Keluarga Nabi Diembargo Quraisy: Mulai Tidak Mendapat Makanan Hingga Tidak Boleh Menikah

Keluarga Nabi Diembargo Quraisy: Mulai Tidak Mendapat Makanan Hingga Tidak Boleh Menikah

Salah satu fase terberat dalam perjuangan dakwah nabi adalah nabi diembargo dan keluarganya dikucilkan dari pergaulan orang-orang Quraisy.

Keluarga Nabi Diembargo Quraisy: Mulai Tidak Mendapat Makanan Hingga Tidak Boleh Menikah

Abu Thalib, seorang terkemuka di kalangan Quraisy menyeru kepada seluruh Bani Hasyim dan Bani al-Muthalib. “Wahai Bani Hasyim dan Bani al-Muttalib, hendaklah kalian menjaga keluarga kita, Muhammad”. nabi diembargo

Seruan ini mendapat sambutan hangat dari seluruh anggota Bani Hasyim dan Bani al-Muthalib baik yang telah masuk Islam maupun yang tidak masuk Islam –kecuali Abu Lahab-. Mereka berkumpul di Ka’bah dan mengikat sebuah perjanjian untuk terus melindungi nabi Muhammad SAW.

Bentuk fanatisme kesukuan dan kasih sayang keluarga nabi menjadi kekuatan tersendiri bagi dakwah Islam. Meskipun tidak semua dari mereka menerima dakwah Islam, tetapi mereka bersatu, menjaga nabi, bahkan rela berkorban secara mati- matian.

Keadaan ini membuat kaum kafir Quraisy semakin geram, berbagai usaha untuk menghentikan dakwah Islam ternyata sia- sia. Akhirnya mereka berkumpul di kediaman bani Kinanah membahas persoalan ini dan berniat untuk melumpuhkan Bani Hasyim dan Bani al-Muthalib.

Dari perkumpulan tersebut mereka sepakat tidak akan menikah dengan Bani Hasyim dan Bani al-Muthalib, tidak akan melakukan transaksi jual beli, tidak berkumpul, berkunjung ke rumah Bani Hasyim dan Bani al-Muthalib dan tidak akan berbicara meskipun sekedar tegur sapa, sampai Bani Hasyim menyerahkan Rasulullah SAW untuk dibunuh.

Kesepakatan ini ditulis pada selembar kertas dan ditempel di dinding Ka’bah sebagai peringatan bagi seluruh penduduk Mekah, adapun isi lembaran tersebut adalah:

“Tidak akan simpati atau berbelas kasih dan tidak akan menerima perdamaian dari bani Hasyim, sampai mereka menyerahkan nabi Muhammad SAW untuk dibunuh”

Menurut Ibnu Hisyam orang yang menulis pada lembaran tersebut adalah Baghidl bin ‘Amr. Rasulullah SAW pun mendokannya. Di kemudian hari tangan Baghid mengalami kelumpuhan.

Peristiwa pemboikotan terhadap Bani Hasyim dan Bani al-Muthalib terjadi pada tahun tujuh kenabian dan berlangsung kurang lebih selama tiga tahun. Mereka berkumpul di Syi’ib, sebuah pemukiman milik Abu Thalib yang terletak di luar Mekah.

Perbuatan kaum kafir Quraisy terhadap keluarga nabi sangat keterlaluan, mereka mendzalimi saudaranya sendiri. Setiap ada pedagang dari luar Mekah, mereka langsung memborong barang dagangannya dan tidak menyisakan sedikitpun untuk Bani Hasyim dan Bani al-Muthalib. Belakangan, kaum kafir Quraisy juga membatasi gerak keluarga nabi, mereka tidak dizinkan keluar dan menetap di tempat Abu Thalib selama tiga tahun.

Ketika bulan haram, asyhurul hurum (bulan yang dilarang untuk perang) tiba, Bani Hasyim dan Bani al-Muthalib bergembira ria, sebab di bulan ini, mereka bisa keluar untuk membeli stok makanan kepada pedagang dari luar Mekah. Namun, kegembiraan ini tidak diindahkah oleh kaum kafir Quraisy, mereka melarang para pedagang untuk menjualnya. Lalu para pedagang tersebut mengadakan kompromi untuk tetap menjual dan menaikkan harga barang berlipat ganda. Hal ini menyebabkan sebagian keluarga nabi tidak dapat membelinya.

