Rasa kasih sayang Allah tidak terbatas pada nikmat yang diberikan kepada kita, tapi juga di dalam ibadah yang ia bebankan kepada kita. Salah satunya ialah diberikanya kemudahan bagi seorang hamba yang mengalami kesulitan dalam suatu ibadah, misalnya saat ibadah puasa. bepergian saat puasa
Pemberian kemudahan dikala ditemukanya kesulitan dalam ibadah ini berlandaskan firman Allah Swt:
يُرِيْدُ اللّٰهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيْدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” (Q.S al-Baqarah: 185)
Hadis Nabi juga membicirakan hal ini. Hadis tersebut berbunyi:
يَسِّرُوا وَلَا تُعَسِّرُوا وَبَشِّرُوا وَلَا تُنَفِّرُوا
“Permudahlah dan jangan persulit, berilah kabar gembira dan jangan membuat orang lain lari.” (H.R Bukhori)
Salah satu contoh keringanan yang Allah SWT berikan kepada hamba-Nya ialah mengizinkan bagi musafir untuk tidak berpuasa Ramadhan dengan syarat tertentu, dan diganti di lain hari. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT:
فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ
“Maka barang siapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain.” (Q.S al-Baqarah: 184)
Walaupun ada keringan untuk tidak berpuasa, musafir tetap diperbolehkan untuk melakukan ibadah tersebut, dengan catatan puasa tersebut tidak memperberat dan mengancam kesalamatan si musafir. Apabila demikian, maka ia wajib untuk tidak berpuasa.
Dikutip dalam kitab al-Fiqhu al-Islaami Wa Adillatuhu karangan Syekh Wahbah az-Zuhaili, bahwa mayoritas ulama berpendapat bahwa puasa lebih utama daripada tidak puasa bagi musafir, selama tidak memberatkan dan mengancamnya. Hal ini berlandaskan firman Allah Swt:
وَاَنْ تَصُوْمُوْا خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ
“Puasamu itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (Q.S al-Baqarah: 184)
Akan tetapi, bagaimana tiba-tiba kita disodorkan sebuah hadis nabi, yang mengatakan bahwa tidak ada kebaikan bagi seorang musafir yang tetap melakukan puasa? Adapun teks hadis tersebut berbunyi:
لَيْسَ مِن الْبِرِّ الصِّيَامُ فِي السَّفَرِ
“Bukan termasuk kebajikan berpuasa dalam perjalanan.” (H.R Nasa’i)
Hadis di atas diriwayatkan oleh Imam Nasa’i dari sahabat Ka’ab bin Asim. Jika kita hanya membaca teks hadis ini saja tanpa membandingkan dengan riwayat lainya, tentu saja akan memunculkan pemahaman yang berlawanan dengan apa yang dikatakan jumhur ulama di atas. Lalu bagaimana caranya kita memahami hadis ini?.
Salah satu cara untuk memahami hadis ini dengan mengetahui Asbabul Wurud-nya (Sebab-sebab datang/muncul hadis ini). Dikutip dari kitab at-Thuruq as-Shohihah fi Fahmi as-Sunnah an-Nabawiyyah karangan KH. Ali Mustafa Yaqub, bahwa dengan mengetahui asbabul wurud sebuah hadis, kita bisa memahami hadis tersebut dengan benar, sebagaiamana kita bisa memahami sebuah ayat al-Qur’an dengan mengetahui Asbabu Nuzul-nya (Sebab-sebab turunnya).
Dalam kasus hadis ini, kita harus mencari terlebih dahulu asbabul wurud-nya, salah satu caranya dengan mencari riwayat lainya yang berisi keterangan asbabul wurud nya. Ternyata, asbabul wurud hadis tersebut, ada di riwayat lain yang diriwayatkan juga oleh imam Nasa’i dari sahabat Jabir bin Abdillah yang berbunyi:
أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم مَرَّ بِرَجُلٍ فِي ظِلِّ شَجَرَةٍ يُرَشُّ عَلَيْهِ الْمَاءُ ، قَالَ : مَا بَالُ صَاحِبِكُمْ هَذَا ؟ قَالُوا : يَا رَسُولَ اللهِ صَائِمٌ ، قَالَ : إِنَّهُ لَيْسَ مِنَ الْبِرِّ أَنْ تَصُومُوا فِي السَّفَرِ ، وَعَلَيْكُمْ بِرُخْصَةِ اللهِ الَّتِي رَخَّصَ لَكُمْ فَاقْبَلُوهَا.
“Bahwa Rasullah SAW melewati seseorang yang berada di bawah naungan pohon dirinya dipercikan air, beliau bertanya, “Apa yang telah terjadi pada teman kalian ini?!” mereka menjawab: “Wahai Rasullah, ia sedang berpuasa.” Beliau bersabda, “Bukan termasuk kebajikan jika kalian berpuasa dalam perjalanan dan hendaklah kalian mengambil keringanan yang Allah berikan kepada kalian, terimalah keringan tersebut.”. (H.R Nasa’i)
Setelah membaca asbabul wurud di atas, kita mengetahui alasan Rasullah SAW mengatakan demikian, yaitu beliau melihat seseorang dirawat dengan cara diistirahatkan dibawah pohon sembari dipercikan air. Ternyata, alasan orang tersebut dirawat, dikarenakan kondisi tubuhnya melemah diakibatkan dirinya yang memaksakan puasa. bepergian saat puasa
Sehingga, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa maksud tidak ada kebajikan dalam puasa ketika perjalanan ialah jika puasa itu dipaksakan sehingga menimbulkan kesusahan dan ancaman bagi dirinya. Tentu bukan kebaikan yang didapatkan, malah ia mendapatkan kemudaratan karena perbuatannya sendiri. (AN)
Wallahu a’lam.