Said Ramadhan al-Buthi, al-Ghazali Modern dari Suriah

Said Ramadhan al-Buthi, al-Ghazali Modern dari Suriah

Namanya Said Ramadhan al-Buthi, namanya akan selalu dikenang oleh para pembelajar muslim di penjuru dunia.

Said Ramadhan al-Buthi, al-Ghazali Modern dari Suriah

Siapa yang tidak mengenal ulama satu ini, beliau adalah ulama besar Islam dari Suriah yang paling getol membela paham Ahlussunnah wal Jama’ah dari serangan para kelompok yang mengklaim dirinya sebagai muslim sejati.

Di saat tradisi-tradisi seperti Maulid Nabi, dzikir dan amalan Aswaja lainnya dikiritik oleh kelompok yang mengklaim dirinya sebagai muslim sejati, Syekh Al-Buthi hadir dan meng-counter pemikiran-pemikiran yang menyesatkan amalan para pengikut Aswaja.

Beliau bernama lengkap Muhammad Said Ramadhan al-Buthi bin Mulla Ramadhan bin Umar al-Buthi, lahir di Buthan (Turki) pada tahun 1347 H/1929 M. Beliau lahir dari keluarga yang religius, ayah beliau Syekh Mulla Ramadhan merupakan seorang ulama besar di Turki. Namun usai peristiwa kudeta Kemal Attatruk dan sekularisasi Turki, Syekh Al-Buthi kecil dibawa oleh ayahnya ke Suriah.

Perjalanan intelektualnya dimulai dengan belajar agama kepada sang ayah, yaitu dengan belajar aqidah, kemudian Sirah Nabi, dan ilmu alat.

Pada usia 4 tahun, Syekh Al-Buthi sudah mampu menghafal kitab Alfiyah yang jumlah baitnya terdapat 1002 bait, dan juga menghafal Nadzam Ghayah wa al-Taqrib.

Selain itu, Syekh Al-Buthi juga menempuh pendidikan di Ma’had at-Taujih al-Islamy Damaskus, di bawah bimbingan Syekh Hasan Habanakah dan menyelesaikan pendidikannya pada tahun 1953 M.

Ayahnya dan Syekh Habahanakah, adalah guru yang sangat berpengaruh dalam kehidupan Syekh Al-Buthi. Dari Syekh Habanakah, Syekh Al-Buthi mengambil pelajaran terkait sikap seorang ulama terhadap penguasa.

Suatu ketika Syekh Habanakah diajak oleh para ulama untuk melakukan gerakan melawan pemerintah, namun Syekh Habanakah menolaknya, karena tidak jelas siapa yang menggerakkanya. Hal itulah yang kemudian diambil dan dicontoh oleh  Syekh Al-Buthi.

Pada tahun 1954 M, Syekh Al-Buthi melanjutkan belajarnya ke Universitas Al-Azhar dengan spesialisasi ilmu syariah, hingga beliau memperoleh gelar doctor dari Universitas Al-Azhar. Bahkan disertasinya yang berjudul “Dlawabit al-Maslahah fi Asy-Syaria’ah al-Islamiyyah”, mendapatkan rekomendasi dari Universitas Al-Azhar sebagai karya tulis yang layak dipublikasikan.

Syekh Al-Buthi adalah sosok ulama yang multidisipliner, yaitu ulama yang mampu memecahkan masalah dengan berbagai sudut pandang keilmuan, serta menguasai berbagai disiplin keilmuan dalam Islam. Jarang sekali ditemui ulama yang menguasai semua disiplin ilmu secara merata. Misalnya bila seseorang mahir dalam fikih, maka biasanya dalam bidang yang lain tidak begitu menonjol. Namun Syekh Al-Buthi termasuk ulama yang jarang itu, dan mengingatkan kita pada sosok Imam Al-Ghazali.

Dalam kehidupannya sehari-hari, Syekh Al-Buthi sibuk mengajar di Universitas Damaskus dan beberapa masjid seperti Masjid Tinkiz, Masjid Al-Imam dan Masjid Al-Umawi. Selain itu, beliau juga aktif mengikuti seminar dan konferensi tingkat dunia, baik sebagai narasumber ataupun lainnya.

