Nabi Muhammad merupakan sosok paling sempurna di muka bumi ini. Segala perbuatan, ketetapan, dan perkataannya telah menjadi teladan yang diimani oleh seluruh Muslim di sunia, layak diikuti serta diamalkan. Akan tetapi, sebagai seorang manusia, semasa hidup Nabi Muhammad pernah berbuat salah yang berdampak pada masyarakat di sekitarnya.
Dalam sebuah riwayat hadis dijelaskan:
عَنْ أَنَسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ بِقَوْمٍ يُلَقِّحُونَ فَقَالَ لَوْ لَمْ تَفْعَلُوا لَصَلُحَ قَالَ فَخَرَجَ شِيصًا فَمَرَّ بِهِمْ فَقَالَ مَا لِنَخْلِكُمْ قَالُوا قُلْتَ كَذَا وَكَذَا قَالَ أَنْتُمْ أَعْلَمُ بِأَمْرِ دُنْيَاكُمْ
Dari Anas bahwa Nabi SAW pernah melewati suatu kaum yang sedang mengawinkan pohon kurma lalu beliau bersabda: “Sekiranya mereka tidak melakukannya, kurma itu akan (tetap) baik.” Tapi setelah itu, ternyata kurma tersebut tumbuh dalam keadaan rusak. Hingga suatu saat Nabi SAW melewati mereka lagi dan melihat hal itu, beliau bertanya: “Ada apa dengan pohon kurma kalian?” Mereka menjawab; “Bukankah anda telah mengatakan hal ini dan hal itu?” Beliau lalu bersabda: “Kalian lebih mengetahui urusan dunia kalian.” (HR Muslim: 4358)
Penjelasan lebih lengkap terkait hadis ini terdapat dalam riwayat Muslim nomor 4356 yang dikutip dari ayahnya Musa bin Thalhah dia berkata; “Saya bersama Rasulullah pernah berjalan melewati orang-orang yang sedang berada di pucuk pohon kurma. Tak lama kemudian beliau bertanya: “Apa yang dilakukan orang-orang itu?” Para sahabat menjawab; “Mereka sedang mengawinkan pohon kurma dengan meletakkan benang sari pada putik agar lekas berbuah.”
Maka Rasulullah bersabda: “Aku kira perbuatan mereka itu tidak ada gunanya.” Thalhah berkata; “Kemudian mereka diberitahukan tentang sabda Rasulullah itu. Lalu mereka tidak mengawinkan pohon kurma.”
Selang beberapa hari kemudian, Rasulullah diberitahu bahwa pohon kurma yang dahulu tidak dikawinkan itu tidak berbuah lagi. Lalu Rasulullah SAW bersabda: “Jika okulasi (perkawinan) pohon kurma itu berguna bagi mereka, maka hendaklah mereka terus melanjutkannya. Sebenarnya aku hanya berpendapat secara pribadi. Oleh karena itu, janganlah menyalahkanku karena adanya pendapat pribadiku.Tetapi, jika aku beritahukan kepada kalian tentang sesuatu dari Allah, maka hendaklah kalian menerimanya.Karena, aku tidak pernah mendustakan Allah.”
Berdasarkan konteks historisnya, hadis-hadis tersebut diatas dilatarbelakangi teknik penyerbukan kurma dan tidak ada kaitannya dengan muatan-muatan keagamaan (perintah atau anjuran yang bersifat syar’i). Ungkapan Nabi Muhammad tersebut pada akhirnya salah, dan berakibat buruk pada hasil pertanian kurma para petani saat itu.
Perlu diketahui bahwa Nabi Muhammad bukanlah ahli di bidang pertanian dan tanaman. Secara historis ini bisa dipahami, bahwa Nabi Muhammad lahir dan dibesarkan di jazirah Arab yang saat itu daerah lembah tandus dan sangat sulit dimanfaatkan untuk bercocok tanam. Basis masyarakat Arab saat itu juga tidak bertumpu secara penuh pada hasil bumi atau pertanian.
Selain itu, dalam matan hadis-hadis tersebut tidak ada penyebutan kalimat yang mengandung perintah dalam hal keagamaan secara eksplisit. Dengan kondisi seperti ini, maka jelas bahwa kedudukan Nabi Muhammad dalam hadis ini adalah sebagai manusia biasa yang tak luput dari salah.
Apabila nabi bertindak dalam kapasitas sebagai Rasul, maka ada kewajiban bagi kita sebagai Muslim untuk mengikuti apa yang beliau perintahkan. Sebaliknya, dalam kapasitas tertentu Nabi Muhammad adalah manusia biasa, yang berimplikasi tidak adanya kewajiban untuk mengikuti apa yang diperintahkannya.
Berdasarkan riwayat di atas, menunjukkan bahwa dalam konteks tertentu Nabi Muhammad tidak lain hanyalah basyar (manusia) pada umumnya. Hal ini berarti bahwa tidak ada keharusan untuk mengikuti Nabi dari pendapat-pendapatnya tentang keduniaan, walaupun Nabi juga diberi pengetahuan tentang apa yang akan terjadi dalam urusan dunia.
Meskipun demikian, bukan berarti kita boleh mengabaikan semua perkataan Nabi yang bersifat duniawi, karena faktanya banyak sabda Nabi terkait urusan dunia terbukti benar dan bermanfaat secara luas.
Nabi Muhammad berperan dan bertindak sebagaimana manusia biasa yang terikat dengan lingkungan sosio-historis tempat hidupnya. Maka, meneladani Nabi bukan berarti harus sesuai dengan beliau begitu saja, karena hal tersebut sangatlah tidak mungkin dilakukan. Urusan-urusan ini tidak hanya yang berkaitan tentang profesi atau pekerjaan saja, melainkan juga terkait minat, selera, kebiasaaan, mode pakaian, teknologi, pengetahuan umum, dan hal lain yang bersifat non-syar’i.
Semua hal tersebut harus disesuaikan dengan kebutuhan dan kesesuaian dengan urusan masing-masing karena setiap individu lebih mengetahui tentang keperluan dunianya sendiri. Semua sah-sah saja selama tidak bertentangan dengan norma yang berlaku secara umum. Setiap manusia dikaruniai akal sehat, sehingga bisa memilih secara rasional mana yang terbaik untuk kebaikan duniawinya, tanpa harus bersandar pada otoritas tertentu, dalam hal ini adalah teks hadis atau perilaku Nabi sendiri.
Oleh karena itu, pemahaman terhadap hadis tersebut adalah bahwa dalam urusan keduniaan perlu diserahkan pada para pakar dalam bidangnya. Saat ini, banyak orang yang menggeluti bidang tertentu yang menjadi keahliannya secara spesifik. Seperti contoh, hadis yang membahas tentang masalah kesehatan perlu ditanyakan dan dikonfirmasikan kepada ahli medis terkait kandungan dan kebenaran matannya, bukan kepada para ulama-ulama yang menafsirkan sebuah hadis. Perlu disadari bahwa ahli medis akan memberikan penjabaran yang lebih konkrit dibandingkan para ulama yang belum tentu menguasai bidang kesehatan.
Wallahu A’lam bisshawab.