Para pemimpin Muslim Perancis telah resmi mendukung “Piagam Nilai” yang berisi penolakan Islam politik dan menyetujui pembentukan Dewan Imam Nasional yang akan melatih para imam untuk berdakwah di Prancis.
Piagam Nilai ini dibidani oleh Le Conseil Français du Culte Musulman (CFCM), yang bertindak sebagai interlokutor bagi pemerintah Prancis dalam urusan umat Muslim. CFCM telah menyusun piagam ini berminggu-minggu, di bawah tekanan dari pemerintah yang sedang bergegas untuk menerbitkan hukum yang menargetkan apa yang disebut oleh pemerintah Prancis sebagai separatisme Islamis.
CMFM mengungkapkan dalam sebuah statemen tertulis bahwa piagam tersebut akan “menguatkan kembali kesesuaian kepercayaan umat Muslim dengan prinsip-prinsip Republik, termasuk sekularisme dan melekatnya status kewarganegaraan Muslim di Prancis secara penuh.”
Piagam 10 poin yang baru “menyatakan dengan jelas bahwa prinsip-prinsip keimanan Muslim sangat sesuai dengan prinsip-prinsip republik,” kata presiden CFCM Mohammed Moussaoui, dirilis oleh France24 pada Senin (18/1) kemarin.
Kesepakatan itu dibuat Sabtu lalu dalam pertemuan dengan Menteri Dalam Negeri Gerald Darmanin setelah berminggu-minggu mendapat perlawanan dari beberapa anggota CFCM yang keberatan dengan “pemaksaan” Islam agar sesuai dengan hukum dan nilai-nilai Prancis.
Accord des fédérations composant le CFCM sur un texte de charte de principes et poursuite de la mise en place du conseil national des imams pic.twitter.com/igf61baTmZ
— CFCM (@CfcmOfficiel) January 17, 2021
Moussaoui mengatakan kedelapan federasi CFCM, yang mewakili berbagai kelompok Islam di Prancis, telah menyetujui piagam tersebut. Namun, tiga perwakilan federasi belum menandatangani kesepakatan tersebut karena mereka membutuhkan sedikit lebih banyak waktu untuk menjelaskan apa artinya Piagam Nilai ini bagi pengikut mereka.
Piagam Nilai tersebut menolak “instrumentalisasi” Islam untuk tujuan politik dan menegaskan kesetaraan antara pria dan wanita serta menolak praktik-praktik seperti sunat perempuan, kawin paksa dan “sertifikat keperawanan” untuk pengantin wanita.
Piagam Nilai tersebut juga secara eksplisit menolak rasisme dan anti-Semitisme, dan memperingatkan bahwa masjid “tidak diciptakan untuk menyebarkan pidato nasionalis yang membela rezim negara asing.” Macron juga mengatakan bahwa pihak berwenang berencana untuk mengusir sekitar 300 imam di Prancis yang dikirim untuk mengajar dari Turki, Maroko, dan Aljazair.
Kesepakatan piagam itu muncul ketika parlemen mulai berdebat pada hari Senin atas undang-undang baru untuk memerangi radikalisme Islam yang “merusak negara” dengan langkah-langkah untuk memastikan pemisahan ketat agama dan negara di ruang publik Prancis.
Undang-undang tersebut akan memperketat aturan tentang berbagai masalah mulai dari pendidikan berbasis agama hingga poligami, meskipun Macron bersikeras tujuannya adalah untuk melindungi semua warga negara Prancis tanpa menstigmatisasi sekitar empat hingga lima juta Muslim di negara itu, jumlah terbesar di Eropa.
CFCM juga menyatakan kesepakatan bulat dari para pemimpin Muslim Prancis untuk membentuk National Council of Imams sesegera mungkin. Dalam membentuk CNI ini, akan segera malkukan konsultasi dalam waktu dekat yang melibatkan tokoh masyarakat lokal, para imam dan pengelola masjid di Prancis.
Piagam ini disambut baik oleh Presiden Macron dan Menteri Dalam Negeri Prancis Gerald Darmanin. Secara terpisah, Macron mengatakan bahwa piagam itu menawarkan “klarifikasi tentang bagaimana komunitas Muslim diorganisir,” disampaikan setelah pertemuan dengan perwakilan Dewan Kepercayaan Muslim Prancis (CFCM), demikian rilis oleh kantornya dilansir oleh France24.
“Ini juga akan memberikan kerangka kerja bagi Dewan Nasional Imam baru yang akan bertanggung jawab untuk memantau para imam yang berpraktik di negara ini.”
“Ini adalah komitmen yang jelas, tegas dan tepat untuk mendukung republik,” kata Macron, memuji bahwa teks Piagam Nilai tersebut benar-benar mendasar untuk hubungan antara negara dan Islam di Prancis.
Penyusunan piagam nilai ini sudah dicetuskan oleh Macron setelah Prancis diguncang oleh serangkaian aksi pembunuhan dan terorisme yang mengatasnamakan Islam, sejak November tahun lalu.
Sebelumnya, pada bulan November lalu Macron telah melakukan berbagai upaya demi melawan menyebarnya bibit ideologi ekstremisme agama dan terorisme di Prancis. Termasuk dengan mengajukan Rancangan Undang-undang yang berisi pembatasan home schooling bagi warga Muslim Prancis, memberikan nomor identifikasi bagi anak-anak dari keluarga Muslim, serta pasal larangan membagikan informasi pribadi seseorang yang memungkinkan sebagai alat untuk mengancam nyawa seseorang.