Isra’ Mi’raj merupakan peristiwa besar dalam sejarah umat Islam yang selalu diperingati pada 27 Rajab setiap tahunnya. Pada malam bersejarah tersebut, ruh dan jasad Nabi Muhammad saw dalam kondisi sadar diperjalankan dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha di Baitul Maqdis (Quds). Dari Masjidil Aqsha, selanjutnya beliau diangkat ke langit. Ketika melintasi tujuh lapis langit tersebut, beliau mendapat kesempatan bertatap muka secara langsung dengan nabi-nabi terdahulu.
Dalam riwayat yang paling banyak dijadikan rujukan, setidaknya ada delapan nabi-nabi terdahulu yang dipertemukan dengan Nabi Muhammad saw. Tentu kita akan bertanya-tanya, dari sekian banyak nabi yang konon berjumlah 124.000, atau dari 25 nabi dan rasul yang wajib diketahui, mengapa hanya delapan nabi saja yang dititahkan untuk berjumpa dengan Nabi Muhammad saw? Ternyata ada banyak hikmah dan kisah, serta relasi tersembunyi dibalik pertemuan beliau dengan delapan nabi terdahulu. Berikut ini akan kami ulas tentang hikmah pertemuan Nabi Muhammad saw dengan para pendahulunya.
Nabi Adam as mendapat kesempatan awal bercengkerama dengan keturunan terbaiknya di langit pertama. Pertemuan ini dilatarbelakangi oleh posisi Nabi Adam as sebagai manusia pertama sekaligus leluhur pertama Nabi Muhammad saw. Hal ini sebagai bentuk manifestasi “relasi” beliau dengan leluhur dalam perjalanannya menuju maqam yang luhur. Selain itu, pertemuan ini juga sebagai isyarat akan terjadi sesuatu hal pada Nabi Muhammad saw yang dulu juga pernah menimpa Nabi Adam as.
Dulu Nabi Adam as terusir dari surga hingga diturunkan ke bumi, sedangkan Nabi Muhammad saw nantinya akan terusir dari Makkah hingga akhirnya beliau hijrah ke Madinah. Kesulitan yang dialami keduanya adalah terpisah dari tanah airnya, yang menjadi saksi tumbuh-kembangnya. Namun pada akhirnya, keduanya akan kembali ke tempat asalnya, Nabi Adam as kembali ke surga dan Nabi Muhammad saw kembali untuk menaklukkan Makkah.
Selanjutnya Nabi Muhammad saw bertemu dengan Nabi Isa as dan Nabi Yahya as di langit kedua. Pertemuan ini merupakan suatu isyarat bahwa Nabi Muhammad saw akan mengalami ujian seperti halnya Nabi Isa as dan Nabi Yahya as. Nabi Isa pernah hendak dibunuh oleh kaum Yahudi hingga akhirnya diangkat oleh Allah swt ke langit. Selain itu sahabatnya yang berkhianat diserupakan wajahnya untuk kemudian ditangkap dan disalip oleh kaum Yahudi.
Sedangkan Nabi Yahya as, seperti yang kita ketahui, menjadi korban kekejaman kaum Yahudi hingga akhirnya wafat. Beberapa abad kemudian, kisah yang hampir mirip dengan pelaku sejenis juga akan menimpa Nabi Muhammad saw. Pada tahun 2 H, kaum Yahudi sangat memusuhi dan ingin menyakiti beliau. Kemudian mereka berniat menyakiti beliau dengan batu besar, namun Allah swt melindungi dan menyelamatkan beliau dari gangguan kaum Yahudi.
Di samping itu, ada kemiripan kisah kaum Anshar pada masa Nabi Isa as maupun Nabi Muhammad saw. Ketika Nabi Isa as membutuhkan bantuan, kelompok hawariyyun tersebut dengan sigap menyatakan bahwa mereka adalah Ansharullah (penolong Allah). Begitupun dengan kisah Nabi Muhammad saw yang meminta bantuan kaum Anshar menjelang Perang Badar dan mereka menyanggupinya dengan sepenuh jiwa dan raga.
Kemudian Nabi Yusuf as mendapat giliran “beradu kegantengan” dengan Nabi Muhammad saw di langit ketiga. Kisah sandiwara terbunuhnya Nabi Yusuf as oleh saudara-saudaranya juga terjadi pada Nabi Muhammad saw ketika Perang Uhud tahun 3 H yang berakhir dengan kekalahan bagi umat Islam.
Nabi Yusuf as yang dikabarkan terbunuh membuat Nabi Ya’qub sedih dan putus asa, begitupun Nabi Muhammad saw yang dikabarkan gugur di medan perang berdampak negatif pada semangat juang umat Islam. Pada akhirnya, beberapa tahun kemudian Nabi Yusuf as mampu mengungguli nasib saudara-saudaranya dan memaafkan mereka, sedangkan Nabi Muhammad saw mampu menaklukkan Makkah dan memaafkan kaum kafir Quraisy.
Bersambung