Khalaf bin al-Barza’i bertemu dengan lelaki yang punya kekurangan fisik. Siapa sangka, lelaki tersebut adalah kekasih Allah yang dimuliakan dengan berkafan kain sutra.
Alkisah, pada suatu hari Khalaf bin al-Barza’i bertemu dengan seorang lelaki saleh sebagaimana yang terdapat dalam kitab ‘Uyun al-Hikayat wa Qashash ash-Shalihin wa Nawadir az-Zahidin karya Ibnu al-Jauzi. Namun lelaki saleh tersebut mempunyai cacat secara fisik. Ia adalah orang yang tuna netra, tidak memiliki tangan dan kaki. Khalaf yang melihatnya pun menyapanya dan bertanya, “Bagaimana kabarmu?”.
Mendengar pertanyaan dari Khalaf, lelaki tersebut menjawab, “Cinta dari kekasih (Allah Swt) selalu meliputiku. Dan aku juga tidak pernah merasakan sakit apapun ketika aku bersama cinta-Nya, sebab Dia tak pernah melupakanku”.
Khalaf yang penasaran kembali bertanya kepada lelaki tersebut, “Aku mungkin lupa tentangmu. Siapa gerangan yang engkau maksud itu?”
Sang lelaki tersebut kemudian menjawab, “Aku memiliki seorang kekasih yang selalu mengingatku. Bagaimana mungkin seorang kekasih tak ingat kekasihnya. Dia selalu menampakkan pandangannya dengan tanda-tanda pada akal dan hati”.
Khalaf yang merasa iba dengan kondisi lelaki tersebut, akhirnya menawarkan bantuan, “Maukah kamu aku nikahkan dengan seorang perempuan, agar ada seseorang yang selalu membantumu?”
Mendapat tawaran dari Khalaf, lelaki tersebut bukannya menjawab malah menangis dan mengarahkan padangannya ke atas sambil berseru, “Duhai kekasih hatiku!” dan seketika lelaki tersebut langsung jatuh pingsan.
Setelah lelaki itu sadar, Khalaf yang penasanaran tentang apa yang telah dikatakan sesaat sebelum pingsan pun bertanya, “Apa yang kamu katakan barusan?”
Mendapat pertanyaan dari Khalaf, lelaki saleh itu kembali tidak menjawab. Ia justru bertanya penuh keheranan tentang tawaran menikah yang sebelumnya ditawarkan kepadanya, “Bagaimana mungkin engkau akan menikahkanku! Aku ini kan pemilik dan pengantinnya dunia aku memiliki semua hal!”
Mendengar jawaban tersebut, Khalaf pun kaget dan berkata kepadanya, “Apa yang kamu miliki? Tangan dan kaki pun kamu tak punya. Kamu juga buta. Makan saja, kamu seperti makannya binatang,”
Akhirnya, lelak tersebut menjelaskan kepada Khalaf bahwa dirinya ridha dengan apapun yang diberikan dan ditakdirkan oleh kekasihnya yaitu Allah Swt. Ia juga selalu berdzikir kepada-Nya dengan lisannya.
Namun, tidak lama kemudian lelaki tersebut meninggal dunia. Khalaf menyumbang sebuah kain kafan untuk digunakan membungkus jenazah lelaki tersebut. Dan karena terlalu panjang, kain kafan itu akhirnya dipotong oleh Khalaf al-Barza’i.
Hingga pada suatu malam, setelah pemakaman jenazah lelaki tersebut. Khalaf bermimpi, dalam mimpinya tersebut dia mendengar ada suara yang berkata kepadanya, “Wahai Khalaf, engkau sungguh pelit sekali terhadap kekasihku dengan memberikan kain kafan yang engkau potong kemarin itu. Sekarang, aku kembalikan saja kain kafan pemberianmu. Aku akan mengakafaninya dengan kain sutra.”
Ketika bangun dari tidurnya, Khalaf pun bergegas menuju sebuah kamar yang ada di rumahnya. Kamar tersebut awalnya digunakan untuk menyimpan kafan yang disumbangkan untuk membungkus lelaki cacat tersebut. Namun, anehnya ketika sampai di kamar tersebut, Khalaf menemukan kain kafan pembungkus jenazah lelaki cacat tersebut telah tergeletak di kamar itu.
Ridha terhadap pemberian dan takdir Tuhan memang mudah diucapkan dimulut manusia, namun sulit dilakukan dan dipraktekkan oleh manusia itu sendiri. Karena ridha adalah bahagianya hati terhadap pahitnya ketentuan Tuhan, sebagaimana diungkapkan oleh al-Jurjani dalam kitab Mu’jam al-Tarifat.
Namun, siapa yang bisa ridha dengan ketetapan Tuhan akan berada pada derajat tertinggi, yaitu menjadi kekasih Allah. Sebagaimana lelaki saleh cacat yang menjadi kekasih Allah Swt, karena ridha dengan ketentuan-Nya. Semoga kita semua selalu ridha dengan cobaan yang diberikan oleh Allah Swt kepada kita semua.