Gus Baha Kasih Solusi Bagi Orang yang Susah Meninggalkan Maksiat

Gus Baha Kasih Solusi Bagi Orang yang Susah Meninggalkan Maksiat

Gus Baha Kasih Solusi Bagi Orang yang Susah Meninggalkan Maksiat

Islam memerintahkan kita untuk selalu mengendalikan hawa-nafsu dan menghindari perbuatan maksiat semaksimal mungkin. Sebagian orang tahu mana yang halal dan mana yang haram, mana yang boleh dilakukan dan mana yang harus dihindari, tetapi kadang masalahnya tidak semua orang mampu untuk menjaga dirinya agar tidak terjerumus pada keharaman. Apalagi bagi orang yang sudah terbiasa melakukan maksiat, hawa nafsunya menjadi semakin kuat, sehingga susah untuk dikendalikan.

Ibnu Athaillah dalam karya monumentalnya al-Hikam menyebut orang yang hawa nafsunya susah dikendalikan sebagai penyakut akut yang susah diobati. Beliau mengatakan:

تمكن حلاوة الهوى من القلب هو الداء العضال

“Kuatnya menikmati hawa nafsu dari hati adalah penyakit yang akut yang sulit terobati.”

Gus Baha dalam pengajiannya menjelaskan, makna kata al-‘Idhal dalam bait syair al-Hikam ini adalah sesuatu yang susah dicarikan solusinya. Dalam sebuah riwayat dikisahkan, Sayyidina Umar pada saat dihadapkan sebuah masalah atau fitnah, beliau selalu konsultasi dengan Sayyidina Ali. Saking seringnya, Sayyidina Umar berdoa di Multazam:

نعوذ بالله من معضلة الفتن ليس فيها أبو الحسن

 “Tuhan, saya mohon agar jangan sampai terjadi fitnah yang sulit, yang tidak ada solusinya, di mana pada saat terjadi fitnah itu, saya tidak ditemu oleh Abu Hasan (Sayyidina Ali).”

Jadi, Makna ‘idhal atau mu’adhdhil itu adalah sesuatu yang susah dicarikan solusinya. Jelasnya, orang yang sudah terbiasa mengikuti hawa nafsu, dia akan sulit untuk merasakan kepuasan ibadah. Ia baru bisa puas setelah mengikuti hawa nafsu. Ia akan kesulitan untuk merasakan kenikmatan dalam sedekah, shalat, puasa, dan seterusnya. Jika seseorang menganggap bahwa hidup ini hanya bisa manis dan menyenangkan dengan mengikuti hawa nafsu dan perbuatan maksiat, maka bisa dipastikan bahwa ia sedang mengidap penyakit batin yang sangat sulit untuk disembuhkan.

Untuk itu, kita perlu melatih diri untuk menikmati hidup dengan cara yang lebih mulia, misalnya dengan melakukan ibadah tahajud, bersedekah, dan merenung tentang nikmat yang telah diberikan oleh Allah. Terkadang, hal ini memang tidak mudah. Namun, jika seseorang merasa sulit untuk merasakan kenikmatan dalam beribadah atau tidak dapat mengendalikan hawa nafsu, ia bisa melakukan cara yang lebih keras terhadap dirinya sendiri: mengingat bahwa hidup ini sementara, dan suatu saat kita akan mati. Ketika kita mati, kita tidak membutuhkan uang, teman, atau penghormatan, melainkan hanya amal saleh yang bisa kita bawa sebagai bekal di akhirat.

Dalam pandangan Gus Baha, dorongan hawa nafsu akan berkurang kalau kita takut. Mengutip Ibnu Athaillah, beliau menyatakan, syahwat tidak akan hilang di dalam hati kecuali oleh rasa takut dan kerinduan yang begitu dalam kepada Allah SWT. Nafsu dan syahwat itu bisa dikendalikan dengan membangkitkan rasa takut kepada Allah. Salah satu caranya adalah dengan memperbanyak mengingat mati. Seakan-akan kita besok akan mati.

“Biasakan untuk menteror diri sendiri. Caranya, mudah saja, ingat besok mati. Jika saya mati tidak butuh uang, teman, hanya butuh amal saleh, lalu istigfar. Inilah yang dimaksud, wa’mal li akhiratika kaannaka tamutu gaddan, beramallah untuk akhirat, seakan-akan kamu besok mati,” Jelas Gus Baha.

Bukti bahwa syahwat itu bisa hilang dengan rasa takut, Imam al-Ghazali memberi contoh sederhana, seseorang yang sedang hendak menyetubuhi istrinya, namun tiba-tiba terjadi gempa bumi, maka saat itu juga perasaan syahwatnya bisa hilang. Ketakutan yang mendalam terhadap bencana yang bisa datang sewaktu-waktu bisa mengalihkan perhatian dari keinginan-keinginan duniawi.

Bayangkan jika kita takut kepada Allah dengan ketakutan yang sama besarnya seperti kita takut terhadap gempa atau bencana alam lainnya. Ketakutan ini adalah ketakutan yang akan mendorong kita untuk selalu berusaha menjaga diri, menjauhkan diri dari dosa, dan selalu berusaha untuk melakukan yang terbaik dalam menjalani hidup ini.