Pengurus Pusat Muhammadiyah kini telah memutuskan untuk menerima konsesi tambang yang diberikan oleh Pemerintah Indonesia.
Pemerintah Indonesia melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 telah memberikan izin usaha pertambangan (IUP) kepada ormas. Kebijakan ini diklaim bertujuan memanfaatkan sumber daya alam secara lebih luas untuk kesejahteraan rakyat.
Sebelumnya, Ketua Umum PBNU, Yahya Cholil Staquf, menyambut positif langkah ini dan menilai bahwa kebijakan tersebut merupakan terobosan penting.
“Kebijakan ini merupakan langkah berani yang menjadi terobosan penting untuk memperluas pemanfaatan sumber daya-sumber daya alam yang dikuasai negara untuk kemaslahatan rakyat secara lebih langsung,” ujar Gus Yahya dilansir dari Tirto.
PBNU telah mempersiapkan sumber daya manusia, struktur organisasi, dan jaringan bisnis yang kuat untuk mengelola tambang tersebut secara profesional dan akuntabel.
“Kami akan menyiapkan struktur bisnis dan manajemen terlebih dahulu sebelum memulai aktivitas tambang,” tambahnya.
Di sisi lain, Muhammadiyah awalnya masih mempertimbangkan tawaran tersebut. Namun, Pengurus Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Anwar Abbas, mengonfirmasi bahwa Muhammadiyah telah menyetujui menerima IUP dalam rapat pleno yang berlangsung dua pekan lalu.
“Sudah diputuskan dalam rapat pleno PP Muhammadiyah sudah menyetujui,” kata Anwar Abbas kepada Tempo pada Rabu malam, 24 Juli 2024.
Persetujuan Muhammadiyah untuk menerima IUP disertai dengan beberapa catatan penting. Anwar menekankan pentingnya menjaga lingkungan dan hubungan baik dengan masyarakat yang terdampak oleh tambang tersebut.
“Jika Muhammadiyah memutuskan menerima dan mengelola tambang, maka pengelolaan harus dilakukan dengan menjaga lingkungan. Saya tahu Muhammadiyah jadi terima, tapi tolong masalah lingkungan, dampaknya diminimalisir,” ucapnya.
Selain itu, Muhammadiyah juga harus menjaga hubungan baik dengan masyarakat setempat.
“Masyarakat setempat jangan mengedepankan emosi. Di situ ada hitung-hitungannya,” jelas Anwar.
Meskipun mendapatkan dukungan internal, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin pernah menyarankan agar Muhammadiyah menolak tawaran tersebut.
“Saya mengusulkan kepada PP Muhammadiyah untuk menolak tawaran Menteri Bahlil atau Presiden Joko Widodo itu. Pemberian itu lebih banyak mudharat daripada maslahat-nya,” ujar Din dikutip dari Tirto.
Din menambahkan bahwa Muhammadiyah harus berperan sebagai penyelesaian atas masalah yang dihadapi bangsa, bukan menjadi bagian dari masalah itu sendiri.
(AN)