Bagaimana sih non-muslim atau kafir dan kenapa diperdebatkan? Saya ingin sharing isi kitab yg ditulis oleh Syeikh YUSUF AL-QARADHAWI, yakni kitabnya “خطابنا الاسلمي في عصر العولمة”.
Kitab ini mengelaborasi dengan apik tentang toleransi beragama yg sangat moderat tapi tidak kebablasan, dan tetap di jalur syariat yg benar.
Di halaman 44-45 beliau menulis sebagai berikut: (versi bahasa arabnya saya sertakan dalam gambar)
……
Non-Muslim Sebagai Pengganti Kata “Kafir”
Di antara ajaran Islam yang penuh hikmah dan nasihat yang baik dan ditujukan pada ummat Islam, khususnya di era gobalisasi seperti saat ini adalah :
Hendaknya tidak memanggil orang-orang yang berbeda keyakinan dengan sebutan ‘Kafir atau Kuffar’, walaupun kita memang meyakini kekufurannya secara aqidah. Apalagi jika mereka adalah Ahli Kitab (Nashrani dan Yahudi).
Mengapa? Ada dua alasannya:
Pertama, Kata ‘Kafir’ punya banyak makna, salah satunya bermakna ‘orang yang berbeda keyakinan dengan kita’. Termasuk didalamnya, orang-orang yang sama sekali tidak mau mengimani apa-apa yang tidak tertangkap dengan panca indera.
Kedua. Sesungguhnya al-Quran mengajarkan pada kita agar tidak memanggil manusia -walaupun ia memang kafir- dengan panggilan ‘Kafir’.
Maka, Allah memilih untuk memanggil orang-orang yang tidak beriman pada-Nya dengan kalimat: “Wahai Manusia”, “Wahai Bani Adam”, dan “Wahai Ahli Kitab”.
Dan tidaklah dalam Al-Quran Allah memanggil mereka dengan panggilan “Wahai orang-orang Kafir”, kecuali dalam 2 ayat saja, yakni dalam surat At-Tahrim ayat 7 dan dalam Surat Al-Kafirun ayat 1.
Adapun yang melatarbelakangi panggilan Allah dengan panggilan ‘Kafir’ dalam surat ini adalah karena Allah menegur kaum musyrikin penyembah berhala yang menawarkan pada Nabi Muhammad SAW agar beliau SAW menyembah tuhan-tuhan mereka selama satu tahun, lalu kemudian mereka (musyrikin) menyembah Tuhannya Nabi SAW selama satu tahun juga.
Maka, surat al-Kafirun ini menjadi perintah dari Allah langsung untuk menolak tegas tawaran keji mereka. Allah memilih kata-kata dan susunan kalimat dalam surat al-Kafirun yang sangat keras dan sarkastis untuk menolak tawaran mereka yang terlalu keji itu.
Namun, di akhir ayat-Nya pun Allah tetap berbelas kasih pada mereka dengan kalimat penutup yang berbunyi “Bagimu agamamu, dan bagiku agamaku”.
Oleh sebab itu, Saya (al-Qardhawi) sejak dulu menyatakan agar memanggil orang-orang yang berbeda agama dengan kita dengan panggilan ‘Non-Muslim (Ghair al-Muslimin)’. Bukan Kafir.
Dan kitab saya yang berjudul “Ghair al-Muslimin (Non-Muslim) Dalam Masyarakat Islam” telah terbit sejak lama, dan dicetak berkali-kali, serta diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa.
Referensi:
Yusuf Al-Qardhawi,
Khitabuna Al-Islamy Fi Ashri Al-Aulamah, Halaman 44-45.