Ada sejumlah riwayat yang sering dijadikan justifikasi sebagian kelompok untuk melakukan tindakan kekerasan kepada mereka yang dianggap menghina Nabi SAW. Saya ingin sebutkan tiga contoh di bawah ini:
Pertama, “Ada seorang lelaki buta yang punya isteri dari bekas budaknya dan perempuan ini selalu mencela dan menjelek-jelekkan Nabi SAW. Singkat cerita, perempuan ini dibunuh oleh lelaki buta ini. Mendengar kejadian itu. Rasulullah SAW bersabda, “Saksikanlah bahawa darah wanita itu hadar” (hadar, itu maksudnya darah perempuan yang mencaci Nabi SAW itu sia-sia, tak boleh ada balasan atas pembunuhnya dan tak boleh dikenakan diyat/ tebusan darah. Jadi boleh dibunuh).
Hadis di atas terdapat dalam Sunan Abi Dawud dan Sunan an-Nasa’i; Syekh al-Albani menshahihkannya. al-Hakim mengatakan sahih sesuai dg persyaratan Imam Muslim.
Catatan saya: Saya menemukan bhw para perawi Hadis di atas umumnya bernilai tsiqah, kecuali ‘Utsman al-Syahham yang sedikit ‘bermasalah’ –dan karenanya membuka peluang bagi kita untuk mendha’ifkan hadis tsb Dalam kitab Mizanul I’tidal, Utsman al-Syahham itu dianggap bermasalah oleh Ya’ya Said al-Qattan: kadang riwayatnya bisa diterima dan kadang tidak (yu’raf wa yunkar) . Imam an-Nasa’i yang juga meriwayatkan hadis serupa dalam kitabnya ternyata juga menganggap al-Syahham ini tidak ‘reliable’ (laysa bil qawi). Imam Bukhari bahkan tidak pernah mengambil riwayat hadis dari dia.
Kedua, “ada seorang wanita Yahudi yang sering mencela dan menjelek-jelekkan Nabi SAW. Oleh kerana perbuatannya itu perempuan tersebut telah dicekik sampai mati oleh seorang lelaki. Ternyata Rasulullah SAW menghalalkan darahnya.” Hadis ini di atas diriwayatkan oleh Sunan Abi Dawud. Imam Baihakimengatakan sanadnya shahih sesuai syarat Bukhari-Muslim.
Catatan saya: Syekh al-Albani menshahihkan riwayat kedua ini dalam kitab beliau irwaul ghalil, tapi dalam kitab beliau yang lain Shahih wa Dhaif Sunan Abu Dawud, beliau mendhaifkan sanad hadis kedua ini. Penelusuran saya fokus pada perawi yang bernama Sya’bi yang dalam hadis kedua ini mengklaim meriwayatkan langsung dari Ali bin Abi Thalib. Imam Daruquthnimengatakan Sya’bi itu hanya meriwayatkan Hadis dari Ali itu sekali saja (harfan wahidan) dan hadis yang itu terdapat dalam Shahih Bukhari, bukan hadis kedua ini. Artinya patut diduga ini hadis kedua ini statusnya mursal, alias ada yg terputus jalur periwayatan dari Ali kepada Sya’bi. Siapa nama wanita yahudi itu dan siapa pula lelaki yang mencekiknya tidak disebutkan.
Dua Hadis di atas dijadikan pembahasan dalam literatur fiqh dan hadis ahkam mengenai hukuman bagi penghina Nabi, baik pelakunya muslim ataupun kafir dzimmi. Bagaimana dg Hadis ketiga:
Ketiga, Ibn Ishaq dan Ibn Sa’d menceritakan kisah Asma’ binti Marwan, yang dg syairnya menghina Nabi, lantas dia dibunuh di malam hari bahkan disaat sedang menyusui bayinya. Yang membunuhnya Umayr bin Adi, seorang yang buta.
Perawi yang bermasalah dalam narasi Ibn ishaq ini adalah Muhammad ibn al-Hajjaj. Bukhari tidak mengambil hadis darinya, Yahya bin Ma’in dan Daruqthni mengatakan dia pembohong. Dalam narasi Ibn Sa’d, ada nama Al-Waqidi sbg salah satu rawinya. Yahya bin Ma’in mengatakan orang ini membuat 20 ribu hadis palsu. Ahmad bin Hanbal mengatakan Al-Waqidi itu pembohong. Kelihatannya Hadis ini bukan hanya masuk kategori dhaif tapi juga bisa sampai derajat palsu (mawdu’).
Ini baru kritik sanad, kita belum lagi melangkah ke kritik matan (misalnya dalam dua Hadis di atas kisahnya sama-sama melibatkan lelaki buta dan perempuan yang menghina Nabi. Ada apa ini?). Yang jelas, dalam literatur klasik ada beberapa hadis senada yg menceritakan betapa Rasul menyetujui hukuman mati utk mereka yang menghina beliau. Tentu saja diperlukan kerja keras melalui khazanah kritik hadis (dan disiplin keilmuan klasik lainnya) untuk ‘membersihkan’ sosok Rasul dari hal-hal yang menimbulkan kesan ‘kejam’ dan ‘gampang menghukum mati orang lain’. Saya sukar untuk percaya kalau Rasul begitu mudahnya merestui hukuman mati untuk mereka yang menghinanya. Wa Allahu ‘alam.
Sebenarnya masih banyak hadis-hadis lain yg menceritakan ketinggian akhlak Nabi berhadapan dengan mereka yang menghina dan mencela Nabi. Tapi inilah masalahnya: sebagian kalangan lebih senang merujuk pada teks-teks yang ‘berbau darah’ tersebut.
Saya, misalnya, lebih cocok dengan riwayat bagaimana Nabi dikejar dan dilempari batu oleh penduduk kota Thaif, sehingga beliau berlumuran darah [ini bukan lagi penghinaan lewat kartun atau kata-kata]. Malaikat sampai meminta Nabi berdoa agar Allah mmerintahkan malaikat tersebut untuk menimpakan azab kepada penduduk Thaif. Tentu, kita tahu bagaimana Rasul yang mulia mengangkat tangannya berdoa agar Allah membalas penduduk Thaif dengan memberi mereka petunjuk karena saat itu mereka belum mengerti dakwah Nabi. Inilah akhlak manusia teragung dalam sejarah. Allahumma shalli ‘alaih!
Tabik