Saat Syekh Muhammad Said Ramadhan al-Buthi baru berusia 18 tahun, sang ayah, Syekh Mulla Ramadhan menikahkannya dengan saudara perempuan dari istri kedua ayahnya, yang umurnya jauh lebih tua 13 tahun.
Pada awalnya, Syekh al-Buthi sempat menolak maksud ayahnya tersebut. Bukan karena masalah usianya yang berbeda jauh, akan tetapi karena Syekh al-Buthi merasa belum siap untuk berumah-tangga. Keengganan Syekh al-Buthi tersebut, tidak membuat Syekh Mulla Ramadhan marah. Akan tetapi, beliau justru menyarankan kepada putranya tersebut untuk membaca kitab Ihya’ Ulumiddin karya Imam Ghazali tentang pentingnya pernikahan.
Dari sinilah, kemudian Syekh al-Buthi sadar bahwa penolakan atas kemauan ayahnya merupakan bagian dari pembangkangan dan kedurhakaan kepada orang tua. Oleh karena itu, pada akhirnya Syekh al-Buthi setuju dengan niat baik ayahnya yang ingin ia segera menikah.
Dalam salah satu karyanya, Syekh al-Buthi mengaku bahwa ayahnya rela menjual sebagian buku-buku koleksinya demi biaya pernikahan sang putra semata wayangnya. Hal itu, karena sang ayah meyakini bahwa kewajiban seorang ayah adalah menikahkan putranya sesuai dengan tuntunan hadis Nabi SAW. (meskipun sebagian ulama menyatakan hadis tersebut dhaif).
Pernikahan tersebut, merupakan babak awal dalam perjalanan hidup beliau. Menurutnya, dengan pernikahan yang digagas oleh ayahnya tersebut. Telah memberikan banyak pengaruh yang besar dalam fase-fase kehidupan intelektualnya, termasuk dari pernikahan tersebut mendapatkan restu langsung dari Rasulullah SAW melalui mimpi ayahnya.
Suatu pagi, pada minggu pertama pernikahan Syekh al-Buthi, kamar al-Buthi digedor-gedor oleh sang ayah. Ketika itu, setelah shalat subuh Syekh al-Buthi sengaja tidur kembali. Sang ayah memanggil-manggilnya dengan suara keras. “Apakah kamu masih tidur, sementara berita gembira datang buatmu?! Kamu harus banyak-banyak bersujud dan bersyukur!” Ucap Syekh Mulla Ramadhan.
Syekh al-Buthi kaget mendengar ucapan sang ayah dan bertanya, “Apa yang terjadi?” Syekh Mulla menjawab, “Aku semalam bermimpi. Rasulullah SAW bersama tiga sahabatnya datang ke rumah ini, untuk mengucapkan selamat atas pernikahanmu.”
Mendengar jawaban sang ayah, Syekh al-Buthi terdiam. Sejak itu pula, hati beliau semakin bahagia dan yakin dengan pilihan ayahnya. Dari pernikahan pertama, Syekh al-Buthi dikaruniai empat anak, tiga laki-laki dan satu perempuan.
Anak pertama beliau adalah Muhammad Taufiq Ramadhan al-Buthi, yang kini menjadi salah satu dosen di fakultas syari’ah Universitas Damaskus, dan juga sering berkunjung ke Indonesia. Al-Buthi juga sempat menikah untuk kedua kalinya, akan tetapi usia pernikahan tersebut hanya berusia 3 tahun karena istri kedua tersebut wafat. Namun kecintaan beliau kepada istri keduanya, diabadikan dalam sebuah karyanya yaitu Minal Fikr Wa Qalb, dengan sub judul Amirah; Al-Hulm Al-Ladzi Thafa Bi Kiyanihi Itsnain Wa Arba’in Syarhan.
Setelah istri yang kedua meninggal, Syekh al-Buthi menikah lagi untuk yang ketiga kalinya dan dikaruniai tiga anak laki-laki, sehingga jumlah keseluruhan putra-putri Syekh al-Buthi seluruhnya berjumlah tujuh orang.
Wallahu A’lam.