Menjadi Gusdurian

Menjadi Gusdurian

Bagaimana sih menjadi Gusdurian di tengah isu HAM yang seperti tidak terselesaikan ini

Menjadi Gusdurian

Suatu ketika, dalam local meeting Gusdurian Batu yang diselenggarakan di Gereja Kristen Indonesia, Kota Batu, Bibit Sarmini, Koordinator Perempuan Sapto Darmo, mengajukan sebuah pertanyaan :

“Untuk memberi penjelasan yang mudah tentang Gusdurian kepada orang umum, kira-kira apa itu Gusdurian? Saya sendiri masih kebingungan memberi penjelasan”

Kegundahan Bu Bibit itu dijawab dengan pas oleh Pendeta Naradha dari GKJW Kota Batu :

“Gusdurian adalah 9 nilai”

Benar, penjelasan paling ringkas tentang Gusdurian adalah 9 nilai. 9 nilai itulah yang menjadi aras sekaligus arus gerak-juang Gusdurian, baik sebagai individu maupun komunitas.

9 nilai itu terejawantah dalam Ketauhidan, kemanusiaan, keadilan, kesetaraan, persaudaraan, pembebasan, kesederhanaan, kekesatriaan, dan kearifan lokal. Nilai-nilai itulah yang menjadi karakter, sikap, dan laku Gusdurian.

Energi 9 nilai itu telah menjadi irama gerak semua jejaring Gusdurian di seluruh Indonesia. Mereka adalah murid-murid Gus Dur yang belajar mempraktekkan nilai-nilai toleransi yang otentik.

Dan, konsistensi Gusdurian dalam mendaras 9 nilai itulah yang menjadikan Taiwan Foundation for Democracy menganugerahi Jaringan Gusdurian Indonesia “The 2018 Asia Democracy and Human Rights Award. Anugerahi ini merupakan penghargaan atas kerja-kerja nyata Gusdurian dalam pemajuan demokrasi dan HAM di wilayah Asia.

Sejauh ini, di Asia (atau bahkan mungkin di dunia) Gusdurian adalah satu-satunya jejaring komunitas yang mendedikasikan gerakannya untuk membumikan nilai-nilai hidup tokoh bangsa, yakni Gus Dur. Di India ada Mahatma Gandhi, tetapi tidak ada jejaring komunitas yang bergerak mendaras nilai perjuangan Gandhi. Di Iran ada Ali Syariati, tapi tidak ada jaringan komunitas yang merefleksikan pembumian nilai-nilai perjuangan Ali Syariati dan seterusnya..

Pendek kata, ada banyak negarawan jempolan di Asia, tapi hanya Gusdurian, sejauh ini, yang mempunyai komitmen kuat mewarisi nilai-nilai perjuangan seorang negarawan, yakni Gus Dur. Komitmen dan konsistensi itulah yang menjadikan Gusdurian sadar diri untuk menjauh dari hiruk pikuk perebutan politik kekuasaan.

Kerja Gusdurian adalah membumikan nilai-nilai demokrasi yang beradab dan mengarus-utamakan HAM.

Dan, atas kerja-kerja nyata itulah, anugerah The 2018 Asia Democracy and Human Rights Award diberikan kepada Jaringan Gusdurian Indonesia tepat pada hari peringatan HAM Internasional, 10 Desember 2018 di Taiwan.

Artinya, di tengah kecamuk perebutan kekuasaan dan pengabaian nilai-nilai kemanusiaan, Gusdurian menjadi “wajah harapan”, tidak hanya di Indonesia, tapi juga di Asia. Gusdurian menjadi secercah cahaya di tengah begitu banyak manusia memadamkan cahaya.

Namun, seperti kata Jose Mourinho, “Penghargaan cukup dirayakan 5 menit, setelah itu bekerja lagi untuk menghasilkan karya-karya terbaik”. Penghargaan dari Taiwan Foundation for Democracy merupakan “jeda sesaat” untuk berkarya dan terus berkarya lagi menyemai 9 nilai dalam kehidupan. Masa depan Indonesia dan Asia yang ramah pada demokrasi dan HAM “mimpi besar” jaringan Gusdurian Indonesia. Sebuah masyarakat yang minus diskriminasi, penindasan, dan intoleransi