Keadaan ini tidak membuat Bani Hasyim dan Bani al-Muthalib menyerah, mereka tetap menjaga loyalitas keluarga dan gigih mempertahankan perjanjian yang telah disepakati untuk terus membela nabi. Ketika bahan pokok dan persedian lainnya habis, mereka rela memakan dedaunan dan kulit. Tangisan para bayi pun sering terdengar dari pemukiman Abu Thalib karna kelaparan. Semua itu tidak sedikitpun membuka hati kaum kafir Quraisy untuk sedikit bersimpati.

Seiring berjalannya waktu, kaum kafir Quraisy semakin memperketat pemboikotan. Mereka tidak membiarkan makanan masuk ke tempat Abu Thalib dan melarang penduduk Mekah untuk berhubungan dengan Bani Hasyim dan Bani al-Muthalib. nabi diembargo

Suatu hari, Hakim bin Hazm hendak menemui bibinya, Khadijah. Ia sembunyi- sembunyi membawa makanan. Lalu ia tertangkap basah oleh Abu Jahal, ia diintrogasi dan dilarang keras bertemu dengan bani Hasyim. Untung saja, Hakim selamat dari hadangan Abu Jahal atas bantuan dari Abu al-Buktury.

Selain melakukan pemboikotan, kaum kafir Quraisy tetap berambisi membunuh nabi. Setiap malam terdengar suara mereka memasuki rumah Abu Thalib. Hal ini membuat Abu Thalib hawatir atas keselamatan keponakannya, Oleh karena itu Abu Thalib memerintahkan seluruh putra dan keponakannya secara bergantian untuk tidur di kasur nabi. Sedangkan nabi tidur di kasur Abu Thalib dan lainnya. nabi diembargo

Kecintaan, ketulusan, dan kekompakan Bani Hasyim dan Bani al-Muthalib memiliki posisi penting dalam keberlanjutan dakwah Islam. Pemboikotan ini dihentikan pada tahun sepuluh kenabian atau beberapa bulan sebelum Abu Thalib dan Khadijah wafat.

Di antara orang- rang Quraisy ada yang tidak menyetujui kesepakatan yang tertulis dan ditempel di Ka’bah. Pada awalnya Hisyam bin ‘Amr dari Bani ‘Amr bin Lu’ay mengajak beberapa orang Quraisy untuk membatalkan ketentuan yang tertulis dan merobeknya. Mereka adalah Zuhair bin Umayah, Muth’im bin ‘Ady, Abu al-Bukhtury, dan Zam’ah bin al-Aswad.

Zuhair adalah putra dari Atikah binti Abdul Muthalib, ia mengawali pembicaraan terkait dengan dihentikannya pemboikotan, ia berdiri di depan orang- orang Quraisy dan berkata:

“Wahai penduduk Mekah, apakah kita bisa menikmati makanan, memakai pakaian, sementara bani Hasyim binasa, tidak ada yang sudi menjual dan membeli kepada mereka, demi Allah aku tidak akan duduk sampai lembaran itu dirobek”. nabi diembargo

Pernyataan Zuhair ini didukung dan dikuatkan oleh Hisyam, Muth’im, al-Bukhtury dan Zam’ah.

Ketika perselisihan berlangsung panas, Abu Thalib datang menemui mereka, ia berkata Rasulullah SAW telah memberitahunya, bahwa Allah mengirimkan rayap-rayap untuk memakan semua tulisan pada lembaran itu, kecuali tulisan yang mengandung lafadz Allah.

Pernyataan Abu Thalib ini dijadikan sebagai pedoman, jika memang benar itu yang terjadi, maka pemboikotan dihentikan. Kemudian Muth’im bin ‘Ady berdiri menuju Ka’bah untuk melihat lembaran itu dan ternyata perkataan Abu Thalib itu benar, ia mendapatkan lembaran perjanjian telah dimakan rayap, kecuali lafadz Allah.

Sejak saat itu umat Islam terbebas dari pemboikotan, mereka bisa keluar sebagaimana mestinya.

Demikianlah perilaku kaum kafir Quraisy, meskipun Allah telah memperlihatkan kebenaran Muhammad diutus sebagai nabi, mereka tetap saja enggan menerima risalahnya. (AN)

Wallahu ‘alam.

 

Baca juga artikel lain tentang Sirah Nabawiyah.