Masalah miqat ini juga termasuk khilafiyah dari para ahli fikih karena perbedaan sudut pandang apakah miqat -tempat awal memulai niat ihram- adalah tauqifi, yakni ketentuan baku dari Nabi, sehingga tidak boleh ditambah dan diganti ataukah ranah ijtihadi?
Mari kita lihat dulu Hadis tentang penentuan miqat:
عَنِ اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا; – أَنَّ اَلنَّبِيَّ – صلى الله عليه وسلم – وَقَّتَ لِأَهْلِ اَلْمَدِينَةِ: ذَا الْحُلَيْفَةِ, وَلِأَهْلِ اَلشَّامِ: اَلْجُحْفَةَ, وَلِأَهْلِ نَجْدٍ: قَرْنَ اَلْمَنَازِلِ, وَلِأَهْلِ اَلْيَمَنِ: يَلَمْلَمَ, هُنَّ لَهُنَّ وَلِمَنْ أَتَى عَلَيْهِنَّ مِنْ غَيْرِهِنَّ مِمَّنْ أَرَادَ اَلْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ, وَمَنْ كَانَ دُونَ ذَلِكَ فَمِنْ حَيْثُ أَنْشَأَ, حَتَّى أَهْلُ مَكَّةَ مِنْ مَكَّةَ – مُتَّفَقٌ عَلَيْه ِ
Rasulullah menjadikan Dzulhulaifah (saat ini Bi’r Ali) miqat bagi Madinah. Juhfah untuk Syam. Qarnul Manazil untuk Najd. Yalamlam untuk Yaman. Semua untuk mereka dan yang datang dari arah mereka. Daerah yang di bawah itu maka dari rumahnya. Muttafaq alaihi.
Pada hadis ini belum ada miqat Dzatu Irqin. Apakah tempat miqat yang bernama Dzatu Irqin berasal dari Nabi atau Sayidina Umar?
Ada riwayat bahwa Dzatu Irqin berasal dari Nabi. Jika riwayat ini sahih secara marfu’ maka selesai perdebatan. Tertutup ruang ijtihad. Riwayat tersebut berbunyi:
وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا: – أَنَّ اَلنَّبِيَّ – صلى الله عليه وسلم – وَقَّتَ لِأَهْلِ اَلْعِرَاقِ ذَاتَ عِرْقٍ – رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ, وَالنَّسَائِيّ
Dari Aisyah bahwa Rasulullah menjadi-kan bagi penduduk Iraq Dzatu Irqin sebagai tempat Miqat (HR Abu Dawud dan An-Nasai)
Akan tetapi ahli hadis yang bergelar Amirul Mukminin fil Hadis, Al-Hafidz Ibnu Hajar, memberi penjelasan dalam Bulughul Maram:
وَأَصْلُهُ عِنْدَ مُسْلِمٍ مِنْ حَدِيثِ جَابِرٍ إِلَّا أَنَّ رَاوِيَهُ شَكَّ فِي رَفْعِه ِ وَفِي اَلْبُخَارِيِّ: – أَنَّ عُمَرَ هُوَ اَلَّذِي وَقَّتَ ذَاتَ عِرْقٍ
“Hadis ini dasarnya terdapat dalam riwayat Muslim dari Jabir. Hanya perawinya (Abu Zubair dari Jabir) ragu dalam menyandarkan kepada Nabi. Dalam Bukhari yang menetapkan Dzatu Irqin adalah Umar”
Riwayat dari Sayidina Umar adalah:
ﻋﻦ اﺑﻦ ﻋﻤﺮ ﺭﺿﻲ اﻟﻠﻪ ﻋﻨﻬﻤﺎ، ﻗﺎﻝ: ﻟﻤﺎ ﻓﺘﺢ ﻫﺬاﻥ اﻟﻤﺼﺮاﻥ ﺃﺗﻮا ﻋﻤﺮ، ﻓﻘﺎﻟﻮا: ﻳﺎ ﺃﻣﻴﺮ اﻟﻤﺆﻣﻨﻴﻦ، «ﺇﻥ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺣﺪ ﻷﻫﻞ ﻧﺠﺪ ﻗﺮﻧﺎ»، ﻭﻫﻮ ﺟﻮﺭ ﻋﻦ ﻃﺮﻳﻘﻨﺎ، ﻭﺇﻧﺎ ﺇﻥ ﺃﺭﺩﻧﺎ ﻗﺮﻧﺎ ﺷﻖ ﻋﻠﻴﻨﺎ، ﻗﺎﻝ: ﻓﺎﻧﻈﺮﻭا ﺣﺬﻭﻫﺎ ﻣﻦ ﻃﺮﻳﻘﻜﻢ، ﻓﺤﺪ ﻟﻬﻢ ﺫاﺕ ﻋﺮﻕ
