Meniru nabi, salah satunya dengan berbelas kasih kepada sesama. Mengapa demikian? Ajaran kasih sayang (welas asih) merupakan salah satu konsep ajaran luhur dalam Islam. Konsep ini termuat dalam ajaran rahmatan lil ‘alamin dan menjadi satu kesatuan bagi ajaran agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW ini.
وَمَآ اَرْسَلْنٰكَ اِلَّا رَحْمَةً لِّلْعٰلَمِيْنَ
“Kami tidak mengutus engkau (wahai Muhammad), melainkan sebagai rahmat (penebar kasih sayang) bagi alam semseta” (Q.S. al-Anbiya: 107).
Imam Thabari dalam Tafsir At-Thabari Juz 16 hlm 439 menjelaskan bahwa ayat tersebut secara jelas menyatakan bahwa Nabi Muhammad diutus Allah SWT untuk menebarkan kasih sayang bagi seluruh umat manusia, tanpa ada pengecualian, baik Muslim maupun non-Muslim. Bahkan, secara terang-benderang ajaran ini menembus batas-batas zaman dan ruang. Islam membawa misi persaudaraan universal bagi umat manusia, mengglobal tanpa batasan-batasan identitas etnis, ras, agama dan budaya.
Dalam al-Asma al-Husna, kata ar-Rahman dan ar-Rahim dikenalkan lebih awal setelah nama Allah dibanding nama-nama lainnya. Kalimat Basmalah sebagai pembuka surah Al-Fatihah juga dimulai dengan mengenalkan kata ar-Rahman dan ar-Rahim. Secara nyata dapat dijadikan bukti bahwa Allah lebih suka dikenal sebagai Tuhan yang Penyayang dan Pengasih, bukan Tuhan yang kejam atau pendendam.
Kata “rahmatan” adalah bentuk masdar dari “rahima” yang artinya “mengasihi dan menyayangi”. Maka “rahmatan” disini berarti kasih sayang. Sedangkan “alamin” adalah bentuk jama’ dari kata “alam” yang artinya alam semesta. Dalam padanan sinonimnya, kata ”rahmatan” juga bermakna riqqah dan ta’attuf, yakni kelembutan dan kasih sayang.
Ar-Raghib al-Ashfahani dalam Al-Mufradat fi Gharib al-Qur’an, mengungkapkan bahwa ar-rahmah kadang berkonotasi al-riqqah (kelembutan) atau berkonotasi al-ihsan (kebajikan) atau al-khayr (kebaikan) dan an-ni’mah (kenikmatan). Satu kata yang memiliki banyak makna (lafzh musytarak).
Penjelasan tersebut kiranya cukup untuk menjelaskan bahwa Islam itu adalah agama penuh kasih sayang. Maka cara yang paling benar untuk mengenalkan agama ini tidak lain dengan cara menampakkan wajah Islam yang penuh kasih sayang. Bukan dengan jalan sebaliknya yakni menampilkan wajah Islam tanpa welas asih, garang dan menakutkan.
Ajaran welas asih paling masyhur dipraktekkan dan dicontohkan Nabi dan para rombongan sahabat pada peristiwa Fathu Makkah yakni mengedepankan hati dan perasaan kasih sayang dengan memaafkan orang-orang yang dahulu pernah mencaci, menghina dan memusuhinya.
Saya ingin menutup tulisan sederhana dan singkat ini dengan sebuah penggalan hadits riwayat Tirmidzi, “Sayangilah penduduk bumi, niscaya penduduk langit menyayangimu”. Semoga kita mampu meniru Nabi dengan cara berbelaskasih terhadap siapapun.
Wallahu A’lam.