Perhatian dunia tertuju pada Turki setelah ada bom yang meledak di Istanbul pada Selasa 12 Januari, PM Turki menyebut pelaku bom Istanbul adalah anggota ISIS kelahiran Arab Saudi berkewarganegaraan Suriah, puluhan orang ditangkap aparat keamanan Turki dalam penggerebekan karena diduga kuat pengikut ISIS. Dalam selang waktu yang tak begitu lama perhatian dunia bergeser ke Indonesia, aksi bom bunuh diri dan serangan senjata api meneror Jakarta di Jalan MH Tamrin, Kamis, 14 Januari. 7 orang tewas 5 di antaranya adalah pelaku dan 2 adalah warga sipil salah satunya WNA Kanada.
Aparat Kepolisian dan BIN menyebut bahwa pelakunya adalah ISIS. Benarkah ISIS pelaku di balik teror Jakarta? Apa motif dari aksi teror Jakarta?
Melalui sebuah kanal Telegram milik Aamaq media, ISIS merilis pernyataan bahwa mereka bertanggung jawab atas serangan teror bom Jakarta. Diketahui, Aamaq media memang sangat dekat ISIS, Aamaq kerap merilis video aktifitas peperangan ISIS di garis depan dan populer sebagai media pro-ISIS.
Dalam rilisan teks yang menggunakan bahasa Arab, ISIS mengklaim aksi teror di Jakarta sebagai aksi suci yang dilakukan oleh 4 anggotanya yang ISIS sebut sebagai pasukan Khilafah di Indonesia, hal itu berbeda dengan pernyataan resmi pemerintah Indonesia yang menyebut ada 5 pelaku teroris.
“Sekelompok pasukan dari tentara Khilafah menyerang tempat berkumpulnya orang salib di kota Jakarta”. Demikian judul pernyataan ISIS yang dirilis tertera tanggal 3 Rabi’ut Tsani 1437 Hijriah.
Jika isinya diterjemahkan akan berbunyi: “Dalam aksi suci, bergeraklah pasukan Khilafah di Indonesia dengan menyerang tempat berkumpulnya kelompok salibis (orang yang memerangi negara Islam) dengan meletakkan beberapa bom di beberapa titik yang telah ditentukan peledakannya bersamaan empat orang tentara khilafah menyerang dengan senjata ringan dan sabuk peledak, terjadilah aksi itu dengan merenggut nyawa sedikitnya 15 kafir salibis dan orang-orang murtad, dan beberapa luka-luka. Ketahuilah.. aliansi atau sekutu salibis dan orang-orang yang melindunginya tidak akan aman dari negara islam setelah kejadian hari ini.. dengan izin Allah”.
Sebagai titisan Al Qaeda, ISIS telah mewarisi kebrutalan teror Al Qaeda secara sempurna. serangan teror ISIS di Jakarta telah membuka mata kita, bahwa isu gerakan ISIS tak hanya beroperasi di Suriah atau di negara konflik, tapi juga bisa dialami sebuah negara yang tak terlibat konflik di Timur Tengah seperti di Indonesia.
Mengapa Indonesia?
Publik bertanya-tanya mengapa Indonesia jadi sasaran teror ISIS? Ini menarik dicermati, mengingat ISIS yang berpusat di Suriah selama ini tidak pernah secara eksplisit menyebut, memperhitungkan dan memasukkan negara Indonesia dalam daftar negara musuh ISIS yang harus diperangi sebagaimana negara-negara Eropa, Amerika atau timur tengah. Indonesia juga tidak melibatkan diri dalam aliansi militer melawan ISIS di Suriah yang digagas koalisi Amerika, Arab Saudi atau poros Rusia.
Ada banyak faktor yang melandasi peristiwa bom Jakarta terjadi, beberapa pengamat terorisme menduga motif teror Jakarta adalah adalah aksi balas dendam yang dilakukan pengikut ISIS atas ditangkapnya banyak pengikut ISIS di Indonesia. Saya ingin tambahkan, bahwa motif aksi teror Jakarta adalah upaya provokasi pengikut ISIS yang ingin menyeret Indonesia lebih jauh dalam perang melawan ISIS secara global.
ISIS selama ini diidentikkan dengan kekuatannya yang terkonsentrasi di Suriah dan Irak, namun aksi teror di Perancis, Bangladesh, Amerika dan Indonesia membuktikan ISIS telah berhasil menggunakan SDM lokal untuk melakukan aksi terorisme.
Dalam doktrin ISIS, aparat keamanan halal diperangi karena dianggap telah batal keislamannya (murtad), sebab selama ini melindungi pemerintahan yang ISIS anggap sebagai thagut (tiran). Seperti kita tahu aksi teror di Jakarta menargetkan unsur aparat keamanan. Sementara adanya korban satu WNA Kanada ini juga menguatkan bahwa ISIS memang menyasar warga asing, doktrin ISIS menyebut warga barat adalah kaum salib yang harus dihabisi di manapun mereka berada.
Pasca bom Jakarta, pemerintah harus menjadikan peristiwa ini sebagai momentum untuk melawan terorisme lebih serius. Seperti kita tahu, salah satu bahan baku terorisme adalah radikalisme dalam beragama, ironisnya radikalisasi bisa terjadi di dalam lembaga permasyarakatan yang dilakukan oleh narapidana kasus terorisme terhadap napi yang lain.
Radikalisasi di dunia maya khususnya di media sosial juga menyumbang peran tumbuh suburnya doktrin terorisme, bahkan kini ISIS mulai bergeser menggunakan aplikasi berplatform messaging seperti Telegram, sementara BNPT selama ini masih melakukan deradikalisasi melalui website.
Menangkal radikalisme tentu tak cukup hanya dengan workshop dan seminar, apalagi hanya mengutuki teror yang telah terjadi. Perlu aksi nyata, pemerintah harus tegas terhadap aksi radikalisme yang belakangan ini begitu vulgar di tanah air, tidak boleh ada pembiaran. Bicara tentang melawan terorisme adalah tentang pencegahan, dan ketika ada aksi radikalisme, indikasi bibit terorisme mulai berhasil. Tahapan berikutnya akan lebih sulit mengatasinya
Iqbal Kholidi adalah jurnalis. Tinggal di Jember, Jawa Timur.