Ibnu Umar berkata bahwa ketika dua kota, Kufah dan Bashrah, berhasil dimerdekakan, maka mereka berkata: “Wahai pemimpin umat Islam, Nabi telah menetapkan Qarnul Manazil untuk penduduk Najed. Arah tersebut jauh dari rute perjalanan kami. Dan jika kami melewatinya maka akan kesulitan.” Umar berkata: “Lihat mana yang lurus dengan perjalanan kalian. Maka Umar menetapkan Dzatu Irqin (Sahih Al-Bukhari)
Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata:
ﻭﻇﺎﻫﺮﻩ ﺃﻥ ﻋﻤﺮ ﺣﺪ ﻟﻬﻢ ﺫاﺕ ﻋﺮﻕ ﺑﺎﺟﺘﻬﺎﺩ ﻣﻨﻪ
Secara zahir bahwa Umar yang menetapkan Dzatu Irqin sebagai miqat bagi penduduk Iraq berdasarkan ijtihadnya (Fathul Bari, 3/389)
Beberapa kalangan ulama dari Tabiin maupun Imam Mazhab yang mendukung pendapat ini disampaikan oleh Al Baihaqi:
ﻋﻦ ﻋﺒﺪ اﻟﻠﻪ ﺑﻦ ﻧﻤﻴﺮ , ﻭﺭﻭاﻩ ﻳﺤﻴﻰ اﻟﻘﻄﺎﻥ ﻋﻦ ﻋﺒﻴﺪ اﻟﻠﻪ ﺑﻦ ﻋﻤﺮ ﻭﺇﻟﻰ ﻫﺬا ﺫﻫﺐ ﻃﺎﻭﺱ , ﻭﺟﺎﺑﺮ ﺑﻦ ﺯﻳﺪ ﺃﺑﻮ اﻟﺸﻌﺜﺎء ﻭﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﺳﻴﺮﻳﻦ ﺃﻥ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻟﻢ ﻳﻮﻗﺘﻪ ﻭﺇﻧﻤﺎ ﻭﻗﺖ ﺑﻌﺪﻩ , ﻭاﺧﺘﺎﺭﻩ اﻟﺸﺎﻓﻌﻲ ﺭﺣﻤﻪ اﻟﻠﻪ
Dari Abdullah bin Numair, Yahya bin Qatthan dari Ubaidillah bin Umar, Thawus, Jabir bin Zaid dan Ibnu Sirin bahwa Nabi tidak menjadikan Dzatu Irqin sebagai miqat. Tempat miqat tersebut terjadi setelah Nabi. Syafi’i memilih pendapat ini (Sunan Al Baihaqi)
Beberapa ulama yang menjumpai tanah Arab memiliki pelabuhan di Jedah, serta kapal-kapal berlabuh di Jedah maka cenderung membolehkan Jedah sebagai miqat, dengan mengambil pendapat Imam Ibnu Hajar Al-Haitami:
ﻷﻧﺎ ﻧﻘﻮﻝ ﻳﺘﺼﻮﺭ ﺑﺎﻟﺠﺎﺋﻲ ﻣﻦ ﺳﻮاﻛﻦ ﺇﻟﻰ ﺟﺪﺓ ﻣﻦ ﻏﻴﺮ ﺃﻥ ﻳﻤﺮ ﺑﺮاﺑﻎ ﻭﻻ ﺑﻴﻠﻤﻠﻢ؛ ﻷﻧﻬﻤﺎ ﺣﻴﻨﺌﺬ ﺃﻣﺎﻣﻪ ﻓﻴﺼﻞ ﺟﺪﺓ ﻗﺒﻞ ﻣﺤﺎﺫاﺗﻬﻤﺎ، ﻭﻫﻲ ﻋﻠﻰ ﻣﺮﺣﻠﺘﻴﻦ ﻣﻦ ﻣﻜﺔ ﻓﺘﻜﻮﻥ ﻫﻲ ﻣﻴﻘﺎﺗﻪ
Kami berkata bahwa boleh jadi pendatang dari Suwakin ke Jedah tanpa melewati Rabigh dan Yalamlam sebab keduanya berada di depannya, maka ia sampai ke Jedah tanpa melewati keduanya. Sementara Jedah berada 2 marhalah dari Makah, maka Jedah ini yang menjadi miqatnya (Tuhfah, 8/ 42)
Para ulama kita di Indonesia melalui MUI sudah mengesahkan Jedah sebagai miqat sejak tahun 80an. Diperkuat oleh kiai-kiai NU saat Munas Alim Ulama tahun 2023 lalu. Sehingga penyelenggara ibadah haji Indonesia sudah benar memakai pendapat Jedah sebagai miqat.
Saya sendiri setelah melihat fatwa Imam Ibnu Hajar masih memilih miqat Yalamlam dari atas pesawat (tadi dibimbing oleh Yai Asep Amanatul Ummah). Karena yang disampaikan oleh Imam Ibnu Hajar bila kapal tidak melewati tempat miqat yang telah disabdakan dalam hadis. Tetapi juga tidak mempermasalahkan jika ada dari jemaah haji yang miqat dari Jedah. (AN)