Amerika Serikat membuktikan omongannya terkait penghentian bantuan dana untuk PBB. Hal itu ditengarai akibat banyak negara yang menolak kebijakan luar negeri mereka terkait Palestina. Khususnya terkait penolakan Yerussalem sebagai ibukota Israel.
Dana bantuan itu sejatinya dialirkan dari Washington melalui Badan Bantuan Perserikatan Bangsa untuk Pengungsi Palestina (United Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugees in the Near East/UNRWA). Amerika hanya menyetor 60 juta dolar untuk operasional tapi menahan 65 juta dolar sisanya.
Tidak tanggung-tanggung, jumlah itu kalau mengikuti kurs rupiuah sekarang senilai lebih dari 864 miliar.
Uang tersebut sejatinya digunakan untuk proyek-proyek kemanusiaan dan pengungsi di negara-negara konflik, khususnya upaya damai di Palestina.
“Ada kebutukan untuk melakukan pemeriksaan ulang mendasar terhadap UNRWA, baik dalam bagaimana badan itu dioperasikan mau pun didanai,” kata seorang pejabat yang berbicara dengan syarat namanya tak disebut kepada AFP sebagaimana dikutip dari Antara (18/1).
Dalam sejarahnya, UNRWA sendiri bekerja untuk isu-isu kesehatan dan bantuan darurat serta pendidikan bagi warga Palestina sejak rentang waktu yang tidak sebentar, sejak masa pendudukan Israel di Tepi Barat. Begitu halnya di jalur Gaza dan semenanjung Arab sejak tahun 50-an.
“Amerika Serikat telah menjadi satu-satunya donatur terbesar UNRWA selama beberapa dekade. Dalam beberapa tahun terakhir, kami menyumbang sekitar 30 persen pendapatan total UNRWA,” tambahnya.
Ia pun menambahkan, bantuan itu bisa jadi berakhir asalkan Palestina mau berbicara dengan Trump dan otoritas Amerika terkait nasib Palestina dan Israel. Meski begitu, hal tersebut bisa jadi urung terjadi mengingat eskalasi yang kian meningkat.
Pembekuan pendanaan dari AS ini juga membuat Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres prihatin, meskipun ia sendiri mengaku masih mempelajari lebih lanjut. Bahkan, ia pun berharap AS untuk melanjutkan pendanaan UNRWA sebab lembaga itu penting bagi stabilitas Timur Tengah.
“UNRWA bukan institusi Palestina namun institusi PBB,” katanya