Alkisah, dua orang balita suatu ketika menyaksikan kakek tua yang tidak paham cara berwudhu. Walau masih belia, keduanya tahu cara yang benar dan merasa punya kewajiban moral untuk mengoreksi sang kakek.
Namun mereka kuatir, inisiatif mereka justru akan menimbulkan rasa tak nyaman pada sang kakek. Atau lebih celaka lagi kalau si kakek malah merasa terhina dan tidak bersedia menerima arahan yang benar.
Rupanya, kedua balita itu tidaklah kekurangan akal. Mereka memutar otak demi mencari cara terbijak dalam mengajarkan sang kakek apa yang tidak dia tahu.
Setelah berpikir beberapa saat, mereka sampai pada ide brilian. Keduanya lalu pura-pura bertengkar sembari menyalahkan tatacara wudhu satu sama lainnya.
Setelah bertengkar sejenak, keduanya mendatangi sang kakek yang sedari tadi menyaksikan “pertengkaran” mereka. Keduanya meminta sang kakek untuk memutuskan siapa yang paling benar dalam kontes wudhu itu. Si kakek bersedia.
Bersegeralah keduanya memperagakan wudhu masing-masing dengan disaksikan mata kepala si kakek. Setelah itu mereka bertanya: siapa yang paling benar di antara kami?
Sang kakek hanya tersenyum seraya menjawab: “Kalian telah sama-masa memperagakan tata cara wudhu yang baik dan benar. Yang keliru adalah kakek bodoh ini dan karena itu dia belajar dari kalian berdua!
Konon, kedua balita itu tiada lain adalah cucu Rasulullah, Hasan dan Husein!
Dikutip dari kitab Qishash al-Abrar (Kisah Orang-Orang Baik), karya Murtadha Mutahhari, halaman 104.