Ketika Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengampanyekan Islam moderat sebagai ruh dari setiap gerakan MUI di semua tingkatan tahun 2017, tiba-tiba tahun 2020, Ismail Yusanto mengatakan moderasi agama itu pesanan musuh Islam untuk memperlemah kaum muslimin. Pernyataan ini disebarluaskan beberapa media pendukung narasi khilafah.
Lengkapnya, juru bicara HTI itu mengatakan, “Moderasi Islam itu sebenarnya pesanan dari musuh-musuh Islam untuk memperlemah umat Islam sendiri. Lha kok kita mau? Ini kan bodohnya kita. Apalagi kemudian secara resmi dilakukan dengan menggusur materi itu dari pelajaran agama”. Ismail Yusanto juga mempertanyakan dasar hukum Islam moderat beserta dalil al-Qur’an dan hadis.
Sebetulnya ada banyak dasar hukum Islam moderat atau moderasi beragama dalam al-Qur’an dan hadis. Persoalannya, mereka mau mendengarkan dengan baik atau tidak. Di antara dalilnya adalah surat al-Baqarah ayat 143:
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا
Artinya:
“Dan demikian (pula) kami menjadikan kamu (umat Islam) sebagai umat penengah (adil dan pilihan), agar kamu menjadi saksi atas seluruh manusia dan agar Rasul (Muhammad SAW) menjadi saksi atas kamu.” (QS. Al-Baqarah [2]: 143)
Praktik dari Islam moderat juga dijelaskan dalam surat al-Isra’ ayat 29:
وَلَا تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُولَةً إِلَى عُنُقِكَ وَلَا تَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ فَتَقْعُدَ مَلُومًا مَحْسُورًا
Artinya:
“Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan jangan pula kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal.” (QS. Al-Isra’ [17]: 29)
Dalam surat al-Isra’ ayat 110, Allah menegaskan:
وَلَا تَجْهَرْ بِصَلَاتِكَ وَلَا تُخَافِتْ بِهَا وَابْتَغِ بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلًا
Artinya:
“Dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan jangan pula merendahkannya, dan carilah jalan tengah di antara kedua itu.” (QS. Al-Isra’ [17]: 110)
Perintah untuk tidak terlalu mengulurkan tangan dalam kebaikan dan perintah untuk tidak mengeraskan dan merendahkan suara dalam ibadah shalat menandakan praktik moderasi dalam beragama. Sebagai tambahan, Ibnu Asyur dalam kitab Alfu Sualin wa Jawabin fil Qur’an menjelaskan dulu Husain bin al-Fadhal pernah ditanya, apakah ada di dalam al-Qur’an ayat yang menjelaskan “khairul umur awsathuha (sebaik-baik urusan adalah pertengahan)”? Husain menjawab ada di empat surat: Q.S. Al-Baqarah [2] : 68, 2, Q.S. Al-Furqan : 67, Q.S. Al-Isra’ [17]: 110, Q.S. Al-Isra’ l17] : 29. Untuk tiga surat di antaranya sudah kita singgung di atas. Adapun untuk Q.S. Al-Furqan ayat 67, Allah SWT berfirman:
وَالَّذِينَ إِذا أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكانَ بَيْنَ ذلِكَ قَواماً
Artinya:
“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.” (Q.S. Al-Furqan [25]: 67)
Jadi, masih mempertanyakan dalil Al-Qur’an lagi? Atau beralih ke mempertanyakan dalil hadis? Baiklah kita sajikan beberapa hadistentang perintah bersikap moderat. Di antaranya hadis riwayat Abu Ya’ala:
ولأبي يعلى بسند جيد عن وهب بن منبه ، قال : إن لكل شيء طرفين ووسطا ، فإذا أمسك بأحد الطرفين مال الآخر ، وإذا أمسك بالوسط اعتدل الطرفان ، فعليكم بالأوساط من الأشياء
“Sanad hadis ditengarai sebagai jayyid, diriwayatkan dari Wahab bin Munabbih, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Sesungguhnya segala sesuatu memiliki dua ujung dan tengah-tengah. Jika ujung salah satunya ditarik, maka yang lain akan menjadi condong. Namun jika dipegang bagian tengahnya, tegaklah kedua ujung. Oleh karena itu, wajib bagi kalian bersikap tengah-tengah dalam segala urusan.‘” (Zahratul Tafasir, halaman 438).
Di dalam kitab Tafsir Zahratul Tafasir ini, Syeikh Abu Zahra juga menjelaskan:
لأن الأوسط بعيد عن الغلو والتقصير
“Karena sesungguhnya sikap tengah-tengah (moderat) merupakan sikap yang jauh dari berlebih-lebihan (ghuluw) dan serampangan.” (Zahratul Tafasir, halaman 438)
Sayyidina Ali karamallahu wajhah, salah seorang sahabat yang mulia dan mendapat gelar babu madinati al-‘ilmi (gerbang ilmu), juga pernah mengatakan:
عليكم بالنمط الأوسط فإليه ينزل العالي وإليه يرتفع النازل
“Wajib bagi kalian bersikap moderat. Kepadanya sikap tinggi hati itu turun dan kepadanya pula sikap rendah hati menuju.” (Zahratul Tafasir, halaman 438)
Semua keterangan ini bisa ditemui pada pendapat ulama-ulama terdahulu dan termaktub dalam berbagai kitab tafsir yang mu’tabar, dan digunakan untuk menjelaskan sikap moderasi. Jadi, jika Ismail Yusanto tiba-tiba menyatakan bahwa sikap moderasi tidak ada dalilnya dalam Al-Qur’an dan al-Hadits, atau perilaku para sahabat, maka yang perlu dipertanyakan balik adalah pendapat Ismail Yusanto ini disandarkan pada pendapatnya siapa? Pendapatnya pribadi, bukan? Untuk mendukung dan memaksakan ide khilafah?