Dalam tradisi Islam, etika dalam menghadiri undangan makan memiliki aturan yang harus diperhatikan. Imam an-Nawawi, seorang ulama besar dalam bidang fikih dan hadis, dalam Al-Adzkar menjelaskan berbagai adab dan doa yang dianjurkan dalam berbagai situasi, termasuk ketika seseorang diundang untuk makan.
Ada salah satu pembahasan dalam kitab Al-Adzkar yang berjudul “Bab ma Yaquluhu man Du’iya li Ta’amin Idza Tabiahu Ghairuhu” yang secara harfiah berarti “Bab tentang perkataan yang perlu diucapkan oleh orang yang diundang untuk makan jika diikuti oleh orang lain.”
Dalam bab ini, Imam an-Nawawi membahas sebuah peristiwa di mana seseorang yang diundang untuk makan, kemudian mengajak atau diikuti oleh orang lain yang tidak diundang. Hal ini sering menjadi pertanyaan dalam adab sosial, apakah diperbolehkan atau tidak.
Imam an-Nawawi menyebutkan hadis yang diriwayatkan oleh Abu Mas’ud Al-Badri, di mana seorang sahabat Nabi diundang untuk makan. Ketika ia datang, ia membawa serta orang lain. Tuan rumah saat itu hanya menyediakan lima porsi makanan untuk lima orang yang diundang. Ketika sampai di depan pintu, Rasulullah SAW bersabda:
قَالَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “إِنْ شِئْتَ أَنْ تَأْذَنَ لَهُ فَافْعَلْ وَإِنْ شِئْتَ فَارْجِعْهُ“
“Jika engkau mengizinkannya, ia boleh makan, jika tidak, ia bisa pulang.” *(HR. Bukhari)*
Dari kisah ini, dapat dipahami bahwa mengajak orang lain yang tidak diundang oleh tuan rumah untuk ikut serta dalam acara makan adalah hal yang sebaiknya dihindari, kecuali jika mendapatkan izin dari tuan rumah. Islam sangat menghargai etika dan kehormatan tuan rumah dalam menentukan siapa saja yang diundang.
Hukum Mengajak Orang Lain saat Diundang Makan
Mengajak orang lain tanpa izin tuan rumah dalam menghadiri undangan makan, berdasarkan penjelasan dari kitab Al-Adzkar, adalah tidak dianjurkan. Tuan rumah memiliki hak penuh untuk menentukan siapa saja yang diizinkan untuk hadir di rumahnya. Oleh karena itu, tamu yang diundang seharusnya menghormati keputusan tuan rumah dan tidak mengajak orang lain kecuali telah mendapatkan izin.
Namun, jika tamu merasa penting untuk mengajak orang lain, ia harus meminta izin terlebih dahulu kepada tuan rumah. Jika tuan rumah mengizinkan, maka tidak ada masalah, tetapi jika tidak, orang yang tidak diundang tersebut harus menghormati keputusan dan tidak ikut serta dalam acara tersebut.
Berikut tiga hikmah yang bisa kita ambil dari hadis di atas:
- Menghormati Hak Tuan Rumah. Tuan rumah memiliki hak untuk menentukan siapa saja yang ia undang ke dalam rumahnya. Dengan tidak membawa orang lain tanpa izin, kita menghormati hak dan keputusan tuan rumah, sekaligus menunjukkan bahwa kita menghargai privasi dan keinginan tuan rumah, serta menjaga keharmonisan hubungan.
- Menghindari Ketidaknyamanan dan Beban. Membawa orang lain tanpa izin dapat menimbulkan ketidaknyamanan bagi tuan rumah, terutama jika persiapan yang dilakukan tidak mencukupi untuk tamu tambahan. Dengan mengikuti anjuran ini, kita membantu tuan rumah menghindari beban tambahan, baik dari segi makanan, ruang, maupun persiapan lainnya, sehingga acara dapat berjalan lancar dan sesuai rencana.
- Menjaga Adab dan Kepekaan Sosial. Islam sangat menekankan pentingnya adab dan kepekaan sosial. Dengan meminta izin sebelum membawa teman lain, kita menunjukkan sikap empati dan pengertian terhadap situasi dan kondisi tuan rumah. Ini juga membantu membangun hubungan sosial yang lebih baik, di mana semua pihak merasa dihargai dan dihormati.
Etika dalam menghadiri undangan makan dalam Islam, seperti yang dijelaskan dalam Al-Adzkar an-Nawawi, sangat menekankan pada penghormatan terhadap hak tuan rumah. Mengajak orang lain yang tidak diundang tanpa izin bertentangan dengan adab Islam. Oleh karena itu, penting bagi setiap muslim untuk memperhatikan etika ini dalam kehidupan sehari-hari demi menjaga keharmonisan dan saling menghormati antar sesama. (AN)