Sebagian kalangan menuntut agar ganja dilegal di Indonesia untuk kepentingan medis. Konon ganja memiliki banyak manfaat dan mengobati banyak penyakit. Di beberapa negara ganja sudah mulai dilegalkan, apalagi untuk keperluan pengobatan. Merespons perbincangan publik soal ganja tersebut, Wakil Presiden mengusulkan kepada MUI untuk mengeluarkan fatwa terkait hukum ganja untuk medis.
Usulan KH. Ma’ruf Amin ini sontak memicu perhatian publik. Usulan ini menjadi pembahasan di berbagai media, dan memantik diskusi di kalangan ulama, pemangku kebijakan, dan ahli kesehatan. KH. Ma’ruf Khozin, mewakili komisi fatwa MUI Jawa Timur, termasuk orang yang diminta penjelasan soal hukum penggunaan ganja untuk keperluan medis. Dalam tulisannya, KH. Ma’ruf Khozin merujuk pada hadis:
ﺇﻥ اﻟﻠﻪ ﻟﻢ ﻳﺠﻌﻞ ﺷﻔﺎءﻛﻢ ﻓﻴﻤﺎ ﺣﺮﻡ ﻋﻠﻴﻜﻢ
“Sungguh Allah tidak menjadikan obat untuk kalian di dalam hal-hal yang diharamkan.” (HR: Al-Baihaqi)
Ulama Syafi’iyyah menjelaskan:
ﻭﺣﺪﻳﺚ ﻟﻢ ﻳﺠﻌﻞ ﺷﻔﺎءﻛﻢ ﻣﺤﻤﻮﻝ ﻋﻠﻰ ﻋﺪﻡ اﻟﺤﺎﺟﺔ ﺇﻟﻴﻪ ﺑﺄﻥ ﻳﻜﻮﻥ ﻫﻨﺎﻙ ﻣﺎ ﻳﻐﻨﻲ ﻋﻨﻪ ﻭﻳﻘﻮﻡ ﻣﻘﺎﻣﻪ ﻣﻦ اﻷﺩﻭﻳﺔ اﻟﻄﺎﻫﺮﺓ
“Maksud hadis tersebut ialah tidak ada keperluan menggunakan barang haram untuk obat, misalnya karena ada benda lain yang suci dan berfungsi sama seperti benda haram tersebut.” (Al-Majmu’, 8/53)
Hukum asalnya dilarang menggunakan barang yang haram untuk pengobatan, kecuali apabila tidak ditemukan alternatif lain. Dalam situasi seperti ini, menggunakan barang haram untuk pengobatan dibolehkan dengan catatan dalam kondisi darurat.
Lalu bagaimana dengan ganja? Menurut KH. Ma’ruf Khozin, kita harus menunggu hasil uji klinis, apakah ganja itu benar satu-satunya alternatif, tidak ada dzat lain yang bisa menggantikannya, atau masih ada dzat lain yang masih bisa digunakan, dan fungsinya sama dengan ganja. Kalau memang obat untuk penyakit tertentu itu hanya satu-satunya bisa didapat dari ganja, dan tidak ada alternatif lain, maka penggunaan ganja masuk dalam kategori darurat.