Demokrasi menjamin setiap orang dari kalangan apapun untuk menyuarakan pendapatnya, khususnya terkait perbaikan dan saran kepada para penguasa. Ini karena sering kali kita menghadapi situasi ketika para pemimpin yang seharusnya menjadi pelindung dan pelayan rakyat justru bertindak sewenang-wenang dan zalim.
Islam mengajarkan bahwa ketika kezaliman terjadi, umat Islam tidak boleh berdiam diri. Salah satu bentuk ikhtiar yang dapat dilakukan adalah berdiri melawan kezaliman dan membela hak-hak rakyat, termasuk melalui demonstrasi yang damai dan terarah.
Bukan berarti karena demonstrasi produk demokrasi dan dianggap baru menjadi terlarang. Pada dasarnya Islam tidak menentukan cara-cara khusus untuk menyuarakan pendapat atau kritik saran. Yang diatur dalam Islam adalah nilai-nilainya.
Dalam hal ini, kita dapat merujuk pada sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah dan Abdullah bin Umar. Hadis tersebut berbunyi:
“مَن كان وُصْلَةً لأخيهِ المسلمِ إلى ذي سلطانٍ في مبلغِ برٍّ ، أو تيسيرِ عسيرٍ ، أعانَهُ اللهُ على إجازةِ الصِّراطِ يومَ القيامةِ ، عندَ دحضِ الأقدامِ”
Artinya: “Orang yang menjadi perantara bagi saudaranya yang Muslim kepada pemimpin dalam hal kebaikan atau memudahkan perkara yang sulit, maka Allah akan menolongnya untuk melewati jembatan (shirath) pada hari kiamat, ketika kaki-kaki tergelincir.”
Hadis ini bisa dicek dalam kitab Tarikh Dimasyq dan Siyar a’lam an-Nubala karangan Imam ad-Dzahabi. Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki al-Hasani mengutip hadis tersebut dalam kitab Khashaish Ummah al-Muhammadiyyah sebagai salah satu dalil keutamaan membantu orang lain.
Hadis tersebut menekankan betapa besar nilai dan pahala dari upaya menolong sesama, khususnya dalam urusan dengan pemimpin. Saat seorang Muslim berusaha menjadi perantara atau juru bicara bagi saudaranya kepada pemimpin dalam menyampaikan kebaikan atau memudahkan kesulitan, maka ia telah menjalankan peran yang sangat mulia.
Dalam hadis lain Rasul SAW bersabda,
“مَن رَأَى مِنكُم مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِن لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِن لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ، وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيمَانِ”
Artinya: “Barang siapa di antara kalian melihat kemungkaran, maka hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya. Jika tidak mampu, maka dengan lisannya. Jika tidak mampu juga, maka dengan hatinya. Dan itu adalah selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim)
Hadis ini menegaskan bahwa setiap Muslim memiliki kewajiban untuk melawan kemungkaran sesuai dengan kemampuannya. Tindakan paling utama adalah mengubah kemungkaran dengan kekuatan (tangan), yang bisa diartikan sebagai tindakan nyata untuk menghentikan kezaliman. Maksudnya bukan dengan memukul atau merusak, melainkan dengan kekuatannya masing-masing. Misalkan jika seorang Mahasiswa maka bisa lakukan dengan demonstrasi, jika seorang pejabat atau pengambil kebijakan, maka lakukan dengan kebijakan.
Jika tidak mampu, maka dengan lisan, yaitu melalui peringatan, nasihat, atau protes. Protes juga bisa dilakukan dengan macam-macam cara, bisa melalui mimbar demonstrasi, artikel tulisan, atau postinggan di media sosial. Jika itu pun tidak bisa dilakukan, misalnya karena ada ancaman tertentu, maka minimal menolaknya dengan hati, meskipun itu merupakan tingkat iman yang paling lemah.
Demonstrasi, dalam konteks ini, bisa dianggap sebagai salah satu bentuk usaha untuk menjadi perantara bagi mereka yang tertindas atau mengalami kesulitan. Ketika rakyat turun ke jalan untuk menyuarakan kebenaran dan menuntut keadilan dari pemimpin yang zalim, mereka sejatinya sedang menjalankan ajaran Islam yang mendorong umatnya untuk saling tolong-menolong dalam kebaikan. Bahkan, Allah SWT menjanjikan balasan yang besar bagi mereka yang berjuang di jalan ini, berupa pertolongan-Nya pada hari kiamat, ketika tidak ada penolong selain Dia.
Oleh karena itu, demonstrasi yang dilakukan dengan niat yang ikhlas untuk membela kebenaran dan melawan kezaliman adalah bagian dari amal yang mendapat tempat di sisi Allah. Demonstrasi bukan sekadar ekspresi ketidakpuasan, melainkan bentuk nyata dari tanggung jawab seorang Muslim untuk menegakkan keadilan dan membela mereka yang terzalimi.
Melalui hadis ini, kita juga diingatkan bahwa melawan kezaliman bukan hanya tanggung jawab moral, tetapi juga bagian dari ajaran Islam yang menganjurkan kita untuk selalu berpihak pada kebenaran dan keadilan. Semoga kita termasuk dalam golongan yang senantiasa berjuang di jalan yang benar dan mendapatkan pertolongan Allah di hari kiamat.
(AN)