Dua kelompok besar perlawanan Palestina, Hamas dan Fatah, satu suara dalam menghadapi rencana pencaplokan Israel. Dua kubu yang kerap berseteru itu bahkan menyatakan bergandeng tangan guna mengahdapi Israel dan rencana aneksasi itu.
Wakil kepala biro politik Hamas, Saleh Al-Arouri dan pejabat senior Fatah Jibril Rajoub mengumumkan kesamaan sikap mereka dalam menghadapi aneksasi Israel.
“Hari ini, kita akan keluar dengan satu suara dan di bawah satu bendera untuk bekerja membangun visi strategis … untuk menghadapi tantangan.Kami akan membuka halaman baru dan menyajikan model bagi orang-orang kami, keluarga dan para martir,” kata Rajoub seperti dilansir laman arabnews.
Sedangkan Al-Arouri mengatakan bahwa keduanya sepakat mengatasi perbedaan untuk kepentingan yang lebih strategis. Ditebahkan pula meskipun dua organisasi ini sering berselisih tidak berbeda dalam menghadapi pekerjaan dan rencananya.
Kantor Berita Palestina menerbitkan laporan tentang pertemuan yang diadakan oleh Presiden Palestina Mahmoud Abbas dengan Rajoub pada hari Rabu di Ramallah untuk menunjukkan dukungan bagi upaya Rajoub untuk mendekati Hamas. Publik Palestina menyatakan pandangan berbeda tentang pemulihan hubungan antara kedua rival, dengan beberapa memuji langkah itu dan yang lain menunjukkan pesimisme. Kedua kelompok ini beberapa tahun terakhir memang gagal mencapai rekonsiliasi selama 13 tahun. Bahkan beberapa kali keduanya juga menandatangani lebih dari satu perjanjian dan berakhir kegagalan. Kesepakatan damai terakhir adalah perjanjian di di Kairo pada tahun 2017.
Menanggapi kesepakatan Hamas dan Fatah, Mukhaimar Abu Sa’da, pakar ilmu politik di Universitas Al-Azhar, percaya bahwa konferensi pers lebih merupakan inisiatif dari Rajoub dan Al-Arouri daripada langkah penuh dari semua pemimpin Fatah dan Hamas.
“Ini adalah inisiatif yang positif. Ada banyak upaya rekonsiliasi, bahkan yang lebih serius, seperti perjanjian Kairo baru-baru ini. Tetapi di lapangan, tidak ada yang benar-benar berubah. Namun prioritas Palestina saat ini bukanlah rekonsiliasi, tetapi krisis COVID-19 di Tepi Barat dan meningkatkan ekonomi di Gaza, ” tambahnya.