Alkisah, pada masa dahulu, di suatu wilayah yang bernama Ahsa’ hidup seorang lelaki, sebut saja namanya fulan. Si fulan ini mempunyai tetangga, dan tetangganya tersebut adalah seorang lelaki tua dengan rambutnya yang sudah memutih penuh uban.
Lelaki tua itu juga hidup sebatang kara. Dia tidak memiliki istri, anak dan juga kerabat. Namun, lelaki tua tersebut mempunyai sebuah toko sekaligus seorang pengrajin sandal dan sepatu. Dia juga suka menumpuk dan menyimpan harta bendanya. Sebagaimana dijelaskan oleh Sayyid Husain Al-Affani dalam kitabnya al-Jazaa’ min Jinsi al-‘Amal, pada suatu hari lelaki tua tersebut terlambat ke toko tidak seperti biasanya. Dia tidak pergi keluar menuju tokonya.
Si fulan pun kaget melihat hal tidak seperti biasanya itu. Selepas shalat isya’, dia pun mendatangi rumah tetangganya tersebut. Sesampainya di rumah si tetangga, dia disambut dengan pemandangan sebuah pintu yang sudah miring. Bahkan jika ditimpa angin, pintu tersebut pasti akan roboh.
Si fulan kemudian membuka pintu rumah tersebut. Perlahan, dia memasukkan kakinya ke dalam rumah, sambil berkata, “Wahai fulan.”
Mendengar ada orang yang masuk, tetangganya yang seorang pengrajin sandal dan sepatu itu pun terperanjat, berteriak sembari berkata, “Celaka kamu, apa yang kamu inginkan? Pergi! Dan keluar dari sini!.”
Melihat reaksi tetangganya tersebut, si fulan pun berkata, “Aku datang ke sini hanya ingin menjengukmu. Karena tiga hari ini, aku tidak melihatmu berada di tokomu.” Alih-alih mendapatkan sambutan baik, ternyata tetangganya tersebut justru mengusirnya.
Karena diusir, fulan pun keluar. Namun, dia khawatir dengan keadaan tetangganya tersebut. Dia khawatir kalau si tetangga terkena penyakit atau terjadi apa-apa dengannya, apalagi dia hidup sebatang kara.
Dengan nekat, si fulan pun kembali. Kali ini dia nekat masuk ke dalam rumah tetangganya tersebut. Ternyata, si tetangga sedang mengumpulkan emas. Di depannya, ada dinar-dinar emas yang berkilauan mengkilap di bawah cahaya lampu, serta disampingnya terdapat minyak. Saat itu, tetangganya ternyata sedang berbicara dengan harta bendanya.
Kepada emas yang dipunyainya, dia berkata, “Duhai kekasihku, duhai yang aku habiskan umurku untuk mencarimu, aku akan mati dan meninggalkanmu untuk orang selainku.” Karena tidak rela meninggalkan harta yang telah menjadi kekasihnya tersebut, dia dengan segera kembali berkata, “Tidak, demi Allah, aku tahu bahwa kematianku sudah dekat, dan penyakitku sudah kronis, tetapi aku akan menguburkanmu bersamaku.”
Setelah itu, si tetangga mengambil satu dinar emas. Dia mencelupkannya ke dalam minyak, lalu memasukkannya ke dalam mulut, dan menelannya. Karena ulahnya tersebut, dia hampir mati seketika. Setelah berhasil memasukkan emas ke dalam perutnya, dia kembali mengambil nafas, dan mengangkat dinar yang kedua. Kepada dinar yang kedua, dia berbicara dengan penuh kerinduan dan kegilaan. Seolah-olah dinar tersebut adalah seorang kekasih yang datang dari tempat yang jauh. Dia kemudian kembali mencelupkannya ke dalam minyak, lalu mengambilnya dan memasukkan lagi ke dalam mulutnya, lalu menelannya.
Melihat hal tersebut, fulan pun bergumam, “Demi Allah, tidak akan ada yang mengambil harta orang bakhil ini selain seorang pengelana. Pada hari inilah, aku lah yang menjadi si pengelana itu.”
