Seorang guru sejarah islam tampak pulang dari mengajar. Ia berjalan kaki sendirian menuju rumah. Bertepatan siang itu, tanpa disengaja, Abu Nawas melintas lalu mereka berdua berpapasan di jalan. Sebenarnya, ia agak males ngobrol dengan Abu Nawas. Namun karena diajak makan bersama di salah satu warung pinggir jalan, akhirnya tawaran tersebut tak kuasa ditolak.
“Pak guru, mumpung kita ketemu, saya mau mengutarakan beberapa pertanyaan sejarah islam, apakah bapak bersedia?” tanya Abu Nawas.
“Iya, nggak papa, silahkan!” jawab pak guru
“Tolong ceritakan perkembangan Islam pada masa Khulafaur Rasyidin dan bagaimana asumsi anda mengenai kelebihan dan kekurangan dari keempat khalifahnya?” tanya Abu Nawas
Sambil mulai makan, pak guru menjelaskan secara runtut masa kepemimpinan keempat khalifah tersebut. Abu Nawas menyimak dengan serius dan kelihatan manggut-manggut.
“Kalau masa Dinasti Umayyah bagaimana?” tanya Abu Nawas.
Belum sempat mereguk minuman yang dipesannya, pak guru menceritakan hitam-putihnya masa pemerintahan dinasti Abbasiyah.
“Karena sekarang kita hidup pada masa dinasti Abbasiyah, tolong jelaskan sekalian!” pinta Abu Nawas untuk yang ketiga kalinya.
Pak guru tersebut sebetulnya sudah malas meladeni Abu Nawas, namun karena makanan dan minuman sudah dibayari, ia tidak bisa menolak menjawab pertanyaan yang ketiga kalinya.
Penjelasan gamblang dan jelas dari pak guru membuat Abu Nawas Senang, namun ia tetap berekspresi datar-datar saja.
“Tumben Abu Nawas, saya kira kamu jauh lebih tau dari apa yang aku tahu mengenai “Tarikh Islam”, ternyata pertanyaan-pertanyaan dasar masih kamu ajukan” ucap pak guru, agak meledek.
“Bukan begitu pak guru, saya melakukan survei tentang minimnya pengetahuan guru sejarah Islam dalam memahami khazanah sejarah Islam dan apakah profesi guru sejarah islam masih diperlukan di negeri ini” ucap Abu Nawas.
“Lha kok bisa?” tanya pak guru.
Saya khawatir karena minimnya pengetahuan para guru sejarah Islam, Baginda Raja akan menghapus mata pelajaran sejarah Islam, berhubung pengetahuan anda tentang kesejarahan islam amat luas dan detail, survei ini aku batalkan, supaya tidak semakin banyak pengangguran di negeri ini.
Sambil tersenyum, Abu Nawas bertanya: “Bukan begitu pak?”.
Kisah ini disampaikan pada saat ngaji kitab Ihya’ Ulumuddin di pondok pesantren Langitan, Widang-Tuban-Jawa timur tahun 2015. Kiai Qohwanul Adib Munawwir menerangkan kelihaian Abu Nawas dalam ilmu logika (Ilmu Mantiq).