Salah satu tokoh yang langsung terbesit ketika membincang kesuksesan Dinasti Turki Utsmani adalah sosok Muhammad II yang bergelar Al-Fatih (1451-1481 M). Wajar, ia berhasil menaklukan imperium Byzantium dengan menduduki Konstantinopel pada tahun 1453 M. Meski demikian, Utsmani juga melahirkan satu sosok yang juga memiliki pengaruh terhadap perkembangan peradaban Islam di akhir abad ke-20. Ia adalah Sultan Mahmud II,
Sultan Mahmud II merupakan sultan yang ke-33 dari kesultanan Turki Utsmani. Ia menggantikan saudaranya Sultan Mustafa IV yang mati terbunuh dalam suatu pemberontakan tentara Yenissari. Pada masa awal pemerintahannya, kerajaan Turki Utsmani digambarkan dalam kondisi memprihatinkan, karena wilayahnya yang sangat luas namun tidak dapat lagi diawasi oleh pemerintah pusat secara efektif. Pemerintahan awal juga disibukkan dengan peperangan melawan Rusia untuk menundukkan daerah yang mempunyai kekuasaan otonomi besar.
Meski demikian, sosok yang lahir di Konstantinopel itu tercatat sebagai khalifah yang sukses meletakkan fondasi keterbukaan masyarakatnya terhadap peradaban luar. Banyak gebrakan yang dilakukan selama masa kekuasaannya. Pembaruan Sultan Mahmud II yang dinilai cukup berpengaruh pada tahun 1827 adalah di bidang pendidikan dan kebudayaan. Dalam aspek pendidikan, pembaruan ini dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan bagi pejabat militer, dokter militer dan sebagainya.
Langkah-langkah yang dilakukan untuk meningkatkan standar mutu dan kualitas pendidikan diantaranya, adalah; 1) Mengirim duta-duta ke Eropa untuk mempelajari kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi; 2) Mengeluarkan kebijakan wajib belajar mulai dari tingkat anak-anak sampai dengan tingkat dewasa; 3) Mendirikan sekolah-sekolah pengetahuan umum sekolah sastra, sekolah militer, sekolah teknik, kedokteran dan pembedahan sebagai lembaga pendidikan tingkat menengah bagi masyarakat umum dengan maksud mempersiapkan kader-kader yang akan menjadi pegawai negeri sipil; 4) Fasilitas-fasilitas literatur yang tersedia di sekolah-sekolah tersebut; 5) Mengadakan pengembangan kurikulum.
Sang Sultan melakukan pengembangan kurikulum di madrasah-madrasah dengan menambahkan pengetahuan-pengetahuan umum di dalamnya, seperti hadirnya mata pelajaran matematika, sejarah, dan geografi. Hal ini menyebabkan banyak ulama Turki terkejut karena ide-ide pembaruan yang bersumber dari Barat, baik melalui bacaan-bacaan ataupun yang dibawa oleh siswa yang telah studi di Eropa dinilai cenderung bersifat sekuler. Benar, Mahmud II banyak mengirim rombongan pelajar ke London dan Paris untuk mempelajari seni dan ilmu pengetahuan modern. Namun, segala reaksi negatif itu tidak menghentikannya untuk terus melakukan pembaruan kebijakan di masa pemerintahannya.
Sultan Mahmud mendirikan sekolah di luar Madrasah karena ia melihat bahwa Madrasah yang didirikan ulama yang anti pembaruan sangat sulit dibentuk kepribadiannya karena sudah mendarah
daging, atau bisa dikatakan kolot, sehingga ia berinisiatif untuk mendirikan sekolah umum. Dengan demikian, ia dapat dengan mudah memberikan pengkaderan yang mampu menerima literatur baru.
Pada tahun 1831, Sultan Mahmud II mengeluarkan surat kabar resmi Takvim-i Vekayi. Selain menggambarkan berbagai peristiwa dan berita-berita yang sangat signifikan dalam
pengembangan dan peningkatan kualitas berpikir masyarakat, juga dijadikan sebagai sarana bagi pemerintah untuk menginformasikan berbagai informasi dan program pemerintah.
Sultan Mahmud II, dikenal sebagai Sultan yang tidak mau terikat pada suatu budaya dan tradisi, bahkan tidak segan-segan untuk melanggarnya. Sultan-sultan sebelumnya menganggap
dirinya memiliki derajat tinggi dan tidak pantas bergaul dengan rakyat. Oleh karena itu, mereka selalu mengasingkan diri dan menyerahkan soal mengurus rakyat kepada bawahan, sehingga timbul suatu image bahwa mereka bukan manusia biasa.
Budaya aristoraksi ini dilanggar oleh Sultan Mahmud II dengan mengambil sikap demokratis dan selalu muncul di muka publik. Ia bersedia berbicara atau menggunting pita pada acara
formal, menteri dan pembesar negara lainnya dibiasakan duduk bersama jika datang menghadap.
Masih dalam konteks budaya, Mahmud II juga melakukan reformasi di wilayah fashion, di mana ia memperkenalkan busana yang mirip dengan pakaian Eropa saat itu dan mengganti surban dengan fez dan baghdan (topi romawi). Ia memerintahkan pegawai pemerintahan sipil dan militer mengenakan pakaian baru di tempat kerja mereka. Karena Sultan Mahmud II mengikuti gaya pakaian masyarakat Eropa yang dianggap oleh para ulama Turki sebagai orang kafir, maka Sultan Mahmud II diberi julukan “sultan kafir”.
Rakyat biasa juga dianjurkan untuk meninggalkan pakaian tradisionalnya dan menukarnya dengan pakaian Barat. Perubahan pakaian ini dimaksudkan supaya perbedaan status sosial yang mencolok dalam masyarakat segera dihilangkan. Jadi perubahan pola pikir dan kebiasaan yang membudaya ditengah pejabat dan masyarakat dikikis sedikit demi sedikit oleh Sultan Mahmud II, ia kemudian berhasil menciptakan suatu kebudayaan yang inovatif.
Reformasi yang dilakukan Sultan Mahmud II berhasil menghilangkan berbagai kebijakan konservatif yang kerap menjadi hambatan para Sultan Ottoman. Keberhasilannya ditandai dengan adanya perubahan politik dan sosial kesultanan, yang pada akhirnya mengarah pada lahirnya Republik Turki Modern. Selain itu, Sultan Mahmud II dikenal sebagai peniru Barat yang membuat Kekaisaran Ottoman akhirnya membuka diri terhadap modernisasi. Berkat keberhasilannya dalam mereformasi pemerintahan Ottoman, ia kerap disebut sebagai “Peter Agung dari Turki”.
Sultan Mahmud II wafat akibat penyakit TBC pada 1839 pada usia 54 tahun. Pemakamannya ramai didatangi oleh banyak orang, yang ingin mengucapkan selamat tinggal pada tokoh reformasi dan pembaru Kesultanan Utsmaniyah ini. Sepeninggal Sultan Mahmud II, takhta Kesultanan Utsmaniyah jatuh ke tangan putranya, Abdul Majid I. Pemikiran dan pokok-pokok pembaruan yang dilakukan Sultan Mahmud II terus dipegang oleh penguasa setelahnya, hingga akhirnya mengarah pada lahirnya Republik Turki Modern.