Selama ini, banyak orang mengasosiasikan kekayaan dengan banyaknya harta dan kemewahan yang dimiliki. Kekayaan seringkali diukur dari jumlah uang, properti, atau aset yang dimiliki seseorang. Namun, pandangan ini sebenarnya tidak sepenuhnya benar. Kekayaan sejati tidak semata-mata terkait dengan materi, melainkan dengan perasaan cukup dan kepuasan hati yang dimiliki seseorang. Inilah yang dijelaskan oleh Quraish Shihab dalam salah satu episodenya bersama Najwa Shihab di program Shihab & Shihab.
Dalam pembahasan mengenai surat ad-Dhuha ayat 8, Quraish Shihab mengungkapkan sebuah pandangan yang mendalam tentang kekayaan dan kemiskinan. Menurutnya, “semakin butuh, semakin miskin.”
“Kaya itu, eh, diukur dengan ketidakbutuhan. Semakin butuh Anda semakin miskin, ya, kan. Kalau tidak butuh itu kaya,” tutur penulis Tafsir Al-Mishbah ini.
Pernyataan ini menunjukkan bahwa seseorang yang semakin membutuhkan banyak hal justru semakin merasa kekurangan, meskipun harta bendanya melimpah. Sebaliknya, orang yang mampu merasa cukup dengan sedikit, yang tidak terus-menerus diliputi oleh keinginan yang tak pernah habis, justru merupakan orang yang kaya secara sejati.
“Jadi, bisa jadi, orang yang sedikit hartanya lebih kaya dari miliuner,” tambahnya.
Penjelasan ini merupakan penafsiran Quraish Shihab tentang surat ad-Dhuha ayat 8, Allah SWT berfirman:
وَوَجَدَكَ عَاۤىِٕلًا فَاَغْنٰىۗ
“dan mendapatimu sebagai seorang yang fakir, lalu Dia memberimu kecukupan?” (QS. ad-Dhuha: 8)
Ayat ini bisa digunakan sebagai pengingat bahwa kekayaan bukan semata-mata soal materi, melainkan tentang kecukupan, kepuasan, dan penerimaan terhadap apa yang telah dianugerahkan oleh Allah.
Quraish Shihab juga menyoroti contoh dari kehidupan Nabi Muhammad SAW. Menurutnya, Nabi itu berkecukupan bukan karena Sayyidah Khadijah, istrinya kaya. Memang, istrinya kaya secara materi, tetapi Rasul memiliki sikap hidup yang sederhana dan merasa cukup dengan apa yang dimiliki. Nabi tidak kaya dalam harta, namun kaya juga dalam rasa syukur dan kepuasan hati terhadap nikmat Allah. Inilah yang membuatnya menjadi sosok yang benar-benar kaya, baik dalam pandangan manusia maupun di mata Allah.
Oleh karena itu, kita perlu untuk merefleksikan kembali makna sejati dari kekayaan dan kemiskinan. Dalam dunia yang sering kali mengukur kesuksesan dan kebahagiaan dengan materi, kita diingatkan bahwa kekayaan sejati adalah ketika kita merasa cukup, tidak terus-menerus dibebani oleh keinginan yang tidak pernah terpenuhi. Semakin kita merasa cukup dengan apa yang dimiliki, semakin kita kaya dalam makna yang sebenarnya.
Surat ad-Dhuha ayat 8 juga mengajarkan kepada kita untuk selalu bersyukur atas segala nikmat yang diberikan oleh Allah, dan untuk tidak terjebak dalam ilusi bahwa kekayaan adalah segalanya. Karena pada akhirnya, kekayaan yang paling berharga adalah hati yang merasa cukup dan jiwa yang tenang.
(AN)