Hijrah yang dimaksud dalam hal ini bukan hijrah dalam arti tobat, sebagaimana yang sering digunakan saat ini. Hijrah dalam hal ini adalah berpindah dari satu daerah ke daerah lain. Sebagaimana hijrahnya nabi dari Makkah ke Yatsrib, Madinah.
Selain hijrah ke Madinah pada tahun 170 H untuk belajar langsung kepada Imam Dar al-Hijrah, yakni Imam Malik bin Anas, Imam al-Syafii juga berkunjung ke Irak dan Kufah untuk belajar kepada murid-murid Imam Abu Hanifah, sebelum akhirnya kembali lagi ke Madinah menemani Imam Malik hingga wafat pada tahun 179 H.
Bahkan Imam al-Syafi’i terhitung berkunjung ke Irak sebanyak tiga kali. Selain Irak, Ia juga pernah berkunjung ke Persia, Turki dan Ramlah (Palestina), hingga akhirnya menetap dan wafat di Mesir.
Kesempatan Imam al-Syafii untuk berkunjung ke berbagai kota ini tak ayal membantunya mengetahui budaya serta adat istiadat yang berlaku di kota-kota tersebut. Hal ini secara tidak langsung menjadi referensi Imam al-Syafii untuk membangun fatwa-fatwa dalam mazhabnya kelak.
Kegemaran Imam al-Syafi’i dalam berhijrah dari kota ke kota ini didokumentasikannya dalam beberapa bait syair tentang anjuran untuk berhijrah, di antaranya:
“Musafirlah! Engkau akan menemukan sahabat baru pengganti sahabat-sahabat lama yang engkau tinggalkan. Dan bekerjalah yang giat! Karena kenikmatan hidup akan tercapai dengan bekerja keras.”
“Singa jika tidak keluar dari sarangnya, ia tidak akan mendapatkan makanan. Begitu juga dengan anak panah, jika tidak meluncur dari busurnya, anak panah tersebut tidak akan mengenai sasaran.”
Rangkaian hijrah Imam al-Syafii tersebut menghasilkan ‘permata’ yang tidak ternilai harganya. Menurut Syekh Ali Jum’ah, Imam al-Syafii menulis lebih dari 30 karya monumental. Sayangnya, tidak semuanya sampai di tangan kita. Beberapa kitab hilang dan beberapa kitab masih dalam proses pengetikan dan pentahqiqan (koreksi).
Salah satu karya hebatnya adalah kitab al-Risalah, yang disebut-sebut sebagai kitab ushul fikih pertama yang ditulis secara sistematis. Berkat al-Risalah juga, Imam al-Syafi’i dijuluki sebagai Nasir al-Sunnah (pembela sunnah).
Wallahu a’lam.