Imam al-Bukhari terkenal dengan hafalannya yang sangat kuat, sehingga dijadikan rujukan utama bagi para ulama pakar hadis, baik yang sezaman dengannya maupun setelahnya. Ia hafal Al-Qur’an sebelum usianya enam belas tahun. Ia juga menginfakkan 500 dirham setiap bulan untuk mencari ilmu.
Ia menjelajah ke berbagai daerah untuk mencari ilmu, seperti Makkah, Madinah, Syam, Khurasan, Bashrah, Kufah, Baghdad dan Mesir. Beliau pernah berkata, “Saya menulis Hadis dari seribu syaikh atau bahkan lebih. Semua hadis yang saya miliki ada sanadnya. Saya tidak meriwayatkan hadis dari sahabat atau tabiin, kecuali tahu tempat tinggal, kelahiran dan wafatnya. Saya juga tidak meriwayatkan hadis dari sahabat atau tabiin, kecuali tahu asal-usulnya. Saya hafal seratus ribu Hadis shahaih dan dua ratus ribu hadis tidak sahih.”
Ibn ‘Asakir (w. 581 H), di dalam Tarikh Dimasqy mengutip pendapat Hasyid ibn Isma’il yang mengatakan bahwa dulu ketika Abu Abdillah al-Bukhari masih muda yang belajar pada ulama Bashrah. Memiliki kebiasaan yang berbeda dengan para temannya, karena beliau tidak menulis. Kebiasaannya ini berlangsung sangat lama, sehingga membuat teman-temanya bertanya kepada al-Bukhari, “Sesungguhnya engkau tidak seperti kami dan engkau tidak menulis. Lalu, apa yang engkau lakukan?”
Mendengar pertanyaan dari dua temannya ini, al-Bukhari tidak langsung menjawab, ia baru dijawab selang enam belas hari, beliau mengatakan, “Sesungguhnya kalian berdua telah banyak membicarakanku dan sangat memaksaku untuk menjawabnya. Sekarang, tunjukkanlah kepadaku apa yang sudah kalian tulis!”
Lalu dua temannya ini menunjukkan apa yang selama ini mereka tulis. Melihat hasil tulisan temannya ini, al-Bukhari justru menambahkan lima belas ribu hadis lainnya, kemudian beliau membacakan semuanya itu hanya dengan hafalannya. Dua temannya ini lalu membenarkan tulisannya dari hafalan al-Bukhari. Al-Bukhari lantas beliau berkata, “Apakah kalian mengira aku menyelisihi kalian dan membuang-membuang waktu?” Akhirnya dua temannya ini sadar bahwa tidak ada yang bisa menandingi kuatnya hafalan al-Bukhari.
Ketika Al-Bukhari Diuji Hafalannya
Kuatnya hafalan al-Bukhari membuat para ulama dari berbagai negara ingin mengujinya. Diceritakan sebagaimana yang terdapat di dalam kitab Thabaqat asy-Syafi’iyah al-Kubra yang ditulis oleh Tajuddin as-Subki (w. 771 H), pada suatu kesempatan al-Bukhari berkunjung ke Baghdad, di sana beliau diuji hafalannya dengan seratus Hadis yang sudah diubah atau ditukar matan maupun sanad-nya. Matan satu sanad dirubah dengan matan hadis yang lain, dan sebaliknya. Setiap penguji memegang sepuluh hadis yang akan ditanyakan kepada al-Bukhari. Ada sepuluh orang yang hendak mengujinya.
Penguji pertama menanyakan satu persatu hadis yang ia miliki kepada al-Bukhari. Setiap kali ditanya, al-Bukhari hanya menjawab, “Saya tahu dan mengenal hadis itu dengan sanad yang telah disebutkan.’ Demikian jawaban beliau sampai pada Hadis kesempulah dari penguji yang pertama.
Berikutnya penguji kedua yang melontarkan sepuluh hadis. Setiap kali mendengar satu persatu hadis dari penguji kedua, al-Bukhari menjawab, ‘Aku tidak mengenalnya’. Hingga selesai sampai pada penguji yang terakhir. Sementara, jawaban al-Bukhari tetap sama yaitu, “Aku tidak mengenalinya.’
Setelah penguji selesai menyampaikan Hadisnya, al-Bukhari menoleh kepada penguji pertama untuk membenarkan matan maupun sanad hadis yang telah sengaja diubah. Penulis al-Jami’ al-Sahih ini mengatakan, “Hadis-mu yang pertama mestinya sanadnya demikian, yang kedua mestinya sanadnya demikian, yang ketiga mestinya sanadnya demikian.” Al-Bukhari menjawab semua Hadis yang telah dilontarkan oleh sepuluh penguji kepadanya. Setiap hadis telah beliau cocokan dengan masing-masing matanya dengan benar. Akhirnya, membuat orang-orang yang hadir mengakui kehebatan dan kuatnya hafalan al-Bukhari.
Menanggapi kisah tersebut, Ibnu Hajar al-Asqalani (w. 852 H) di dalam Fath al-Bari Syarh Shahih al-Bukhari mengatakan, hal yang menakjubkan dari al-Bukhari bukan pada kemampuannya membenarkan hadis yang salah karena memang ia seorang hafizh (penghafal) hadis. Namun yang menakjubkan adalah kemampuannya menyebutkan kembali hadis-hadis yang telah diacak oleh penguji, lalu diurutkan secara tertib sanad maupun matannya.
Ujian atas hafalan al-Bukhari juga terjadi ketika berkunjung ke Samarqand. Seperti yang sudah dituliskan di dalam kitab Siyar ‘Alam an-Nubala’, bahwa ada empat ratus ulama Hadis menguji hafalan Hadis al-Bukhari, sebelumnya hadis-hadis itu telah dicampur-adukkan sanadnya. Misalnya sanad penduduk Syam dimasukkan ke dalam sanad penduduk Irak. Sanad penduduk Yaman dimasukkan ke dalam sanad penduduk Haramain.
Ketika para ulama ini membacakan hadis-hadis itu, al-Bukhari bisa mengoreksi semua hadis dan sanad tersebut dengan baik dan benar. Para penguji tidak menemukan kesalahan satu pun dari penyampaian sang imam hadis, baik dalam susunan sanad maupun matannya. (AN)
Sumber Rujukan
Hanif Luthfi, Lc., MA., “Biografi Imam Bukhari”, Rumah Fiqih Publishing, Jakarta Selatan, 2020.
Ust. Cece Abdulwaly, “Rahasia di Balik Hafalan Para Ulama”, Laksana, Yogyakarta, 2019.
Khoirul Amru Harahap, Lc., MHI, Achmad Faozan, Lc., M.Ag., Terjemahan “Uzhamaa’u Al-Islam ‘Abra Arba’ah ‘Asyra Qarnan Min Az-Zamaan: Tokoh-Tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah” karya Syaikh Muhammad Sa’id, Putaka al-Kautsar, Jakarta Timur, 2020.