Salah satu keistimewaan Nabi Muhammad SAW adalah memiliki hak untuk memberikan sebuah syafaat kepada umatnya. Lalu, apa itu syafaat? Secara bahasa, Syafaat bermakna permintaan dan perantara. Sedangkan secara ‘urf (kebiasaan) syafaat adalah permintaan dan perantara dari satu orang pada orang yang lain untuk memperoleh kebaikan. Dengan demikian yang dimaksud syafaat Nabi di hari kiamat adalah sebuah permintaan pertolongan kepada Allah yang diberikan oleh Nabi Muhammad kepada umatnya.
Hal ini didasari dengan Firman Allah dalam al-Qur’an:
عَسَىٰ أَن يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَّحْمُودًا ﴿٧٩﴾
Artinya: “Mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji.” (QS. Al-Isra’: 79)
Menurut mayoritas ulama, yang dikehendaki dalam kalimat ‘maqaman mahmuda’ dalam ayat tersebut adalah maqam syafaat Nabi Muhammad SAW. Sebagaimana diriwayatkan oleh sahabat Abu Hurairah RA ketika Rasulullah ditanya mengenai maksud Maqaman mahmuda, Rasulullah menjawab itu adalah syafaatnya.
Syafaat nabi yang disebut Syafaat al-Udzma. Apa itu syafaat al-udzma? Syafaat ini merupakan syafaat yang paling agung, sebagaimana artinya, dan hanya dimiliki oleh Nabi Muhammad. Syafaat ini pun berlaku bagi semua umat manusia, mulai zaman Nabi Adam hingga Nabi Muhammad.
Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dalam Shahih-nya: Ketika semua manusia berondong-bondong mengadukan nasibnya kepada para Nabi. Mereka semua justru tidak mendapatkan kabar gembira, yang ada para nabi tersebut merekomendasikan kepada Nabi lainnya. Hingga satu-satunya Nabi yang bisa memberikan syafaat adalah Nabi Muhammad SAW. Inilah yang dimaksud dengan syafaat al-Udzma.
Imam Ibnu Hajar al-Asqalani dalam Fathul Bari mengutip pendapat Imam An-Nawawi yang menyatakan bahwa syafaat di hari kiamat nanti terdapat lima macam. Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Qadhi Iyadh dalam As-Syifa:
Pertama, syafaat yang khusus dimiliki Rasulullah ﷺ, yaitu memberikan keringanan dan ketenangan bagi seluruh makhluk dari kegetiran dan ketakutan di padang mahsyar yang menggetirkan. Syafaat inilah yang dimaksud ulama sebagai “syafaat al-udzhma” karena meliputi seluruh makhluk, baik manusia maupun jin, baik yang mukmin maupun yang kufur.
Kedua, Syafaat Rasulullah SAW untuk memasukkan sekelompok orang ke dalam surga tanpa hisab.
Ketiga, syafaat untuk sekolompok orang agar tidak disiksa. Kelompok ini sebenarnya telah dihisab. Sedangkan hasilnya menunjukkan bahwa mereka seharusnya masuk neraka untuk disiksa. Namun berkat syafaat Nabi, mereka tidak jadi mendapatkan siksaan.
Keempat, syafaat untuk mengeluarkan pelaku maksiat dari dalam neraka.
Kelima, Syafaat Rasulullah SAW untuk mengangkat derajat sekelompok orang di dalam surga. Tidak ada dalil Al-Quran dan hadits yang menerangkan kekhususan syafaat ini untuk Rasulullah SAW. Tetapi Imam An-Nawawi menganggap hal itu mungkin.
Dari kelima macam syafaat diatas, yang secara khusus hanya dimiliki nabi adalah nomor satu dan dua. Sedangkan sisanya dimiliki oleh para malaikat, para nabi dan orang-orang yang sholih.
Syafaat sendiri merupakan salah satu bentuk kecintaan Rasulullah SAW yang amat besar kepada umatnya. Rasulullah tidak tega ketika melihat umatnya nanti pada hari kiamat menderita dan kesusahan. Oleh sebab itu, Rasulullah meminta kepada Allah agar diberi ‘hak’ khusus untuk memberi pertolongan kepada umatnya -tentunya setelah mendapat izin dari Allah. Mengenai hal ini Rasulullah pernah bersabda. Diriwayatkan dari Abu Hurairah Rasulullah SAW bersabda:
لِكُلِّ نَبِىٍّ دَعْـوَةٌ مُسْـتَجَابَةٌ فَتَعَجَّـلَ كُلُّ نَبِىٍّ دَعْوَتَـهُ وَإِنِّى اخْتَبَأْتُ دَعْـوَتِى شَــفَاعَةً لأُمَّـتِى يَوْمَ الْقِيَـامَـةِ فَهِىَ نَائـِلَةٌ إِنْ شَـاءَ اللَّهُ مَنْ مَـاتَ مِنْ أُمَّـتِى لاَ يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا
“Setiap Nabi mempunyai doa yang mustajabah, maka setiap Nabi doanya dikabulkan segera, sedangkan saya menyimpan doaku untuk memberikan syafaat kepada umatku di hari kiamat. Syafaat itu insya Allah diperoleh umatku yang meninggal tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun”. (HR. Muslim)
Dalam hadis lain yang diriwayatkan oleh Abu Musa Al-Asyari Rasulullah SAW bersabda:
خُيِّرْتُ بَيْنَ الشَّفَاعَةِ وَبَيْنَ أَنْ يَدْخُلَ نِصْفُ أُمَّتِى الْجَنَّةَ فَاخْتَرْتُ الشَّفَاعَةَ لأَنَّهَا أَعَمُّ وَأَكْفَى أَتُرَوْنَهَا لِلْمُؤْمِنِيْنَ الْمُتَّقِينَ؟ لاَ, وَلَكِنَّهَا لِلْمُذْنِبِينَ الْخَطَّائِينَ الْمُتَلَوِّثِينَ
“Saya diberi pilihan (oleh Allah) untuk memilih antara syafaat atau separuh umatku akan dimasukkan surga. Maka saya memilih syafaat, karena syafaat itu lebih umum dan lebih banyak. Apakah kamu sekalian melihat bahwa syafaat itu hanya untuk orang-orang mukmin yang bertaqwa?. Tidak, akan tetapi syafaat itu untuk orang-orang yang berdosa, penuh kesalahan, dan banyak kotoran”. (HR. Ibnu Majah)
(AN)
Wallahu a’lam.
Referensi: Fath al-Bari vol 11 [437], Ad-Durrul Mandzud [122], Hasyiyatul Baijuri ala Matnil Burdah [23] Khasais Ummat Muhammadiyah [313] As-Syifa Bita’rifi Huquq al-Musthofa vol. 1 [172]