Dengan Belajar Ushul Fiqih, Kita Tahu Bahwa Islam Itu Agama Ramah dan Rahmat

Dengan Belajar Ushul Fiqih, Kita Tahu Bahwa Islam Itu Agama Ramah dan Rahmat

Mempelajari ilmu ushul fiqih berarti mempelajari bagaimana menebar rahmat di bumi Allah.

Dengan Belajar Ushul Fiqih, Kita Tahu Bahwa Islam Itu Agama Ramah dan Rahmat
Ilustrasi: beberapa lansia tetap belajar mengaji (dok. Pikiran Rakyat)

Ushul Fiqih adalah salah satu disiplin ilmu penting dalam islam. Ilmu ini berkenaan dengan teori-teori penggalian hukum umum yang digali dari dalil-dalil yang terperinci. Sederhananya, ilmu ini mengkaji dalil-dalil atau kaidah umum yang diambil dari Al-Qur’an dan sunnah yang mengarah ke sebuah hukum umum, seperti kaidah ‘sebuah perintah bisa mengarah ke sebuah kewajiban’.

Melihat hal tersebut, betapa pentingnya mempelajari ilmu ini, karena ilmu ini membahas asal-usul sebuah hukum. Meskipun begitu, masih ada beberapa muslim, khususnya di indonesia, belum mengetahui ilmu ini.

Mempelajari ilmu ini hukumnya fardlu kifayah. Meskipun fardlu kifayah, menjadi penting untuk dipelajari atau minimal diperkenalkan kepada orang-orang yang ingin dan/atau sedang belajar agama. Dalam Ushul Fiqih, kita akan belajar bagaimana cara berinteraksi dengan Al-Qur’an dan sunnah sebagai dalil utama dalam Islam.

Konsep-konsep atau teori tentang bagaimana proses menemukan dalil dari keduanya ditemukan oleh Imam Syafi’i. Beliau merumuskan kriteria apa saja yang bisa digunakan untuk memproses sebuah dalil untuk pengambilan hukum, hingga kaidah umum dalam merumuskan hukum.

Mempelajari ilmu Ushul Fiqih berarti mempelajari kaidah-kaidah dan berbagai teori yang sangat kompleks dalam menggali sebuah hukum. Sebagai contoh, untuk menyimpulkan bahwa hukum shalat adalah wajib, diperlukan banyak dalil dari quran maupun hadits yang kemudian diproses dengan metode tertentu sampai akhirnya pada kesimpulan tersebut. Di sisi lain, mempelajari ilmu ini berarti mengenal inti agama yang menebarkan rahmat yang tercermin dalam beragam kaidahnya.

Di antara kaidah yang mencerminkan rahmat islam, seperti dituturkan oleh Dr. Wahbah Az-zuhaili, adalah  mencegah bahaya dan mencegah kesulitan.

Prinsip Mencegah Bahaya

Kaidah ini berasal dari hadits rasulullah yang berbunyi :

لا ضرر ولا ضرار

“Tidak boleh ada bahaya dan tidak boleh membahayakan”

Apabila dalam dunia kesehatan mengenal adagium ‘mencegah lebih baik daripada mengobati’, maka ratusan tahun sebelumnya, Islam memiliki kaidah yang kurang lebih sama, bahkan implikasinya lebih luas yang berbunyi ‘ad daf’u aula minar raf’i (mencegah lebih baik daripada menghilangkan). Kaidah ini menjelaskan bahwa segala hal yang punya potensi menimbulkan bahaya dalam beragama maupun berkehidupan, harus dihilangkan. Ini berdasarkan bunyi hadits rasulullah ‘tidak ada bahaya dan tidak boleh membahayakan’.

