Isra’ Mi’raj merupakan salah satu fenomena gaib yang dipercaya oleh umat Islam. Pada mulanya, banyak yang tidak percaya akan fenomena tersebut. Namun berkat Abu Bakar para pengikut Nabi lambat laun mempercayai fenomena tersebut, hingga pada akhirnya Abu Bakar mendapat gelar As-Shiddiq. Salah satu oleh-oleh yang dibawa oleh Nabi kepada umat muslim adalah sholat lima waktu.
Terkait dengan perjalanan tersebut, Nabi diberikan sebuah kenikmatan rohaniah oleh Allah SWT. Hal ini dikarenakan selama perjalanan, Nabi Muhammad dipertemukan dengan para nabi terdahulu, hingga bisa berdialog dengan Allah. Ini merupakan sebuah kenikmatan rohaniah yang dirasakan oleh manusia yang diberi risalah kenabian.
Meskipun demikian, namun Nabi masih ingat bahwa Nabi sendiri merupakan utusan Allah yang belum menyelesaikan misi dakwahnya. Nabi masih ingat bahwa beliau tidak hanya sebagai pemimpin rohaniah umat manusia, melainkan juga sebagai pemimpin umat manusia. Oleh karenanya, menurut Muhammad Iqbal, dalam bukunya Rekonstruksi Pemikiran Agama Islam, dijelaskan bahwa apabila yang naik ke langit adalah seorang sufi maka ia akan enggan untuk kembali ke bumi lantaran sudah menemukan kenikmatan rohaniah sejati.
Namun dalam batasan tertentu, Nabi merupakan sosok manusia yang memiliki tanggung jawab besar atas umat manusia. Oleh karena itu, Nabi kembali ke bumi untuk menyelesaikan perkara-perkara yang menjadi tanggung jawabnya. Pada intinya, kembalinya Nabi ke bumi membawa beberapa risalah baru yang tidak hanya terkait dengan relijiusitas dan spiritualitas umat Islam, melainkan juga tanggung jawab beliau sebagai pemimpin umat manusia.
Oleh karena itu, bagi Iqbal, kembalinya Nabi ke bumi untuk melakukan misi pemberadaban umat manusia. Di antara umat manusia masih banyak ditemukan ketidakadilan yang dilakukan oleh manusia. Maka kembalinya Nabi ditugaskan untuk memberadabkan umat manusia.
Misi pemberadaban tersebut terkandung dalam al-Qur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad. Al-Qur’an tidak hanya memuat ajaran-ajaran tentang hubungan antara Tuhan dengan manusia, melainkan juga memuat ajaran hubungan antar manusia. Hubungan antar manusia ini lah misi pemberadaban yang dibawa oleh Nabi di muka bumi ini.
Melalui al-Qur’an Nabi mencoba memberikan suri tauladan yang baik untuk kehidupan manusia. Terdapat nilai universal dalam al-Qur’an yang ditujukan untuk umat manusia. Nabi memiliki kewajiban untuk menyampaikan nilai universal dari al-Qur’an tersebut. Hal ini bertujuan agar umat muslim pada khususnya, dan umumnya umat manusia bisa mengambil hikmah dari al-Qur’an.
Penyampaian misi tersebut menunjukkan bahwa sosok Nabi tidak hanya dikenal sebagai pribadi yang religius melainkan juga sosial. Kembalinya Nabi ke bumi ditugaskan untuk memberikan contoh kepada umat muslim dan manusia secara keseluruhan tentang bagaimana tata hidup bersosial dan bermasyarakat. Sebagai pemimpin umat, Nabi bertanggung jawab memberikan contoh yang baik menjadi seorang pemimpin.
Selain itu, kembalinya nabi ke bumi bisa diinterpretasikan sebagai upaya seorang pemimpin agama yang tidak lupa akan tanggung jawab sosialnya. Nabi menyadari bahwa umat manusia dan umat muslim masih menunggunya di bumi, dan Nabi menyadari tentang misi dakwahnya yang belum selesai. Oleh karena itu, Nabi kembali ke bumi untuk menyelesaikan perkara dan supaya bisa menjadi suri tauladan bagi umat manusia.
Poin penting dari fenomena tersebut juga bisa diinterpretasikan sebagai kritik atas orang-orang yang lupa tanggung jawabnya baik sebagai pribadi ahli agama maupun sosial. Para ulama sufi, misalnya, apabila ia tidak bisa menjadi broker cultur di masyarakat, maka posisinya sebagai ulama kurang meniru sosok Nabi. Begitu juga dengan para pemimpin sosial atau politik tidak diperbolehkan lupa dengan agamanya.
Semua harus berjalan beriringan. Perjalanan Nabi ke Sidratul Muntaha menandakan puncak dari spiritualitas manusia. Sementara kembalinya Nabi ke bumi merupakan representasi dari sosok pemimpin yang bertanggung jawab atas tugas yang diembannya.
Maka dalam hal ini, hikmah yang bisa diambil dari perjalanan Isra’ Mi’raj Nabi berkaitan dengan penyeimbangan antara dunia spiritual dengan sosial. Nabi sudah mencontohkan demikian, selanjutnya umat Islam seyogyanya meniru tauladan yang sudah dicontohkan oleh Nabi. Wallahhua’lam.