Kongres Muhammadiyah Tahun 1938: Majelis Tarjih Bahas Hukum Pakai Sandal di Kuburan Hingga Bank Muhammadiyah

Kongres Muhammadiyah Tahun 1938: Majelis Tarjih Bahas Hukum Pakai Sandal di Kuburan Hingga Bank Muhammadiyah

Salah satu ciri khas dari organisasi keagamaan di Indonesia adalah punya lembaga yang bertugas untuk mengeluarkan fatwa, memutuskan hukum menurut syariat, dan menerbitkannya supaya diikuti oleh anggota organisasi. Hampir semua organisasi memiliki lembaga fatwa, sekalipun dengan nama yang berbeda-beda.

Kongres Muhammadiyah Tahun 1938: Majelis Tarjih Bahas Hukum Pakai Sandal di Kuburan Hingga Bank Muhammadiyah
Sampul Buku Buah Kongres Muhammadiyah tahun 1938

Salah satu ciri khas dari organisasi keagamaan di Indonesia adalah punya lembaga yang bertugas untuk mengeluarkan fatwa, memutuskan hukum menurut syariat, dan menerbitkannya supaya diikuti oleh anggota organisasi. Hampir semua organisasi memiliki lembaga fatwa, sekalipun dengan nama yang berbeda-beda.

Lembaga fatwa yang ada pada masing-masing organisasi punya karakteristik tersendiri, berbeda dengan yang lain, khususnya dalam hal metodologi fatwa. Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama misalnya, ciri khasnya adalah menggunakan metodologi ijtihad yang lazim digunakan dalam fikih empat madzhab. Mereka selalu merujuk pada pendapat ulama madzhab dalam berpendapat, dan tidak langsung berijtihad menggunakan al-Quran dan hadis. Pemahaman mereka tentang hukum disandarkan pada ulama terdahulu, yang dianggap otoritatif dalam memahami al-Qur’an dan hadis.

Sementara Muhammadiyah cenderung untuk langsung berijtihad dengan menggunakan al-Qur’an dan hadis sebagai sumber utama, dan tidak terlalu terikat pada pendapat ulama madzhab. Karena itu, dalam putusan fatwa Majelis Tarjih, setelah menjelaskan hukum dari masalah yang ditanyakan, biasanya langsung diperkuat dengan dalil al-Qur’an dan hadis.

Sebagai contoh, tahun 1938 Muhammadiyah pernah mengadakan kongres di Malang. Hasil dari kongres itu didokumentasikan dalam bentuk buku saku. Kongres diadakan dari tanggal 21 sampai 25 Juli 1938. Selama kongres, Muhammadiyah membahas beberapa hal yang berkaitan dengan organisasi secara umum, Aisyiyah, pemuda, dan Majelis Tarjih.

Saat itu, Majelis Tarjih mengeluarkan beberapa putusan penting, mulai dari masalah buka sandal di kuburan, perempuan lebih baik shalat di rumah atau di masjid, hingga masalah bank.

Dalam hal buka sandal saat berjalan di atas kuburan, Majelis Tarjih berpendapat bahwa hukumnya dilarang. Artinya, sandal harus dicopot atau dibuka saat berjalan di atas kuburan. Pendapat ini dikuatkan dengan hadis riwayat Basyir bin Khashashiyyah yang menceritakan, Rasulullah pernah melihat seorang berjalan di atas kuburaj dengan memakai sandal. Rasulullah bersabda:

يا صاحب السِّبْتِيَّتَين ألقهما

“Hai yang pakai sandal, bukalah sandalmu.”

Hadis ini terdapat dalam Musannaf Ibnu Syaibah, Musnad Abu Daud al-Thayalisi dan Musnad Ahmad bin Hanbal. Kebanyakan ulama mengatakan hadis ini shahih.

Dalam kongres itu juga dibahas hukum perempuan berpergian tanpa mahram. Dalam hal ini, Majelis Tarjih belum mengeluarkan putusan yang tegas, atau mauquf. Istilah Mauquf biasanya digunakan ketika mufti atau lembaga fatwa belum punya argumen yang kuat untuk milih dua pendapat yang berbeda.

Seperti ditulis dalam putusan Majelis Tarjih, “Setelah mendengar hujjah kedua belah pihak, yang tidak membolehkan perempuan bepergian kecuali dengan mahram, dan yang membolehkan perempuan bepergian asal dengan aman,  maka rapat berpendapat hal ini mauquf. Artinya,  Majelis belum dapat memutuskan di antara kedua itu.

 

Pengantar Buah Kongres Muhammadiyah ke 27 di Malang tahun 1938 [Koleksi Perpustakaan Universitas Leiden]
Pengantar Buah Kongres Muhammadiyah ke 27 di Malang tahun 1938 [Koleksi Perpustakaan Universitas Leiden]

Sementara terkait lebih utama mana perempuan shalat di rumah atau berjamaah di masjid, Majelis Tarjih lebih memilih perempuan shalat di masjid lebih utama dibandingkan shalat di rumah, seperti halnya laki-laki. Tidak ada perbedaan hukum di antara keduanya. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadis:

لَا تَمْنَعُوا إِمَاءَ اللَّهِ مَسَاجِدَ اللَّهِ

“Janganlah kamu melarang hamba-hamba Allah dengan masjid-masjid Allah.” (HR: Bukhari-Muslim)

Dalam hadis yang lain juga disebutkan:

صَلَاةُ الْجَمَا عَةِ أَفْضَلُ مِنْ صَلَاةِ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَ عِسْرِيْنَ دَرَجَةً

“Shalat berjamaah itu lebih utama daripada shalat sendirian dengan 27 derajat.”

Untuk merespon Bank Muhammadiyah Jakarta, apakah masuk kategori riba atau tidak, Majelis Tarjih menjelaskan bahwa riba yang dilarang menurut syara’ adalah tukar menukar mas dengan mas, perak dengan perak dan makanan (qut) dengan makanan yang dilebihkan. Seperti hadis dari Abi Hurairah yang diriwayatkan oleh Imam Muslim.

“Pinjam meminjam dengan melebihi itu haram jika pakai akad (perjanjian), jika tidak pakai akad, boleh.”

Majelis Tarjih menanbahkan, “Sesudah melihat bahwa riba Nasi’ah dan Riba Fadhl itu yang diharamkan, maka Majlis Tarjih melihat peraturan Bank Muhammadiyah sebagaimana yang dirancangkan oleh Cabang Betawi (sekarang Jakarta), itu apabila kalimat: ‘serta mengambil sedikit kelebihan dari pembayarannya’ itu dihilangkan, maka Majlis memutuskan,  Bank Muhammadiyah menurut rancangan dari Jakarta yang telah diperiksa itu, tidak ada halangan dari agama.'”