Terkait citra ideal perempuan dalam Al-Quran, ada kutipan menarik dalam Kata Pengantar Penerbit buku Argumen Kesetaraan Jender Perspektif al-Qur’an karya Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA. Kata pengantarnya sendiri ditulis oleh Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, MA.
Menurut Prof. Komar, ada banyak temuan penting dalam penelitian disertasi yang kemudian dicetak menjadi buku ini. Salah satunya adalah tentang citra perempuan ideal dalam al-Qur’an.
Saya kutipkan langsung saja dengan tambahan penomoran untuk memudahkan:
“Citra perempuan ideal dalam al-Qur’an tidak sama dengan citra perempuan yang berkembang dalam sejarah dunia Islam. Citra perempuan yang diidealkan dalam Islam ialah:
1. Mempunyai kemandirian politik (al-istiqlal al-siyasah, Q.s. al-Mumtahanah/60:12, sebagaimana Ratu Balqis, perempuan penguasa yang mempunyai kerajaaan superpower laha arsyun adzim (Q.s. al-Naml/27:23),
2. Memiliki kemandirian ekonomi (al-istiqlal al-iqtishadi) (Q.s. al-Nahl/16:97), seperti pemandangan yang disaksikan Nabi Musa di Madyan, perempuan pengelola peternakan (Q.s. al-Qashash/28:23),
3. Memiliki kemandirian dalam menentukan pilihan-pilihan pribadi (al-istiqlal al-syakhshiy) yang diyakini kebenarannya, sungguhpun harus menghadapi suami bagi perempuan yang sudah berkeluarga (Q.s. al-Tahrim/66:11), atau menantang opini publik bagi perempuan yang belum berkeluarga (Q.s. al-Tahrim/66:12). Perempuan dibenarkan untuk menyuarakan kebenaran dan melakukan gerakan oposisi terhadap berbagai kebobrokan (Q.s. al-Taubah/9:71). Bahkan al-Qur’an menyerukan perang terhadap suatu negeri yang menindas kaum perempuan (Q.s. al-Nisa/4:5), karena laki-laki dan perempuan sama-sama berpotensi sebagai khalifatun fil Ardl (Q.s. al-Nahl/16:97) dan sebagai hamba (abid) (Q.s. al-Nisa/4:124).”
(Dr. Komaruddin Hidayat, Pengantar Penerbit, dalam Nasaruddin Umar, MA, Argumen Kesetaraan Jender Perspektif Al-Qur’an, Jakarta, Penerbit Paramadina, 2001, hal. Xxv-xxvi).
Ketika Al-Qur’an menegaskan bahwa perempuan itu manusia, maka laki-laki dan perempuan sama-sama subyek kehidupan seutuhnya. Mereka sama-sama HANYA menghamba pada Allah (Tauhid) dan sama-sama mengemban amanah kekhalifahan di muka bumi untuk wujudkan kemaslahatan seluas-luasnya, termasuk dalam rumah tangga.
Dalam al-Hujurat/49:13 Allah menegaskan bahwa nilai manusia ditentukan oleh Taqwa-nya, yakni sejauhmana Tauhid-nya punya daya dorong sekuatnya untuk melahirkan kemaslahatan seluas-luasnya pada Makhluk Allah, dan sebaliknya punya daya tahan sekokohnya untuk tidak melahirkan kerusakan pada semesta.
Rasulullah Saw juga mengingatkan bahwa sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia. Jadi salah satu ciri orang yang bertaqwa adalah hidupnya bermanfaat seluas-luasnya. Begitu pun ciri perempuan yang bertaqwa.
Semoga kita bisa mengenali potensi diri masing-masing: fisik, akal, dan hati, juga mengenali modal sosial yang kita miliki: kesehatan, pemikiran, pengetahuan, pengalaman, jaringan, posisi, profesi, harta, dll kemudian bersinergi dengan yang lain agar hidup bisa bermanfaat secara maksimal.