Tak terasa, Momen Pilpres akan dilaksanakan beberapa hari lagi. Persaingan tidak hanya dirasakan oleh kedua paslon saja, akan tetapi juga dari pendukungnya. Di media sosial, para pendukung dari ke dua paslon saling memaparkan visi, misi, dan program kerja dari paslon pilihanya.
Sayangnya, persaingan yang seharusnya dilandasi nilai persaudaraan, dinodai dengan saling caci maki dari antar sebagian pendukung. Bahkan, saudara-saudara kita yang muslim juga terjebak caci maki dengan saudaranya yang muslim juga pada moment ini.
Perlu kita ingat, Nabi Muhammad SAW telah berpesan jauh sebelumnya kepada kita, bahwa sesama muslim itu adalah saudara, beliau bersabda:
الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لاَ يَظْلِمُهُ وَلاَ يُسْلِمُهُ وَمَنْ كَانَ فِي حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ اللَّهُ فِي حَاجَتِهِ وَمَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً فَرَّجَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرُبَاتِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ (رواه البخاري).
“Seorang Muslim adalah saudara bagi muslim lainya, dia tidak menzaliminya dan tidak membiarkanya untuk disakiti. Siapa yang membantu kebutuhan saudaranya, maka Allah akan membantu kebutuhanya. Siapa yang menghilangkan satu kesusahan seorang muslim, maka Allah menghilangkan satu kesusahan bgainya dari kesusahan-kesuhan hari kiamat. Dan siapa yang menutupi (aib) seorang muslim, maka Allah akan menutup aibnya pada hari kiamat. (H.R Bukhari)
Alasan Nabi Muhammad Saw mengatakan bahwa seorang muslim dengan muslim lainya adalah saudara, ialah karena hakikat saudara tidak menyakiti saudaranya, bahkan saling memberikan manfaat antar saudara.
Persaudaraan ini meliputi bagi seluruh muslim, baik merdeka ataupun budak, dan baik yang sudah baligh ataupun belum. Sehingga, persaudaraan ini tidak dibatasi oleh status sosial.
Sebagaimana hakikat persaudaraan, sesama saudara dilarang untuk saling menzalimi. Haram hukumnya seorang muslim menyakiti muslim lain. Kezaliman tidak membawakan manfaat apa-apa, justru hanya berujung penyesalan dan dendam. Ketika saudara muslim kita menjadi pelaku atau korban kezaliman, maka sudah sepatutnya kita menolongnya. Nabi Muhammad Saw bersabda:
اُنْصُرْ أَخَاكَ ظَالِمًا أَوْ مَظْلُومًا قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ هَذَا نَنْصُرُهُ مَظْلُومًا فَكَيْفَ نَنْصُرُهُ ظَالِمًا قَالَ تَأْخُذُ فَوْقَ يَدَيْهِ (رواه البخاري)
“Tolonglah saudaramu yang berbuat zalim dan yang dizalimi”. Mereka bertanya: “Wahai Rasulullah, jelas kami paham menolong orang yang dizalimi tapi bagaimana kami harus menolong orang yang berbuat zalim?”. Beliau bersabda: “Pegang tanganya (agar tidak berbuat zalim)”. (H.R Bukhori)
Hadis di atas mendorong kita untuk menolong pelaku kezaliman sejak dini dengan cara mencegahnya untuk melanjutkan kezalimanya, bukan untuk dibiarkan. Jika pelaku kezaliman dibiarkan, maka ditakutkan kezalimanya akan menjadi membesar dan meluas, dan juga pelaku tersebut akan “keasyikan” dalam kezalimanya, sehingga ia akan meneruskan perbuatanya tersebut.
Jika ada seorang muslim yang membantu kebutuhan muslim lainya, maka kebutuhannya juga akan dibantu oleh Allah SWT. Inilah janji Allah SWT yang ia janjikan kepada umatnya melalui lisan Rasul-Nya. Ini membuat kita tidak ragu-ragu membantu saudara kita yang muslim, khususnya ketika sedang dalam kesulitan.
Semoga, dari penjelasan di atas, kita bisa menjaga “kewarasan” dalam tahun politik ini. Jangan sampai kita mengorbankan Ukhuwah Islamiyah kita hanya untuk syahwat politik.
Wallahu A’lam.