Puasa yang Dilakukan Nabi Muhammad SAW Sebelum Syariat Puasa Ramadan Diturunkan

Puasa yang Dilakukan Nabi Muhammad SAW Sebelum Syariat Puasa Ramadan Diturunkan

Sebelum syariat puasa Ramadan diturunkan, Nabi Muhammad SAW beserta para sahabat pernah melakukan beberapa puasa. Apa saja?

Puasa yang Dilakukan Nabi Muhammad SAW Sebelum Syariat Puasa Ramadan Diturunkan

Puasa bisa dibilang menjadi salah satu ibadah tertua yang ada dalam kehidupan umat beragama. Sebelum adanya kewajiban puasa Ramadan, Masyarakat beragama telah terlebih dahulu melakukan ritual yang sama. Hanya saja, durasi waktu, hari yang ditetapkan, serta durasinya berbeda.

Pada masa Nabi Adam misalnya, dalam catatan Ibnu Katsir ketika menafsirkan surat al-Baqarah  disebutkan bahwa bapak manusia ini pernah melakukan puasa tiga hari setiap bulan selama setahun. Selain tiga hari tersebut, ada beberapa versi lain dari puasa Nabi Adam, ada yang menyebut Nabi Dawud juga pernah melakukan puasa selang hari: hari ini puasa, esok tidak, begitu seterusnya. Pada akhirnya, puasa ala Nabi Dawud ini dikenal dengan puasa Dawud.

أَحَبُّ الصَّلاَةِ إِلَى اللَّهِ صَلاَةُ دَاوُدَ – عَلَيْهِ السَّلاَمُ – وَأَحَبُّ الصِّيَامِ إِلَى اللَّهِ صِيَامُ دَاوُدَ ، وَكَانَ يَنَامُ نِصْفَ اللَّيْلِ وَيَقُومُ ثُلُثَهُ وَيَنَامُ سُدُسَهُ ، وَيَصُومُ يَوْمًا وَيُفْطِرُ يَوْمًا

Shalat terbaik di sisi Allah adalah shalatnya Nabi Daud AS. Dan Puasa terbaik di sisi Allah adalah puasa Daud. Nabi Daud dahulu tidur pada pertengahan malam dan shalat pada sepertiga malamnya dan tidur lagi di seperenamnya. Sedangkan puasa Daud yaitu puasa sehari dan tidak berpuasa di hari berikutnya.” (HR. Bukhari no. 1131).

Selain nabi-nabi di atas, beberapa nabi juga melaksanakan ibadah puasa, seperti Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Yaqub, Nabi Ayyub, hingga Nabi Musa. Puasa Nabi Musa nanti akan disinggung pada bagian akhir artikel ini. Meskipun ada juga riwayat lain.

Pada dasarnya, tidak dijelaskan secara pasti bagaimana tata cara puasa para nabi terdahulu sebelum Nabi Muhammad SAW. Apakah sama dengan tata cara puasa Ramadan sebagaimana yang dilaksanakan umat Islam saat ini ataukah berbeda.

Pada era Islam awal, Nabi juga tercatat pernah melakukan beberapa puasa sebelum diwajibkan puasa Ramadan. Sebelum hijrah, Nabi belum melakukan puasa. Misalnya puasa tiga hari setiap pertengahan bulan (13,14, dan 15 setiap bulan Qamariyah), dikenal dengan puasa Ayyam al-Bidh. Ini ditegaskan dalam beberapa Riwayat hadis, salah satunya, Bukhari:

صَوْمُ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ صَوْمُ الدَّهْرِ كُلِّهِ

Puasa tiga hari (ayyam al-bidh, pahalanya) seperti puasa setahun penuh. (H.R al-Bukhari)

Masyarakat Arab dulu juga mengenal puasa Asyura, yaitu puasa setiap tanggal 10 Muharram. Sebelum disyariatkan puasa Ramadan, orang Arab sudah melakukan puasa ini. Catatan ini bisa dilacak dalam sebuah hadis dari Aisyah yang diriwayatkan oleh al-Bukhari,

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا أَنَّ قُرَيْشًا كَانَتْ تَصُوْمُ عَاشُورَاءَ فِي الْجَاهِلِيَّةِ ثُمَّ أَمَرَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِصِيَامِهِ حَتَى فُرِضَ رَمَضَانَ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “مَنْ شَاءَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ شَاءَ فَلْيُفْطِرْهُ.”

