#TanyaIslami: Bolehkah Pemerintah Memaksa Masyarakat Untuk Vaksin?

#TanyaIslami: Bolehkah Pemerintah Memaksa Masyarakat Untuk Vaksin?

Di tengah krisis yang melanda, memblokir penyebaran Covid-19 secepatnya adalah solusi. Sejauh ini, vaksinasi adalah cara paling efisien yang dimiliki manusia untuk memutus rantai penyebaran virus. Pertanyaannya kemudian, bolehkah negara memaksakan vaksinasi bagi warganya?

#TanyaIslami: Bolehkah Pemerintah Memaksa Masyarakat Untuk Vaksin?
Source: BBC.com

Virus Covid-19 setelah awal kemunculannya di Tiongkok dengan cepat menyebar ke seluruh dunia. Imbasnya, berbagai negara mengalami darurat kesehatan yang berakibat pada lumpuhnya mobilitas dan sosial ekonomi masyarakat. Di tengah krisis yang melanda, memblokir penyebaran Covid-19 secepatnya adalah solusi. Sejauh ini, vaksinasi adalah cara paling efisien yang dimiliki manusia untuk memutus rantai penyebaran virus. Pertanyaannya kemudian, bolehkah negara memaksakan vaksinasi bagi warganya?

Jawab

Negara Indonesia, secara konstitusional menjamin fasilitas kesehatan seluruh warganya seperti tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 34 ayat (3), menyatakan bahwa :

 “Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.”

Berdasarkan Undang-Undang di atas, tidak terelakkan lagi di situasi darurat kesehatan akibat Covid-19, negara wajib menyediakan vaksin. Kiranya keputusan pemerintah menggratiskan vaksinasi dan tidak menjadikannya sebagai komoditas sudah tepat. Namun, apakah negara juga berhak memaksakan vaksinasi terhadap warganya?

Sebenarnya negara memiliki kewenangan memaksa, salah satu arti negara itu sendiri menurut Amzulian Rifai dalam Teori Sifat hakikat Negara adalah organisasi yang dalam suatu wilayah dapat memaksakan kekuasaannya secara sah terhadap semua golongan kekuasaan lainnya dan yang dapat menetapkan tujuan-tujuan dari kehidupan bersama itu. (Rifai, Teori Sifat hakikat Negara, hlm. 9)

Namun dalam perkembangannya, negara tidak bisa secara serta merta memaksakan kehendaknya begitu saja. Ada hak-hak sipil yang harus dihormati oleh suatu negara. Kaitannya dengan pemaksaan vaksinasi Covid-19, Amnesty Indonesia menyatakan alih-alih menakuti dan memaksa warga berupa sanksi pidana, misalnya. Negara lebih baik fokus menyebar luaskan informasi transparan, lengkap dan akurat terkait vaksin.

Lebih dari itu pemerintah dituntut mengedukasi masyarakat terkait manfaat ilmiah dari vaksin melalui cara yang mudah dimengerti oleh semua kalangan, dan dalam bahasa yang mereka pahami dan format yang dapat mereka akses, guna meningkatkan rasa kepercayaan masyarakat terhadap vaksin.

Dalam kaidah fikih dinyatakan bahwa :

تَصَرُّفُ الْإِمَامِ عَلَى الرَّعِيَّةِ مَنُوطٌ بِالْمَصْلَحَةِ

“Kebijakan pemerintah terhadap rakyatnya harus berbasis kemaslahatan

Jika vaksinasi ini diibaratkan amar makruf nahi munkar, maka dalam proses pelenyapan kemunkaran tidak boleh menimbulkan kemunkaran baru. Selain itu, pemimpin ideal menurut Nabi SAW adalah pemimpin yang mengerti situasi dan kondisi masyarakatnya. Hal ini tergambar dalam hadis riwayat Imam Bukhari, Muslim, Abu Daud, Nasai, Ibnu Majah, ad-Darimi, dan Imam Ahmad ketika sahabat Muadz bin Jabal mengimami jamaah shalat.

Dalam shalat berjamaah tersebut, Muadz membaca surat yang sangat panjang seperti al-Baqarah atau an-Nisa tanpa memperhatikan keadaan jamaahnya. Setelah Nabi mendapat laporan dari salah seorang jamah Muadz, Nabi menegur Muadz bin Jabal“Apakah kamu hendak menimbulkan kekacauan wahai Muadz?”

Kesimpulannya, negara wajib menyediakan fasilitas vaksin akan tetapi tidak dibenarkan memaksakan vaksinasi kepada masyarakat meski memiliki wewenang itu. Keputusan pemerintah harus memperhatikan kemaslahatan warga negaranya. Seperti telah diulas tadi, alih-alih memaksa, sebaiknya langkah pemerintah adalah mengedukasi manfaat vaksin.

Namun khusus bagi warga negara, mereka perlu ingat bahwa menolak vaksin adalah perbuatan dzalim karena membahayakan diri sendiri dan orang lain, menolak vaksin juga berarti tidak mengindahkan himbauan pemerintah. Dua perilaku ini, dzalim dan melawan kebijakan pemerintah yang menuju kemaslahatan adalah perbuatan dosa. Wallahu a’lam.

*Artikel ini didukung oleh Protect Project, UNDP Indonesia, Uni Eropa, dan UNOCT