Abu al-Hasan ‘Ali al-Asy’ari dalam “Maqalat al-Islamiyyin wa Ikhtilaf al-Mushallin” [Kairo: Maktabah an-Nahdhah al-Mishriyah, 1969, Juz I, h. 350], pada fasal “Hikayat Jumlah Qauli Ahlil Hadits”, menulis:
ويقرون بأن الايمان قول وعمل يزيد وينقص ويقولون اسماء الله هى الله ولا يشهدون على احد من اهل الكبائر بالنار ولا يحكمون بالجنة لأحد من الموحدين حتى يكون الله سبحانه ينزلهم حيث شاء ويقولون امرهم الى الله ان شاء عذبهم وان شاء غفر لهم
“Ahlus Sunnah menegaskan bahwa iman adalah perkataan dan perbuatan; bisa bertambah dan berkurang. Ahlus Sunnah menyatakan bahwa nama-nama Allah adalah Allah itu sendiri (bukan sesuatu yang eksistensinya terpisah). Ahlus Sunnah tidak bersaksi bahwa setiap pendosa besar akan masuk neraka, sebagaimana mereka tidak menghakimi bahwa setiap orang yang bertauhid akan masuk surga, sampai Allah sendiri yang menentukan sesuai kehendak-Nya. Ahlus Sunnah menyatakan bahwa perkara orang-orang itu di surga ialah diserahkan pada Allah. Jika Dia menghendaki, Dia mengazab mereka. Jika Dia menghendaki, Dia mengampuni mereka.”
***
Abu Hamid Al-Ghazali dalam “Fayshal at-Tafriqah”, fasal “Fi Ba’tsin-Nar” (Majmu’ah Rasa’il al-Imam al-Ghazali, Dar al-Kutub, 2006, Juz III, h. 96), tentang luasnya rahmat-Nya:
وأنا أقول: إن الرحمة تشمل كثيراً من الأمم السالفة، وإن كان أكثرهم يعرضون على النار إما عرضة خفيفة، حتى في لحظة، أو في ساعة، وإما في مدة، حتى يطلق عليهم اسم بعث النار بل أقول: إن أكثر نصارى الروم والترك في هذا الزمان تشملهم الرحمة إن شاء الله تعالى. أعني الذين هم في أقاصي الروم والترك، ولم تبلغهم الدعوة.
فإنهم ثلاثة أصناف: صنف لم يبلغهم اسم محمد صلى الله عليه وسلم أصلاً، فهم معذورون. وصنف: بلغهم اسمه ونعته، وما ظهر عليه من المعجزات، وهم المجاورون لبلاد الإسلام، والمخالطون لهم، وهم الكفار الملحدون. وصنف: ثالث بين الدرجتين، بلغهم اسم محمد صلى الله عليه وسلم، ولم يبلغهم نعته وصفته، بل سمعوا أيضاً منذ الصبا أن كذاباً ملبساً اسمه محمد ادعى النبوة، كما سمع صبياننا أن كذاباً يقال له المقفع، ادعى أن الله بعثه وتحدى بالنبوة كاذباً. فهؤلاء عندي في معنى الصنف الأول
“Saya katakan, rahmat Allah meliputi banyak bangsa terdahulu, meskipun kebanyakan mereka akan dimasukkan ke neraka. Ada yang masuk dalam waktu yang sebentar, bahkan sesaat, ada pula yang dalam beberapa waktu, hingga mereka disebut dibangkitkan dari neraka (ba’tsin-nâr). Bahkan saya katakan: Kebanyakan orang Nasrani di Romawi dan Turki di zaman ini (zamannya al-Ghazali) akan terliputi rahmat Allah, jika Allah menghendaki. Maksud saya, mereka yang tinggal di pelosok Romawi dan Turki dan dakwah belum sampai kepada mereka.
Mereka (Nasrani Romawi dan Turki) terdiri dari tiga golongan. Pertama, golongan yang nama Muhammad belum sampai sama sekali kepada mereka. Mereka ini ditolerir (ma’dzurûn). Kedua, golongan yang sampai kepada mereka nama Muhammad, tahu sifatnya, dan mukjizatnya; mereka juga tinggal di dekat negara Islam bahkan bergaul dengan orang Islam. Mereka inilah yang kafir dan ingkar. Ketiga, golongan yang berada di antara kedua golongan itu: telah sampai kepada mereka nama Muhammad, namun sifatnya belum sampai kepada mereka. Bahkan mereka mendengar sejak masa kecil mereka bahwa ada seorang pendusta bernama Muhammad yang mendaku sebagai nabi, sebagaimana anak kecil zaman ini (zamannya Al-Ghazali) sering mendengar ada seorang pendusta bernama Al-Muqaffa’ yang diutus Allah sebagai pendusta untuk menantang kenabian. Mereka, golongan ketiga ini, bagi saya, sebagaimana golongan yang pertama.”
***
Abu al-Hasan ‘Ali al-Asy’ari (874-936 M) ialah pengasas teologi Ahlus Sunnah wal-Jama’ah. Rumusan akidah mayoritas Sunni hari ini mengacu padanya. Di banyak kitab, ia kerap digelari dengan Syaikhu Ahlis Sunnah (Maha guru Ahlus Sunnah).
Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali (1058-1111 M), yang kerap digelari Hujjatul Islam itu, ialah penulis karya besar Ihya ‘Ulumuddin yang sampai hari ini banyak dikaji di berbagai universitas Islam dan pesantren. Ia menjadi rujukan ilmu-ilmu tasawuf Ahlus Sunnah wal-Jama’ah.