Hadis tentang “Surga di bawah kaki Ibu” bisa kita temukan dalam riwayat Imam Ahmad dan Imam Nasa’i. Hadis ini sebenarnya menceritkan kisah Mu’awiyah bin Jahimah yang ingin berperang dengan Rasulullah SAW, padahal ia masih memiliki seorang Ibu, sehingga Nabi Muhammad bersabda, “Menetaplah bersama Ibumu, karena sesungguhnya surga di bawah dua kakinya.
فالزمها، فان الجنة تحت رجليها .
Hadis yang dinyatakan hasan oleh Imam Thabarani dan dinyatakan Sahih oleh Imam al-Hakim ini telah menjadi jurus maut par ibu untuk membuat anak-anaknya patuh. Di era milenial seperti saat ini, hadis tersebut juga dijadikan para genarasi milenial sebagai materi gombalan untuk memikat hati seorang perempuan, seperti: Aku bisa melihat surga di bawah kakimu untuk anak-anak kita nanti.
Hadis tersebut juga merefleksikan eksistensi seorang ibu berada di atas eksistensi seorang Ayah. Dengan kata lain: dalam beberapa hal, Islam juga sangat memuliakan seorang perempuan (Ibu).
Sebenarnya; hal apa yang membuat surga dianalogikan sebagai hal yang berada di bawah kaki seorang Ibu, kok bukan di balik tetes keringat seorang Ayah? Berikut lima alasannya:
Pertama, ayah memang bekerja membanting tulang untuk keluarga, tetapi Ibu melahirkan pelengkap keluarga dengan bertaruh nyawa. Fakta yang pelu diketahui oleh khalayak ramai adalah WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) melaporkan bahwa di akhir tahun 2015 terdapat 303.000 perempuan di seluruh dunia meninggal menjelang dan selama proses persalinan, bahkan beberapa orang mengatakan, ketika seorang suami telah melihat bagaimana perjuangan istrinya melahirkan putra/putrinya, maka ia akan sangat menyesal atas segala perbuatannya terhadap ibunya yang telah melahirkannya.
Kedua, ayah bisa saja membelikan susu dengan merk terbaik, tetapi ASI (Air Susu Ibu) tetap menjadi yang terbaik di antara yang terbaik. Hal ini direkomendasikan secara langsung oleh WHO (World Health Organization), sebab ASI adalah susu yang terbaik untuk bayi. Di antara kebermanfaatan ASI adalah mampu memberikan perlawanan terhadap infeksi, memiliki nutrisi yang mudah dicerna oleh bayi yang baru lahir, mengandung vitamin serta mineral yang berlimpah, dan yang paling mahapenting adalah ASI itu gratis.
Menurut studi dari National Institutes of Health Women’s Health Initiative, ditunjukkan bahwa seorang Ibu yang menyusui selama 7 hingga 12 bulan, pasca-melahirkan akan memiliki risiko penyakit jantung lebih rendah.
Ketiga, konon seorang Ibu (perempuan) yang ditinggal mati oleh suaminya alias janda (baik janda kembang maupun janda kumbang) bisa tetap betah menjanda hingga mati atas dasar kesetiaan, sedangkan seorang ayah (lelaki) yang ditinggal mati oleh istrinya alias duda (baik duda keren maupun duda sinden) akan segera menikah lagi dengan dalih kebutuhan.
Memang ini sebenarnya hanya ‘mitos’, tetapi keberadaan mitos menunjukkan bahwa kepercayaan terhadap mitos tersebut masih diyakini oleh sebagian kelompok masyarakat. Bukti lainnya yang memperkuat alasan yang ketiga ini adalah penggunaan istilah ‘lelaki buaya darat’ yang masih digunakan hingga saat ini, sedangkan penggunaan istilah ‘gadis buaya darat’ masih terkesan asing dan tidak familiar.
Keempat, sebagian besar ayah bekerja dari pagi hingga sore (sampai malam jika lembur), tetapi sebagian besar ibu mulai bekerja sebelum ayah bangun hingga setelah ayah terlelap. Hal ini disebabkan oleh rutinitas harian seorang ibu, mulai dari menyiapkan masakan untuk sarapan, mengantar anak sekolah, membersihkan rumah, mencuci, menyetrika, bahkan beberapa ibu juga ada yang membantu suaminya bekerja, menyiapkan masakan untuk makan siang serta makan malam, hingga mencuci piring pasca makan malam ketika semua penghuni rumah telah membangun mimpi indah.
Kelima, beberapa pekerjaan Ayah bisa diambil alih oleh ibu, tetapi hampir seluruh pekerjaan seorang ibu tidak bisa diambil alih oleh ayah, seperti melahirkan anak, mengganti popok, atau menyusui.
Pada akhirnya, teruntuk ibu-ku dan seluruh ibu di belahan dunia manapun; terima kasih untuk rintik doa yang tiada henti dan terima kasih untuk kasih yang selalu berlebih. Selamat Hari Ibu, meski membalasnya pun Aku tak kan mampu. (AN)
Wallahu a’lam.