Kemaksiatan yang dilakukan oleh seseorang selalu berhubungan dengan hawa nafsu. Jika nafsu tidak diarahkan pada hal-hal yang positif maka akan membuat seseorang jatuh ke lembah kemaksiatan. Karena nafsu pada hakikatnya memiliki sifat selalu menyuruh kepada keburukan. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT,”Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang, (Q.S. Yusuf:53).”
Manusia harus berhati-hati dengan nafsu karena sekali saja ia mengikutkan hawa nafsunya maka akan terus menerus terjerumus dalam kemaksiatan. Ia akan ketagihan melakukan kemaksiatan seperti seorang anak kecil yang tidak bisa terlepas dari penyusuannya. Al-Busyiri pernah berkata,”Nafsu ibarat anak kecil. Bila engkau biarkan terus menyusu, maka akan ketagihan menyusu sampai tumbuh dewasa. Namun bila engkau menyapihnya, maka ia akan berhenti.”
Sifat nafsu selalu bertentangan dengan perintah Allah SWT, namun sejalan dengan larangan Allah. Karena memang setiap apa yang dilarang oleh Allah pada dasarnya mengandung kenikmatan bagi nafsu itu sendiri. Tidak salah jika nabi Muhammad SAW pernah bersabda, “Surga itu selalu dikelilingi oleh hal-hal yang tidak menyenangkan bagi nafsu syahwat dan neraka itu dikelilingi oleh hal-hal yang menyenangkan bagi nafsu syahwat.”(HR. Muslim).
Jika nafsu dibiasakan dalam kemaksiatan maka akan sulit melakukan kebaikan. Sebaiknya jika nafsu diarahkan melakukan kebaikan maka akan berhenti melakukan kemaksiatan. Itulah mengapa Nabi mengumpakan orang yang melawan hawa nafsu seperti mujahid yang berada di jalan Allah sebagaimana sabdanya, “Seorang mujahid adalah orang yang berjuang menundukkan hawa nafsunya di jalan Allah SWT”, (HR. Ahmad).
Mungkin ada yang berkata,”Ah, biarkan aku melakukan kemaksiatan sesukaku, nanti juga aku akan bertaubat.”Yah syukur alhamdulillah kalau kita masih diberi waktu 1 atau 2 bulan untuk bertaubat tetapi pertanyaannya adalah siapa yang menjamin hari ini atau esok kita masih hidup? Apakah kita yakin bisa masih punya waktu untuk bertaubat? Apakah kita harus menunggu sampai nyawa sudah berada di kerongkongan baru bertobat seperti halnya Fir’aun?
Agar nafsu maksiat dapat dikekang dengan baik, tidak ada salahnya jika kita belajar dari salah seorang sahabat Rasulullah SAW yang terkenal dermawan dan dijuluki dzunnurain (pemilik dua cahaya) yaitu Usman bin Affan ra. Cara Usman bin Affan untuk melawan hawa nafsunya sangat sederhana. Yaitu mengingat kematian dan siksa kubur. Jika berbicara tentang kematian, ia selalu menangis. Apalagi jika berada di depan kuburan. Suatu hari ia pernah ditanya oleh seorang sahabat,”Wahai Usman, kenapa engkau menangis ketika berada di depan kuburan padahal ketika kita berbicara tentang surga dan neraka engkau terlihat tidak menangis?”
Usman menjawab,”Karena aku pernah menderngar Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya liang kubur adalah awal perjalanan akhirat. Jika seseorang selamat dari siksaan kubur maka perjalanan selanjutnya akan lebih mudah. Namun jika ia tidak selamat dari siksaan kubur maka siksaan selanjutnya akan lebih kejam”. (HR. Tirmidzi).
Alam kubur akan menjadi penentu sebesar apa siksaan yang akan kita dapatkan di neraka dan sebesar apa peluang kita untuk meraih surga. Jika di dunia harta, keluarga dan kerabat bisa membantu kita, tetapi tidak di alam kubur. Satu-satunya orang yang dapat menolong kita dari siksaan kubur adalah amal kebaikan. Ingat mati, ingat alam kubur!