Kisah tragedi kematian Al-Hallaj, mistikus besar itu disampaikan berbagai sumber dengan beragam nuansa mitologis dan dongeng (usthûrah) masing-masing yang acap berlebih-lebihan, tetapi diminati sebagian orang. Misalnya cerita yang berkembang kemudian, “Al-Hallaj tidak mati. Dia naik ke langit seperti Isa dan akan kembali ke bumi, seperti Isa,”. Atau : “Sungai Tigris subur-makmur berkat abu tubuh al-Hallaj.”
Konon, pada hari ketiga kematian al-Hallaj, Tigris memuntahkan kemarahannya dengan menenggelamkan bumi Baghdad.
Kuburannya di Baghdad sampai hari ini, menjadi tempat ziarah paling ramai dikunjungi beribu orang tiap hari dari berbagai penjuru bumi.
Ada beragam tanggapan orang sekitar alasan eksekusi terhadap al-Hallaj. Sejumlah ahli fiqh mengaggap vonis mati baginya adalah karena dia menentang ibadah Haji (abthala al Hajj). Menurut mereka al-Hallaj tidak mewajibkan kaum muslimin melaksanakan ibadah hajinya di Makkah, melainkan cukup di hati saja. Sebagian yang lain berpendapat bahwa hukuman mati terhadap al-Hallaj lebih disebabkan oleh motiv politik.
Dia dituduh sebagai tokoh yang berada di belakang gerakan politik Qaramitah atau Syiah Ismailiyyah, kelompok yang memberontak dan berusaha menggulingkan kekuasaan yang sah. Dua pendapat terakhir ini memperlihatkan kepada kita bahwa pembunuhan atas al-Hallaj tidak karena pandangan-pandangan sufismenya.
Ekstasi-ekstasi terbuka al-Hallaj yang mengungkapkan “Ittihad” atau “Hulul”, kemanunggalannya dengan Tuhan : “Akulah Kebenaran”, bukanlah factor utama. Berbeda dengan dua pandangan ini, Abu Bakar Al-Syibli, teman sekaligus gurunya, menyatakan bahwa ia dibunuh karena menyebarkan rahasia-rahasia ketuhanan di hadaoan publik awam. Syibli mengatakan :
“Inna Allah Athlaaka ala Sirr min Asraarihi Fa adzaatahu. Fa Adzaqaka Allah Thama al Hadid” (Tuhan telah memperlihatkan padamu satu rahasia dari rahasia-rahasia-Nya, lalu engkau sebarkan. Maka Tuhan menimpakanmu pukulan besi).
Betapa beragam pendapat mengapa Al-Hallaj dibunuh. Wallahu A’lam.