Kaidah besar ini juga memiliki kaidah turunan yang diantaranya berbunyi ‘dar’ul mafasid aula min jalbi al-mashalih’ yang artinya ‘mencegah kerusakan jauh lebih diutamakan daripada mendatangkan kemaslahatan (kebaikan). Ini berdasarkan hadits nabi yang berbunyi ‘apa-apa yang aku larang kepada kalian, maka jauhilah, dan apa-apa yang aku perintahkan kepada kalian, kerjakanlah semampu kalian’. Hadits ini menunjukkan bahwa Nabi Muhammad tidak ingin umatnya dalam bahaya  dan dianjurkan untuk menjauhinya.

Dalam contoh kejadian sehari-hari, sangat banyak aspek kehidupan yang menjadi terapan dari kaidah ini, yang apabila diterapkan untuk menunjukkan bahwa islam sangat mengedepankan tindakan preventif dalam mengatasi masalah. Seperti tidak membuang sampah sembarangan, tidak melakukan pemborosan dalam keuangan, tidak menebang sembarang pohon demi mendirikan bangunan, dan lain sebagainya. Masalah-masalah seperti ini adalah masalah-masalah aktual yang menjadi fokus dari aplikasi kaidah Ushul Fiqih ini.

Prinsip Mencegah Kesulitan

Kaidah ini berbunyi daf’u al haraj, yang berarti mencegah kesulitan. Landasannya adalah alquran surat al-hajj ayat 78 :

(وما جعل عليكم فى الدين من حرج)

“ tidak sekali-kali aku menjadikan kesulitan dalam perkara agama”

Dan alquran surat al-Baqarah ayat 185 :

(يريد الله بكم اليسر ولا يريد بكم العسر)

“Allah senantiasa menghendaki kemudahan untukmu, dan tidak menghendaki untukmu kesulitan”.

Kaidah ini punya turunan yang menunjukkan bahwa beragama itu sangatlah menekankan kemudahan bagi pemeluknya yang berbunyi  ‘al-masyaqqatu tajlibu at-taisir’ yang berarti ‘kesulitan mendatangkan kemudahan’. Contoh turunan kaidah ini adalah kebolehan menjamak dua shalat dalam satu waktu ketika dalam perjalanan yang memenuhi minimal jarak tempuh. Juga bolehnya orang yang bertayamum ketika tidak menemukan air untuk berwudlu.

Kaidah dan contoh di atas menunjukkan bahwa islam itu sangat mudah dan sejalan dengan sabda rasulullah tentang kemudahan dalam beragama islam. Artinya, islam senantiasa memberikan alternatif dan solusi bagi umatnya dalam menjalankan syariat dengan memberikan kemudahan-kemudahan dalam berbagai kondisi.

Mengenal Ushul Fiqih, Mengenal Rahmat Islam

Kita umat islam sangat menyakini bahwa agama ini penuh rahmat bagi seluruh semesta. Kedua kaidah inti dari Ushul Fiqih di atas mengajarkan kepada kita tentang konsepsi rahmat islam melalui perwujudan ‘tidak menyulitkan’ dan ‘tidak membahayakan’. Dua hal sederhana dan penting ini jadi kunci utama dalam beragama maupun berinteraksi sosial. Islam sebagai agama yang menjunjung tinggi hubungan dengan sesama, menekankan pentingnya aplikasi dari keduanya di tengah-tengah masyarakat untuk meraih kemaslahatannya.

Mengenal Ushul Fiqih sebagai teori-teori landasan hukum islam tidak hanya mengetahui bagaimana sebuah hukum dalam syariat diproses, melainkan mengetahui alasan dibalik penerapan syariat islam yaitu untuk kemaslahatan hambanya.

Dalam teori Ushul Fiqih misalnya, ada maslahah mursalah, yakni sebuah hukum berdasarkan kemaslahatan yang bisa ditemukan dan direalisasikan dengan memandang manfaatnya.  Ada pula teori tentang menimbang konsekuensi yang terjadi di kemduian hari yang disebut mura’atu al ma’al, dan masih banyak lagi.

Pada akhirnya, mempelajari ilmu ini berarti mempelajari bagaimana menebar rahmat di bumi Allah.

Wallahu a’lam.

 

Artikel ini diterbitkan kerja sama antara islami.co dengan Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kemkominfo