Tiongkok merupakan rumah bagi 20 juta muslim, yang terdiri dari sepuluh suku minoritas dan hampir setengahnya merupakan suku Hui, disusul oleh suku Uighur. (Data ini diperoleh dari penelitian berjudul Familiar Strangers: Social Adaptation of Migrant Muslim in Urban China). Oleh karena itu, kuliner halal sudah pasti dapat ditemukan di Tiongkok.
Di dunia perkuliahan, kampus dengan mahasiswa internasional umumnya memiliki kantin halal demi memfasilitasi kebutuhan mahasiswa muslim lokal maupun asing. Selain itu, tersebar beberapa sekolah etnis Hui (Huimin xuexiao) di berbagai penjuru Tiongkok dalam berbagai tingkat pendidikan, mulai dari TK hingga SMA yang menyediakan kantin halal.
Bagaimana dengan para pekerja? Kaum pekerja kantoran dapat memesan makanan via daring dari pilihan restoran halal yang tersedia. Jika beruntung, mungkin ada satu-dua kedai mie tarik daging sapi (Lanzhou niurou lamian) atau restoran halal lainnya yang berada di sekitar kantor.
Tantangan Makan Halal di Tiongkok
Daging yang paling sering tersedia di restoran halal adalah daging sapi, ayam dan kambing atau domba. Olahannya bermacam, mulai dari dipadukan di nasi goreng, isian pangsit, bihun, hingga roti.
Jika dibandingkan dengan makanan non halal, makanan halal umumnya memang lebih mahal sedikit. Salah satu faktor penyebabnya, ialah karena daging yang digunakan harus memenuhi kualifikasi halal Tiongkok. Karenanya, penyuplai daging tidak boleh sembarangan.
Selain itu, kompetisi bisnis daging halal Tiongkok yang tidak seramai bisnis daging non-halal menjadikan harga di pasaran kurang bersaing.
Namun, di daerah dengan akses makanan halal yang berlimpah seperti Xi’an contohnya, harga makanan bisa sangat merakyat. Ada saja makanan yang dijual di bawah harga sepuluh ribu atau enam ribu rupiah.
Halal-Haram Makanan di Tiongkok
Pertanyaannya, apakah standar halal-haram di Tiongkok sama dengan di Indonesia?
Berbeda dengan muslim Indonesia yang mayoritas bermazhab Syafii, kebanyakan muslim Tiongkok bermazhab Hanafi. Sebagai pengikut mazhab Syafii, saya kurang paham mengenai halal-tidaknya hidangan laut selain ikan. Tetapi, sejauh penelusuran saya, persentase muslim Tiongkok yang tidak mengonsumsi udang, keram dan hidangan laut lainnya cukup kecil; kebanyakan mengonsumsi ikan dan hidangan laut lainnya.
Sebagian umat muslim di barat laut Tiongkok yang daerahnya didominasi pegunungan dan terletak paling jauh dari tepi laut, meyakini bahwa hukum halal tidaknya kepiting masih belum jelas. Sementara muslim di daerah Selatan yang berbatasan dengan laut mengonsumsinya.
Selain itu, umumnya umat muslim Tiongkok juga tidak mengonsumsi daging kuda maupun susu kuda, namun sebagian orang Xinjiang yang secara geografis hidup berdampingan dengan suku Kazak sejak zaman dahulu juga ikut mengonsumsi daging kuda.
Dari artikel Analisis Mendalam Mengenai Karakteristik Makanan Halal (Qingzhen Shipin de Tedian Tanxi) oleh Zhou Ruihai yang diterbitkan dalam jurnal Penelitian Mengenai Suku Hui, setidaknya ada enam ketentuan makanan halal dan non-halal yang ada di Tingkok. Saya merangkumnya sebagai berikut:
- Daging babi, keledai, anjing, dan sebagainya adalah haram
Sementara daging sapi, kambing, ayam dan bebek halal setelah disembelih sesuai ketentuan Islam oleh imam atau muslim lain yang memenuhi syarat dan dapat dipercaya.
- Hewan laut tidak perlu disembelih.
- Bangkai dan darah haram dikonsumsi.
- Diharamkan mengonsumsi binatang yang buas, berbahaya dan berwujud menyeramkan.
- Sayuran halal untuk dikonsumsi.
- Makanan ringan non-daging seperti biskuit dan keripik, umumnya akan dikategorikan sebagai tepung-tepungan, karenanya dianggap halal. Namun, sebagian orang akan membaca ulang komposisi makanan ringan tersebut untuk memastikan tidak adanya lemak hewani.
Keragaman Makanan Halal Warisan Leluhur
Jenis makanan sehari-hari umat muslim di Tiongkok sangat dipengaruhi oleh kondisi alam, lingkungan ekologi dan sosial, serta kebudayaan di tiap daerah.
Makanan tradisional daerah barat laut Tiongkok yang terkenal contohnya dapanji, kaki kambing panggang, olahan nasi gurih daging domba dari Xinjiang, mi tarik daging sapi dari Gansu, hingga sup snowcock—sejenis unggas—jamur cordyceps dengan kuah yang berwarna keemasan dari Qinghai.
Ningxia, adalah sebuah daeerah otonom suku Hui setingkat provinsi yang luasnya jauh di bawah Qinghai, Gansu atau Xinjiang.
Namun, Ningxia dianugerahi dengan padang rumput dan hamparan gunung, juga berbagi tiga padang pasir dengan provinsi lain. Ningxia memiliki sebuah jenis kambing yang dijuluki sebagai kambing paling lezat seantero Tiongkok—kambing Tan dari Yanchi (Yanchi tan).
Yanchi sendiri artinya kolam garam. Setingkat kabupaten, Yanchi memiliki banyak danau garam yang mengandung garam vulkanik dan alkali. Kondisi udara dan tanah kabupaten Yanchi yang kering dan gersang dan menjadikan garam yang tidak dapat mencair mengkristal di tanah dan menyelimuti vegetasi yang kemudian menjadi pakan utama kambing Tan di Yanchi.
Dengan air alkali alami dan pakan yang kaya akan mineral, kandungan nutrisi pada daging kambing Tan di Yanchi ini lebih tinggi dari kambing pada umumnya. Rasanya jauh lebih gurih, dengan daging yang empuk, lapisan lemak putih bak susu yang tersebar merata dan bebas bau, menjadikannnya komoditi ekspor ke banyak negara di Timur Tengah.
Tidak hanya dagingnya telah menjaga dan menutrisi banyak manusia, bulunya yang putih dan tebal semenjak dahulu telah dijadikan sebagai bahan pakaian musim dingin. Semoga kita dimampukan untuk bersyukur dalam menjaga segala kenikmatan yang diberikan alam semesta. (AN)