Setelah melihat kejadian tersebut, fulan pun menutup pintu rumah tetangganya, dan mengikatnya dengan tali. Setelah berlalu tiga hari, fulan pun yakin bahwa tetangganya tersebut sudah meninggal dunia. Dia pun mendatangi rumahnya. Ternyata benar, tetangganya sudah membatu dan kering di pembaringannya, setelah menelan tumpukan emas yang ada di depannya. Fulan kemudian mengabarkan kepada orang-orang agar jenazahnya digotong dan dimandikan.
Namun, orang-orang yang menggotong jenazah tersebut pada heran, kenapa tubuhnya berat. Mereka pun berkata, “Orang ini hanya tinggal kulit dan tulang, tetapi kenapa berat sekali ya?”
Kemudian, ada yang menjawab, “ltu karena kebakhilannya.” Ada pula yang mengatakan, “ltu karena dosa-dosanya.” Namun, mereka semua tidak tidak tahu rahasia yang diketahui oleh fulan yang menyaksikan bahwa, lelaki tua yang hidup sebatang kara itu memasukkan banyak emas ke dalam perutnya.
Jenazah lelaki tersebut kemudian dikuburkan, dan si fulan memberikan tanda di atas kuburnya. Ketika tiba tengah malam, dia datang dengan membawa kapak dan cangkul. Dia pun memulai menggali kuburan tetangganya tersebut. Sambil menoleh ke kanan dan ke kiri untuk memastikan keadaan aman, dan tidak ada seorang pun yang melihatnya.
Si Fulan kemudian menyingkirkan bebatuan dari liang lahat, hingga akhirnya tampak kain kafan putih tetangganya tersebut. Dia kemudian merobek kain kafan di bagian perut dengan pisau, kemudian membelah perut jenazah tetangganya tersebut. Ternyata, emas bersinar di bawah kilauan sinar rembulan. Dia pun menjulurkan tangannya untuk mengambilnya, tetapi dinar emas itu panas seperti bara api yang menyala. Seketika dia berteriak dan menarik tangannya dari perut jenazah tersebut. Dia kemudian mengembalikan lagi bebatuan, dan tanah kuburan seperti semula.
Kejadian tersebut pun langsung membuat si fulan keluar dengan berteriak keras. Sebab, dia tidak pernah mengalami kepedihan dan kesakitan yang seperti itu. Meskipun tangannya sudah direndam di dalam air yang dingin, tetapi selama bertahun-tahun lamanya, dia masih merasakan sengatan panasnya emas dari satu waktu ke waktu lainnya. Dia pun berucap, “Aku berlindung kepada Allah dari kebakhilan dan orang yang bakhil.”
Dari kisah di atas, terdapat sebuah pelajaran penting bahwa, orang yang kikir (bakhil) itu jauh dari Allah swt, dan jauh dari Surga-Nya. Hal ini sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw.
السَّخِيُّ قَرِيبٌ مِنَ اللهِ قَرِيبٌ مِنَ الجَنَّةِ قَرِيبٌ مِنَ النَّاسِ بَعِيدٌ مِنَ النَّارِ، وَالبَخِيلُ بَعِيدٌ مِنَ اللهِ بَعِيدٌ مِنَ الجَنَّةِ بَعِيدٌ مِنَ النَّاسِ قَرِيبٌ مِنَ النَّارِ
Artinya: Orang yang dermawan dekat dengan Allah, dekat dengan surga, dan jauh dari neraka. Orang yang bakhil jauh dari Allah, jauh dari orang lain, dan dekat dengan neraka. (HR. at-Tirmidzi no. 1961)
Perilaku kikir sendiri mempunyai dampak buruk, baik di dunia maupun di akhirat. Bahkan, perilaku tersebut bisa menjadikan manusia bukan hanya jauh dari Tuhannya, tetapi juga jauh dari sesamanya dan hilang akal sehatnya. Segala cara akan dia lakukan supaya harta yang dimilikinya tidak jatuh ke orang selainnya, sekalipun dia meninggal dunia.
Orang yang kikir dan cinta dunia akan menjadi manusia yang hilang rasa kemanusiaannya. Karena tidak rela jika hartanya diberikan kepada orang lain secara cuma-cuma. Namun, orang-orang seperti itu akan mendapatkan balasan yang setimpal, sebagaimana kisah di atas. Mendapatkan azab sejak di alam kubur dengan harta yang dicintai saat hidup di dunia.