“Dari Aisyah RA bahwa saat zaman jahiliyah dahulu orang-orang Quraisy melaksanakan puasa Asyura. Lalu Rasulullah SAW tetap memerintahkan umatnya untuk melaksanakan puasa tersebut. Sampai turun kewajiban puasa Ramadhan. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bagi yang ingin, silakan puasa, bagi yang tidak puasa juga tidak mengapa.” (H.R al-Bukhari)

Ketika hijrah ke Yatsrib (kini Madinah), Nabi menemukan tradisi orang Yahudi Madinah yang menjalankan puasa ini. Setelah itu, nabi meminta para sahabat untuk melakukannya, bahkan nabi mengatakan umat Islam lebih berhak untuk melakukannya. Imam an-Nawawi Ketika men-syarahi hadis dalam Sahih Muslim, mengutip sebuah hadis dalam bab Shaum Yaum Asyura,

إِنَّ النَّبِيَّ ﷺ قَدِمَ الْمَدِينَةَ فَوَجَدَ الْيَهُودَ يَصُومُونَ عَاشُورَاءَ وَقَالُوا إِنَّ مُوسَى صَامَهُ وَإِنَّهُ الْيَوْمُ الَّذِي نَجَوْا فِيهِ مِنْ فِرْعَوْنَ وَغَرِقَ فِرْعَوْنُ فَصَامَهُ النَّبِيُّ ﷺ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ وَقَالَ نَحْنُ أَحَقُّ بِمُوسَى مِنْهُمْ

Sesungguhnya saat nabi sampai di kota Madinah, beliau mendapati orang Yahudi berpuasa Asyura. Orang Yahudi itu beralasan bahwa Nabi Musa puasa pada hari tersebut. Pada hari tersebut juga Nabi Musa diselamatkan dari Firaun yang kemudian tenggelam. Maka Nabi berpuasa dan memerintahkan agar muslim berpuasa Asyura. Nabi bersabda, “Kami (umat Islam) lebih berhak atas Nabi Musa dari pada orang-orang Yahudi.”

Dalam hadis lain, Nabi menganjurkan untuk menambahkan satu hari sebelum berpuasa Asyura (Tasua, 9 Muharram).

عاشوراء فقالوا يا رسول الله إنه يوم تعظمه اليهود والنصارى فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: فإذا كان العام المقبل إن شاء الله تعالى صمنا اليوم التاسع، قال: فلم يأت العام المقبل حتى توفي رسول الله صلى الله عليه وسلم

“Dari Ibn Abbas RA, sesungguhnya Rasulullah SAW berpuasa hari Asyura, kemudian para sahabat berkata, “Wahai Rasul SAW, sesungguhnya Asyura adalah hari agung bagi kaum Yahudi dan Nasrani,” kemudian Rasul berkata, “Jika tiba muharram tahun depan, insya Allah kita berpuasa di hari kesembilan. Ibn Abbas berkata, “Rasulullah wafat sebelum datang bulan Muharram tahun selanjutnya.” (H.R Muslim)

Jika dirunut secara kronologi, ada beberapa graduasi pelaksanaan puasa Asyura, yaitu: dilakukan terlebih dahulu orang Arab Quraisy pra Islam, dilanjutkan pada masa Nabi setelah sampai di Madinah, dan ditambahkan hari sebelumnya menjelang wafatnya Nabi, sehingga beliau belum sempat melaksanakannya.

Para ulama secara sepakat menyatakan bahwa puasa Asyura adalah puasa sunnah. Terbukti dari hadis Aisyah yang menyebutkan bahwa ketika syariat puasa Ramadan sudah diturunkan, Nabi membolehkan para sahabat untuk memilih antara puasa atau tidak.

Namun demikian, para ulama berbeda pendapat terkait puasa Asyura sebelum syariat puasa Ramadan turun. Imam Abu Hanifah mengatakan bahwa pada saat itu puasa Asyura adalah wajib. Pendapat ini didasarkan pada redaksi hadis ‘wa amara bi siyamihi’ (dan nabi memerintahkan untuk berpuasa pada hari Asyura). Sedangkan ashab al-Syafi’I (murid-murid Imam as-Syafii), terdapat dua pandangan. Ada yang mengatakan sunnah sebagaimana an-nawawi dan wajib sebagaimana pendapat Abu Hanifah.

Itulah beberapa puasa yang dilakukan muslim sebelum syariat puasa Ramadan diturunkan. Ini sekaligus menjadi dasar dan bukti bahwa puasa memang sudah dilakukan oleh umat-umat terdahulu sebelum datangnya Nabi Muhammad dan syariat Ramadan.

(AN)