-shaf mereka. Beliau memberi pelajaran, wasiat dan perintah melakukan kebaikan…” (HR. Al-Bukhari)
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam al Bukhari dalam Shahih al Bukhari. Beberapa kalangan memilih untuk shalat hari raya di lapangan karena seperti disebutkan di atas, Nabi pun melakukan demikian.
Imam Ibnu Hajar al-Asqalani menjelaskan dalam Fathul Bari Syarah Shahih al Bukhari bahwa Imam As-Syafii pernah mencatat dalam kitab Al Umm, bahwa Nabi biasa shalat Idul Fitri atau Idul Adha di lapangan saat di Madinah, dan diikuti masyarakat setelah beliau, kecuali ketika ada uzur seperti hujan.
Hal ini disebutkan juga dilakukan orang-orang di daerah lain, kecuali orang-orang Makkah yang melakukannya di Masjidil Haram. Nah, Imam As-Syafii menunjukkan bahwa yang menjadi illat (alasan) dari orang-orang Makkah melakukan shalat Id di masjid adalah karena Masjidil Haram cukup luas dan bisa menampung banyak orang.
أَنَّ الْعِلَّةَ تَدُورُ عَلَى الضِّيقِ وَالسَّعَةِ لَا لِذَاتِ الْخُرُوجِ إِلَى الصَّحْرَاءِ لِأَنَّ الْمَطْلُوبَ حُصُولُ عُمُومِ الِاجْتِمَاعِ فَإِذَا حَصَلَ فِي الْمَسْجِدِ مَعَ أفضليته كَانَ أولى
Illat terkait shalat di lapangan itu adalah soal muat atau tidaknya masjid, bukan semata-mata karena dianjurkan shalat di tanah lapang. Hal yang diharapkan dari shalat Id adalah berkumpulnya orang-orang. Jika bisa dimungkinkan di masjid, dan karena masjid adalah tempat yang mulia, maka shalat hari raya di masjid – menurut Ibnu Hajar – itu lebih baik.
Dapat kita simpulkan bahwa shalat Id itu lebih baik di tanah lapang, kalau masjid – berikut teras dan halamannya – tidak menampung jumlah jamaah, jika tiada halangan tertentu. Namun ketika masjid lebih dekat dan luas, plus keutamaan masjid sendiri sebagai rumah Allah, maka lebih baik dilakukan di masjid.
Dengan demikian, hal yang patut ditimbang terkait shalat id di masjid atau di lapangan adalah tentang kapasitas masjid dan jarak tempuh yang ada. Orang-orang memilih shalat di lapangan pun tidak masalah, semisal ternyata di suatu daerah masjidnya tidak cukup luas. Namun jika ada masjid besar, mengikuti jamaah ke sana tentu lebih baik dengan adanya keutamaan berdiam dalam masjid. Di manapun lokasi shalat Id, yang terpenting adalah sebagaimana disebutkan Ibnu Hajar: umat muslim bisa berkumpul untuk mensyukuri datangnya hari raya. Wallahu a’lam