Tariq Ramadan, seorang intelektual Muslim yang dikenal melalui slogannya “Muslim Eropa bukan Muslim di Eropa”. Ia mencoba untuk menyuarakan kesetaraan antara kaum Muslim (imigran) di Eropa dengan penduduk asli Eropa melalui integrasi antar penduduk.
Baginya, tidak cukup Muslim diberikan izin tinggal di Eropa, namun juga harus memiliki hak politik, ekonomi dan sosial yang sama. Pemikirannya ini bisa jadi merupakan refleksi atas pengalaman Tariq sebagai seorang Imigran asal Mesir yang lahir dan tinggal di Swiss sejak 1962.
Cucu Hasan al-Banna ini juga menggugat sterotip bangsa Arab –Muslim- yang selalu dipandang negatif oleh Barat. Cara pandang ini mengantarkan pada kesimpulan bahwa tanpa Islam masalah akan berkurang dan ini jelas salah. Pada akhirnya seorang Muslim akan kebingungan memilih antara mempertahankan identias asli mereka ataukah harus berasimilasi dengan kebudayaan Eropa di mana mereka dipaksa untuk menghilangkan norma-norma agama dan budaya mereka yang mereka bawa dari negara asal mereka.
Bagi Tariq, ini merupakan sebuah tindakan intervensi negara terhadap wilayah individu. Maka, tawaran yang ia berikan adalah negara harus memberikan ruang kepada Muslim di Eropa untuk menjadi warganegara dan diperlakukan sama, sehingga muncullah istilah Muslim Eropa bukan Muslim di Eropa.
Pemikiran Tariq yang cukup keras ini mendatangkan banyak pujian dan juga kritikan. Bahkan, dalam tindakan ektrim, Tariq dilarang memasuki Amerika Serikat pada masa pemerintahan Bush dan tidak bisa memberikan ceramah di Universitas di Perancis. Hal ini dikarenakan Tariq dianggap sebagai sosok yang penuh dengan ambiguitas, berwacana ganda dan bekerja untuk mengislamkan Eropa. Tariq menjawab kritikan yang mencibir dirinya sebagai “doublespeak” dalam bukunya “What I Believe”, menyangkal bahwa orang-orang tersebut tidak mengerti metodologi yang ia gunakan.
Ia menjelaskan bahwa ia bukanlah seorang intelektual yang doublespeak akan tetapi ia menggunakan bahasa yang berbeda-beda sesuai dengan kapasitas keilmuan audiensinya namun tetap menyampaikan makna yang sama.
Di sisi lain, ia membenarkan bahwa dirinya adalah seorang intelektual yang kontroversial. Artinya, pemikirannya akan mendatangkan pujian dan kritikan. Namun baginya menjadi seseorang yang kontroversial adalah perkara yang baik karena menjadikan orang lain berfikir dan menulis untuk membantah pemikirannya.
Suami dari Iman ini juga menuliskan pendekatan yang ia gunakan sebagai seorang reformis Muslim. Ada tiga tahap yang ia gunakan untuk mengembangkan tulisannya: pertama, ia merujuk kepada sumber-sumber utama, mengutip Al-Quran dan Hadis Nabi Saw dan memahami makna tekstual dari teks tersebut.
Kedua, ia memaparkan penafsiran ulama terhadap Al-Quran dan Hadis dan melihat kemungkinan adanya penafsiran lain yang tidak merubah pesan dari teks tersebut; ketiga, Ia akan menuliskan pemahamannya yang bercorak reformis, yakni sebuah pemahaman yang dapat diimplemenatsikan dalam kehidupan saat ini. Bagi Tariq menjadi seorang reformis berarti menyuguhkan cara pandang yang berbeda.
Selain aktif menulis mengenai pergumulan Muslim di Eropa, putera dari Sayyid Ramadhan ini juga aktif dalam berorganisasi dan dunia akademik. Tariq Ramadhan merupakan pendiri Gerakan Globalisasi Alternatif (The Alter Globalization Movement), sebuah gerakan anti-globalisasi. Dia juga aktif membina generasi calom pemimpin Muslim di Eropa. Dalam setahun ia dan teman-teman bisa mentraining hingga 300 pemuda usia 20-30 tahun.
Beberapa teman yang membantunya adalah Zaid Shakir di Amerika Serikat, Tariq Oubrou, Dubois Hussein, Syeikh Zakariya di Perancis, Ataullah Siddiqui di Inggris, Hamzah Picardo di Italia. Ia juga mengajar di sejumlah tempat dan merupakan Professor dalam matakuliah Studi Islam Kontemporer dan Teologi di Universitas Oxford, Professor tamu di Fakultas Studi Islam di Qatar dan Universitas Malaysia Perlis, Peneliti Senior di Universitas Doshisha, Jepang dan merupakan Direktur dari Pusat Penelitian Etik dan Legislasi Islam di Qatar.
Sampai saat ini Tariq masih aktif menulis dan mengajar, beberapa buku terbarunya adalah “Islam and the Arab Awakening”, “The Arab Awakening: Islam and the New Middle East”, “The Quest for Meaning, Developing a Philosophy of Pluralism”, “Radical Reform, Islamic Ethics and Liberation” dan “Au péril des idées” yang ia tulis bersama Edgar Morin dalam bahasa Perancis. []
Unaesah Rahmah, Peneliti Hadis di el-Bukhari Institute