Rembang adalah kota kecil yang terletak di utara pantai Jawa. Jumlah penduduknya mencapai 600 ribu pada tahun 2022. Kota ini banyak melahirkan ulama – ulama karismatik di era modern seperti K.H. Maimun Zubair (Alm), K.H. Ahmad Mustofa Bisri, Gus Baha (Ahmad Bahauddin Nursalim), Gus Qayyum dari Desa Soditan, serta Menteri agama saat ini, K.H. Yaqut Cholil Qoumas atau Gus Yaqut juga berasal dari Rembang.
Dari beberapa nama terkenal, terdapat juga beberapa ulama yang memiliki ilmu dan pengetahuan yang mumpuni, namun tidak tampil di layar kaca seperti Mbah Khundori dan Gus Ruri (Ali Masruri). Keduanya berasal dari Desa Gedongmulyo, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang.
Dalam catatan Badan Pusat Statistik, kota Rembang memiliki 114 pondok pesantren. Kecamatan Lasem memikili jumlah terbanyak sekitar 27. Salah satunya, Pondok pesantren An-Nur Desa Soditan asuhan Gus Qoyyum yang sangat terkenal. Selain itu, ada Masjid Jami’ Lasem atau Masjid Jami’ Baiturrahman yang didirikan tahun 1588 M merupakan masjid peninggalan Wali Songo yaitu Sunan Bonang.
Selain Lasem, Kecamatan Kragan dan Sarang juga memiliki pondok pesantren berkualitas salah satunya dinaungi oleh Gus Baha. Di pusat Kota Rembang terdapat pondok pesantren Raudlatut Thalibin yang dinaungi oleh Gus Mus. Banyak orang-orang dari luar kota maupun mancanegara yang menimba ilmu di kota Rembang.
Islami namun tetap Mempertahankan Tradisi
Meskipun demikian, tradisi seperti sedekah laut, sedekah bumi, ketoprak, dan kupatan masih terawat. Setiap bulan Syawal, masyarakat wilayah Layur, utara Kota Rembang, mengadakan sedekah laut.
Pada zaman dahulu sebelum kedatangan walisongo, sedekah laut berfungsi memberikan rasa terimakasih kepada dewa laut dengan menenggelamkan sesajen atau kepala banteng ke dalam laut.
Namun datangnya syiar Islam yang dibawa Wali Songo mengubah tujuan esensi dari sedekah laut. Tradisi ini diganti dengan perayaan wisata kapal secara gratis menuju ke pulau terpencil (pulau karang/gosong) bagi wisatawan yang berlibur ke Desa Layur. Selain wisata kapal, juga ada hiburan berupa ketoprak dan wayang kulit yang kelestariannya dijaga penduduk setempat.
Kegiatan yang awalnya syirik atau menyekutukan Allah SWT diganti dengan kegiatan yang lebih bermafaat bagi orang lain maupun alam. Tujuan sedekah bumi juga sama halnya dengan sedekah laut sebelum datangnya islam. Namun diganti dengan kegiatan pengajian, sholawat bersama serta tradisi islami lainnya untuk mengungkapkan rasa syukur kepada Tuhan yang Maha Esa.
Dalam perspektif ini, agama Islam tidak menghilangkan tradisi-tradisi yang sudah turun temurun dilakukan oleh nenek moyang, namun memodifikasi budaya dahulu dengan budaya Islam agar tujuan dan fungsi dari tradisi lebih bermanfaat sesuai dengan akal dan logika manusia. Tradisi makanan yang dibuang ke laut, hal ini merupakan suatu kegiatan yang sia – sia, lebih baik disedekahkan kepada orang miskin atau orang yang kurang mampu.
Ijtihad ulama terdahulu
Perpaduan budaya yang ada di Rembang ini tidak lepas dari peran penyiar Islam yang datang pada zaman dahulu.
Kota Rembang merupakan pelabuhan transit utama pada zaman Hindu-Budha dari abad 7 M. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya perahu kuno di desa Punjulharjo, kecamatan Rembang. Setelah dilakukan penelitian terhadap kapal temuan tersebut oleh peneliti dari Yogyakarta, diperkirakan kapal ini merupakan kapal perdagangan besar yang berasal dari abad 7 M.
Datangnya mubaligh Islam pada abad pertengahan mengubah tradisi Hindu-Budha menjadi tradisi Islami yang lebih bermanfaat. Hal ini tidak luput dari sejarah kota Rembang pada abad 15 M.
Sunan Bonang atau Raden Maulana Makdum Ibrahim adalah salah satu dari Wali Songo yang pernah menyebarkan agama Islam di pulau Jawa. Beberapa peninggalan sejarah seperti masjid, pusaka, dan makam menjadi bukti nyata adanya penyebaran Islam pada abad 14-15 M. Makam dan Pasujudan Sunan Bonang yang terletak di desa Bonang menjadi objek wisata religi yang banyak didatangi penziarah dari berbagai kota.
Selain desa Bonang, di Desa Gedongmulyo, Kecamatan Lasem, terdapat makam Nyai Ageng Maloka. Beliau merupakan putri pertama Sunan Ampel, yang sekaligus kakak Sunan Bonang. Letak makamnya di dekat Pantai Utara Caruban. Desa ini memiliki masjid yang dibangun oleh Sunan Bonang sendiri sebagai hadiah kepada Nyai Ageng Maloka. Masjid ini terletak di pinggir Sungai Babagan yang saling berhadapan dengan klenteng yang ada di Desa Soditan.
Selain peran Wali Songo, Raden Adjeng Kartini adalah sosok penting dalam sejarah kota Rembang. Beliau merupakan santriwati kesayangan Mbah Sholeh Darat dari Semarang. Dalam suatu pengajian, R.A Kartini kesulitan dalam menerjemahkan dan menafsirkan Al-Qur’an dalam Bahasa Arab. Beliau meminta kepada Mbah Sholeh Darat untuk menerjemahkan Al-Qur’an dalam tafsir Jawa Pegon agar mudah dipahami.
Peran Kartini ini banyak memengaruhi pemikiran-pemikiran ulama modern untuk menerjemahan bahasa Al-Qur’an. Penerjemahan dilakukan dengan Bahasa Jawa di beberapa pondok pesantren Kota Rembang.
Beberapa alasan inilah, kota Rembang menjadi tonggak utama dalam melahirkan ulama-ulama karismatik yang memiliki pengaruh besar di Indonesia maupun dunia. (AN)