Semalaman saya agak terganggu dengan sebuah postingan meme yang cukup meresahkan, beberapa kali saya baca postingan itu, isinya agak aneh, mengajak anak-anak membunuh cicak dengan alasan sunnah.
Terpampang jelas di meme tersebut ajakan, “Ayo bunuh cicak, membunuh cicak mendapatkan pahala!”
Selain memuat ajakan untuk membunuh cicak, di postingan tersebut juga dicantumkan terjemahan hadis riwayat muslim.
“Barang siapa yang membunuh cicak sekali pukul, maka dituliskan baginya pahala seratus kebaikan, dan barang siapa memukulnya lagi, maka baginya pahala yang kurang dari pahala pertama. Dan barang siapa memukulnya lagi, maka baginya pahala lebih kurang dari yang kedua.” (HR. Muslim, no. 2240)
Banyak cicak dirumah, ayoo buru!
Begitulah kira-kira isi postingan itu. Hal ini tentu menjadikan kita bertanya-tanya, benarkah Rasulullah sejahat itu? Padahal dalam riwayat hadis yang lain, tergambar jelas bahwa Rasulullah sangat menyayangi binatang. Tapi mengapa kepada hewan kecil sejenis cicak Rasulullah begitu kejam?
Hal ini tentu paradoks bagi kita. Oleh karena itu, marilah kita fahami hadis anjuran membunuh cicak tersebut dengan seksama, tentunya dengan ilmu pemahaman hadis (fiqhul matan hadis) sesuai yang diajarkan oleh para ulama kita.
Pertama, mengenai redaksi hadis yang digunakan. Dalam memahami hadis, kita harus memastikan redaksi kata yang dipakai dalam hadis tersebut digunakan untuk menyebutkan hal apa pada waktu dahulu. Bukan malah mengartikannya dengan arti yang digunakan manusia zaman sekarang.
Hal ini disebut oleh al-Qaradhawi dalam Kaifa Nataamal Ma’a Sunnah-nya sebagai “At-Ta’kid min madlulati alfadzil hadis”.
Maka kata harus memastikan, kata ‘al–Auzagh‘ dalam hadis tersebut apakah untuk menunjukkan kata cicak seperti cicak-cicak di rumah kita atau tidak.
Menurut Imam an-Nawawi dalam Syarh Muslimnya menjelaskan bahwa auzagh yang dimaksud dalam hadis tersebut adalah yang sejenis saamul abrash, yakni cicak yang dapat mendatangkan penyakit. Atau ditegaskan lagi oleh an-Nawawi sebagai al-Hasyarat al-mu’dyi (hewan yang dapat menyakiti).
Dari penjelasan an-Nawawi ini, tergambar jelas bahwa kata auzagh dalam hadis tersebut sama sekali tidak untuk cicak-cicak yang hidup damai di rumah-rumah kita.
Kedua, mengapa diberikan kebaikan (hasanat) bagi membunuhnya dengan pukulan-pukulan tertentu?
Imam an-Nawawi menjelaskan bahwa anjuran membunuh jenis cicak dalam hadis itu karena ia dapat menularkan penyakit. Hal ini tentu berbeda dengan anggapan banyak orang yang mengatakan bahwa cicak dibunuh karena meniupi api agar membakar Ibrahim as, berdasarkan hadis riwayat Bukhari. Padahal hadis riwayat bukhari tersebut tidak ada hubungannya dengan anjuran membunuh hewan ini.
Menurut an-Nawawi, anjuran untuk membunuh hewan ini dengan pukulan tertentu, karena semakin cepat dibunuh maka akan semakin membuat diri kita aman dari penyakit. Sehingga argumen yang seharusnya dibangun adalah karena hewan itu membahayakan kita, bukan karena yang lain. Apalagi hanya karena nenek moyangnya yang bermasalah dengan Nabi Ibrahim.
Oleh karena itu memahami hadis ini tidak boleh difahami dengan bahasa yang digunakan sekarang. Kalau kata auzagh dalam hadis tersebut disamakan dan diartikan dengan cicak di rumah-rumah kita.
Tentu akan sangat kasihan sekali jika cicaknya diburu oleh anak-anak kecil yang tak tahu apa-apa hanya karena iming-iming pahala mengerjakan sunnah. Cicak juga pengen hidup damai loh. Hehe.
Masa membunuh kok pake alasan sunnah.
Wallahu A’lam.