Syekh Al-Buthi merupakan ulama yang produktif. Ia menulis banyak kitab dalam berbagai disiplin keilmuan. Tercatat karya-karya beliau mencapai 70 judul kitab. Selain itu, Syekh Al-Buthi juga mempunyai beberapa program di radio dan televisi sebagai sarana untuk menyebarkan ilmunya, seperti Dirasat Qur’aniyyah di stasiun TV Suriah, Hadza Huwa Jihad di stasiun  TV Azhari dan lain sebagainya.

Ulama multidisipliner yang produktif ini adalah seorang sufi yang sekaligus menjadi pembela kebebasan dalam bermadzhab empat. Sebagai seorang ulama pembela Ahlussunnah wal Jama’ah dan penganut madzhab Syafi’i, Syekh Al-Buthi begitu gigih meluruskan berbagai macam kesesatan dan tuduhan sesat dari kalangan Salafi-Wahabi.

Bahkan Syekh Al-Buthi menulis kitab khusus yang membahas pemikiran yang dibawa oleh kelompok Salafi-Wahabi, yaitu As-Salafiyyah; Marhalah Zamaniyah Mubarakah la Madzhab Islami dan Al-Lamadzhabiyyah Akhtaru Bid’ah Tuhaddid Asy-Syari’ah Islamiyyah.

Selain itu, Syekh Al-Buthi juga memiliki pandangan politik yang agak berbeda dengan kelompok Ikhwanul Muslimin. Hal ini kemudian menjadi latar belakang ditulisnya sebuah kitab yang secara khusus membahas tentang jihad dalam Islam, yaitu Al-Jihad fil Islam; Kaifa Nafhamuhu? Wa Kaifa Numarisuhu? (Jihad dalam Islam; bagaimana kita memahami dan melaksanakannya). Kitab ini banyak mendapat kritikan dari beberapa kelompok Islam kanan.

Syekh Al-Buthi merupakan sosok ulama yang mempunyai gaya bahasa yang istimewa dan unik dalam menulis kitab-kitabnya. Gaya bahasa yang dibawa Syekh Al-Buthi banyak memasukkan unsur-unsur filsafat, manthiq, dan istilah-istilah intelek yang kadang sulit dipahami oleh kalangan awam.

Selain itu, tulisan yang ditulis oleh Syekh Al-Buthi bersifat proposional dengan tema yang diusungnya dan tidak melenceng dari akar permasalahanya, sekaligus kaya sumber rujukan, terutama sumber-sumber rujukan yang diambil oleh lawan debatnya.

Tulisan Syekh Al-Buthi dalam berbagai karyanya, menunjukkan bahwa beliau adalah sosok ulama yang kreatif. Beliau menulis sesuatu yang belum pernah ditulis dan dibahas oleh para ulama sebelumnya, sehingga semua yang beliau tulis berdasar pada bahasa hati, dan kejernihan pemikiran beliau dalam melihat berbagai permasalahan yang ada.

Syekh Al-Buthi meninggal dalam keadaan syahid, pada usia 84 tahun. Yaitu pada tanggal 21 Maret 2013 M/9 Jumadil Awal 1434 H., dalam sebuah tragedi bom bunuh diri yang terjadi di Masjid Al-Imam Damaskus, Suriah, tempat beliau mengajar. Bom bunuh diri tersebut terjadi di saat beliau sedang melakukan kajian rutin tafsir malam Jumat di masjid tersebut.

Beliau wafat dengan meninggalkan warisan intelektual melalui karya-karyanya yang mencapai 70 kitab. Di antara karya-karya beliau selain yang disebutkan di atas adalah al-Bidayat Bakurah A’mali Fikriyyah, Al-Madzhab at-Tauhidiyyah wa al-Falsafat al-Mu’ashiroh, Manhaj al-Hadlarah al-Insaniyyah fi Al-Qur’an, Qadhaya Fiqhiyyah Mu’ashirah, Al-Mar’atu Baina Tughyani an-Nizhami al-Gharbi wa Latha’ifu at-Tasyri’ ar-Rabbani, Al-Hikam al-Atha’iyyah Syarh wa Tahlil, dan lain sebagainya.

Wallahu A’lam.