Gandeng Netflix untuk Fasilitasi Peserta Didik yang Punya Keterbatasan Akses Internet, Mendikbud Nadiem Dikritik KPI

Gandeng Netflix untuk Fasilitasi Peserta Didik yang Punya Keterbatasan Akses Internet, Mendikbud Nadiem Dikritik KPI

Mencari pemecahan agar pembelajaran di rumah terasa asyik dan menggembirakan, Nadiem Makarim menggandeng sebuah perusahaan streaming film berbayar, Netflix.  

Gandeng Netflix untuk Fasilitasi Peserta Didik yang Punya Keterbatasan Akses Internet, Mendikbud Nadiem Dikritik KPI

Pandemi virus Corona memang berdampak pada segala lini kehidupan berbangsa dan bernegara. Termasuk dalam hal ini adalah masa depan pendidikan kita. Betapapun “indahnya” ekspektasi belajar di rumah saja, lama kelamaan juga akan mendapati titik jenuh.

Jika orang dewasa punya segudang ketangkasan untuk menghibur diri, hal itu tampaknya tidak berlaku bagi, mungkin saja, remaja, dan anak-anak yang memiliki keterbatasan akses.

Mencoba untuk cari pemecahan agar pembelajaran di rumah terasa asyik dan menggembirakan, Mendikbud Nadiem Makarim menggandeng sebuah perusahaan streaming film berbayar, Netflix.

Secara teknis, Kemendikbud akan menayangkan film-film dokumenter besutan Netflix di TVRI memasuki masa libur sekolah tahun ajaran 2019/2020.

Langkah tersebut, menurut Nadiem masih menjadi bagian dari program belajar dari rumah di bawah Kemendikbud memasuki masa libur sekolah.

“Sebagai bagian dari program Belajar dari rumah dan untuk pertama kalinya di dunia, film-film dokumenter Netflix akan ditayangkan melalui saluran televisi,” kata Nadiem dalam keterangannya.

Kabarnya, program penayangan film-film dokumenter garapan Netflix di TVRI akan mulai ditayangkan secara langsung mulai Sabtu (20/6) di TVRI pada pukul 21.30 WIB. Dan akan tayang ulang setiap Minggu dan Rabu pada pukul 09.00 WIB.

Lebih jauh, Nadiem menjelaskan bahwa program tersebut dimaksudkan bagi peserta didik, orang tua, maupun guru yang memiliki keterbatasan akses internet, baik karena ekonomi maupun geografis selama masa belajar di rumah.

Hanya saja, namanya juga kebijakan, pastilah ia mendapat sorotan dan kritik. Kebetulan kritik itu menyeruak dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).

Lewat komisionernya, Hardly Stefano, KPI menyayangkan kerja sama Mendikbud yang lebih memilih perusahaan layanan streaming video asal Amerika tersebut dibanding memberdayakan para content creator dari dalam negeri.

“Saya selaku Komisioner KPI menyayangkan kebijakan Menteri Pendidikan yang lebih memilih untuk berkolaborasi dengan Netflix, yang merupakan provider konten video streaming luar negeri,” kata Hardly seperti dikutip CNNIndonesia.com, Jumat (19/6).

Terpisah, Nadiem mengatakan bilamana mengandeng Netflix tidak saja merupakan langkah untuk memfasilitasi mereka yang memiliki keterbatasan akses internet, tetapi juga  sebagai satu upaya untuk memperluas jangkauan konten-konten dan budaya Indonesia yang dibikin oleh para kreator film Indonesia ke dunia Internasional.

“Simpel sih jawabannya. Saya punya mandat mengembangkan budaya dan seni Indonesia. Jangan lupa, saya bukan menteri pendidikan saja, saya Menteri Pendidikan dan Kebudayaan,” kata Nadiem dalam acara Indonesian Milenial Summit di Gedung Triberata, Jakarta, Jumat (17/1) lalu.

Lebih jauh, Nadiem menerangkan bahwa jika hanya berpangku pada penjualan di bioskop atau layanan televisi yang ada, tentu hal itu tak akan menjual. Saat ini, kata Nadiem, minat masyarakat Indonesia untuk menonton film di bioskop pun tidak terlalu besar.

“Oke gimana caranya mendistribusikan film Indonesia kepada dunia sebesar mungkin, sejauh mungkin, ya Netflix. Karena susah sekali para kreator film di Indonesia ini to make money aja break event aja di bioskop itu susah. Mereka sulit karena juga jumlah penonton di Indonesia itu enggak terlalu besar penonton bioskop itu,” kata Nadiem.

Ah, KPI itu memang betul-betul… “nasionalis sejati”.