Ramadhan menjadi bulan yang sangat berarti bagi umat Muslim. Tidak hanya karena amal perbuatan yang dilipatgandakan oleh Allah Swt., tetapi ada perkara yang pada mulanya dinilai mubah, pada bulan ini menjadi amalan yang dianjurkan atau Sunnah. Salah satunya adalah makan sahur.
Dinamakan Sahur sebab ia berada pada waktu Sahar (سحر). Kata sahar satu akar dengan kata sihir, yang bermakna memperdaya. Sebab pada waktu tersebut terjadi peralihan waktu antara malam dan pagi secara sangat samar, sehingga dapat memperdaya mata siapapun yang tak jeli melihatnya. Tak heran apabila ada orang yang mengira waktu masih malam namun sebenarnya fajar telah menyingsing.
Jika kita cermat mendengarkan, tidak sedikit masjid atau surau di sekitar kita yang pada saat tengah malam sekira pukul tiga dini hari mengumandangkan seruan untuk bangun dan segera melaksanakan makan sahur, diantaranya dengan kalimat:
تسحروا فإن في السحور بركة
Makan sahurlah kalian, karena dalam Sahur terdapat keberkahan.
Kalimat tersebut adalah potongan hadis Rasulullah Saw. bahwa kita dianjurkan untuk melaksanakan sahur. Bahkan ada riwayat mengatakan bahwa Allah bersama para Malaikat-Nya bershalawat (mendoakan) dan melimpahkan rahmat kepada orang-orang yang melaksanakannya. Saking dianjurkannya, Nabi berpesan untuk melaksanakan sahur meski hanya dengan sebiji kurma atau seteguk susu. Demikian penjelasan Prof. M. Quraish Shihab.
Sahur seringkali kita pahami sebagai sarana untuk mengumpulkan stamina agar kuat untuk menjalani ibadah puasa seharian. Banyak sekali bukan, di antara kita ada yang merasa tetap kuat berpuasa tanpa makan sahur. Anggapan ini tentu saja tak sepenuhnya keliru. Namun kita semua dianjurkan untuk tetap bangun dan makan sahur. Pasalnya, sahur merupakan pembeda antara puasa umat nabi terdahulu dan puasa umat nabi Muhammad Saw.
Selain mengumpulkan tenaga, momen sahur sejatinya adalah waktu untuk introspeksi diri. Kita diminta untuk sejenak merenung untuk mempersiapkan diri lebih baik dalam menghadapi puasa hari esok, sekaligus menyempurnakan segala hal atas kekurangan yang terdapat pada puasa hari sebelumnya. Menurut Prof. Quraish, inilah fungsi niat yang sebenarnya.
Maka bagi beliau, niat puasa yang baik adalah yang ditancapkan dalam hati ketika sedang makan sahur. Niat yang sekaligus sebagai muhasabah diri.
Waktu sahar atau sahur memiliki banyak keutamaan. Misalnya perintah Qiyamullail atau shalat malam yang ditekankan untuk dilakukan saat sepertiga malam terkahir, di dalamnya mencakup waktu sahar yang menjadi salah satu waktu mustajab untuk bermunajat kepada Allah Swt.
Dengan bangun malam, diharapkan ada banyak kebaikan yang dapat kita peroleh dari sekadar makan sahur. Tidak hanya untuk mengumpulkan kekuatan, tetapi di antara manfaatnya adalah agar kita membiasakan diri bangun malam. Sebab umumnya manusia terbelenggu dengan berbagai kebiasaan yang menjadi rutinitasnya. Dengan sahur ia diharapkan mampu melawan rutinitas tersebut untuk mencapai sesuatu yang manfaat.
اِنَّ نَاشِئَةَ الَّيْلِ هِيَ اَشَدُّ وَطْـًٔا وَّاَقْوَمُ قِيْلًاۗ اِنَّ لَكَ فِى النَّهَارِ سَبْحًا طَوِيْلًاۗ
Sesungguhnya bangun di waktu malam, dia lebih berat; dan bacaan pada waktu itu, lebih berkesan. Sesungguhnya bagimu di siang hari engkau sangat sibuk dengan urusan-urusan yang panjang.
Dalam Tafsir Al-Mishbah Prof. Quraish menjelaskan bahwa shalat malam pada waktu sahar yang umumnya manusia sedang terlelap adalah lebih baik karena dapat lebih khusyu’ dan lebih berkesan. Beliau jelaskan dalam tafsir surat Al-Muzammil, bangun malam disebut ‘berat’. Maksudnya adalah, antara lain berat atau kuat kesesuaiannya dalam kalbu sehingga melahirkan kekhusyukan yang lebih besar dibandingkan dengan siang hari.
Sebaliknya, dalam ayat tersebut disebutkan pada waktu siang hari kita disibukkan dengan urusan-urusan yang panjang. Oleh karenanya, bangun lah di malam hari agar pekerjaan dan segala kesibukan urusanmu di siang hari yang panjang itu dapat sukses dengan bantuan Allah.
Walhasil, alangkah baiknya jika bangun tak hanya sekedar makan sahur namun diikuti pula dengan shalat malam. Tidak hanya bangun, makan, lantas tidur lagi. Apalagi sampai melewatkan shalat Subuh. Sembari menunggu azan shubuh, pesan Prof. Quraish, kita dapat melakukannya dengan merenung, membaca al-Quran, mendengar nasehat ataupun kegiatan lain yang lebih bermanfaat.
Akhirul kalam, bangun sahur tetap diutamakan, meskipun kita merasa kuat berpuasa tanpanya. Karena waktu sahar (sahur) memiliki rahasia dan keistimewaannya sendiri.
Semoga kualitas puasa kita selalu meningkat dan meningkat di keesokan harinya. Wallahu a’lam bisshawab.