Kisah Pilu Warga Gaza, dari Rumah Dihancurkan Hingga Banjir, Kedinginan dan Keluarga Meninggal

Kisah Pilu Warga Gaza, dari Rumah Dihancurkan Hingga Banjir, Kedinginan dan Keluarga Meninggal

Kisah Pilu Warga Gaza, dari Rumah Dihancurkan Hingga Banjir, Kedinginan dan Keluarga Meninggal

GAZA, ISLAMI.CO – Derita warga Palestina begitu menyayat hati kita sebagai warga dunia. Betapa tidak sudah puluhan tahun warga Palestina dibayangi ketakutan hidup. Makan tidak enak, begitu halnya tidur. Meski bantuan kemanusiaan berdatangan terus menerus, tapi itu belum bisa mengambalikan mereka dari trauma yang berkepanjangan.

Salah seorang warga Palestina, Musab Sahweil pengungsi di Khan Younis bercerita betapa pilunya hidup di tengah ketakutan dan ketidakjelasan arah hidup.

Musab Sahweil adalah salah satu korban dari ribuan korban lainya.

Sejak tanah Palestina diguyur hujan, tenda-tenda pengungsian basah dan dingin menyelimuti malam-malam warga Palestina.

“Hujan dan air laut yang mengamuk menyeret semuanya, tenda, kasur, pakaian,” kata pria berusia 39 tahun tersebut seperti dikutip Antara.

Musab Mengaku, ia terbangun dari tidur karena banjir yang menerjang tendanya. Tendanya hancur dan dia hanya bisa membawa sedikit barang-barang yang dibawa.

Baca juga: Efek Genosida Israel, Gaza Seperti Kuburan Bagi Anak-anak Palestina

Sebelum perang terjadi, Musab Sahweil adalah ayah yang pekerja keras, ia menghidupi keluarganya dan untuk membangun rumahnya. Tetapi, tentara Israel datang, seenaknya menghancurkan rumah dan bangunan-bangunan lainnya.

“Tentara Israel menghancurkan rumah saya dan impian saya untuk kehidupan yang lebih baik, perang membuat saya menjadi tunawisma dan tak berdaya, bahkan tak mampu menghidupi keluarga saya,” cerita Musab.

Tidak jauh dari tenda Musab Sahweil, terdapat seorang ibu bernama Shafira Alwan berusia 42 tahun dengan empat orang anak. Ia senasib dengan Musab Sahweil, pilu merasa kebanjiran dan kedinginan.

Shafira Alwan duduk di atas kasur yang mengapung di atas air sembari memeluk bayinya.

Dalam derita dia bergumam, “Apa yang telah kami perbuat hingga kami pantas menerima hukuman ini? Mengapa anak-anak kami harus begitu menderita?”

Abbas Lafi juga merasakan hal yang sama, ayah dengan tujuh anak itu terbangun di malam hari saat air banjir perlahan mengisi sudut tenda pengungsiannya. Semua barang-barang di tenda basah kuyup, tak kecuali keluarganya.

“Kami melarikan diri dari penembakan Israel dan kematian di Gaza, tetapi sekarang kami tenggelam dalam hujan dan air laut,” cerita Lafi.

Tenda-tenda pengungsian warga Palestina tidaklah cukup baik untuk menampung warga yang menderita kemanusiaan dan menahan panas dan dinginnya cuaca di Palestina. Namun, Lafi tetap berusaha mengeluarkan air sedikit demi sedikit dan menyelamatkan barang yang masih bisa diselamatkan.

Baik Musab Sahweil, Shafira Alwan dan Abbas Lafi adalah satu dari ribuan warga Palestina yang mengalami luka kemanusiaan, hak hidup, hak tinggal, hingga haknya sebagai manusianya telah dirampok oleh tentara Israel.

Mereka adalah satu di antara ribuan pengungsi di sepanjang pesisir selatan Gaza usai tentara Israel memperingatkan mereka untuk meninggalkan rumah mereka di utara Gaza.

Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) mengabarkan pada Senin (25/11/2024) sekitar setengah juta orang di Gaza terancam terendam banjir.

“Suhu udara menurun dan hujan mulai turun. Tidak ada tempat penampungan yang aman, selimut, atau pakaian hangat untuk meringankan penderitaan mereka,” kata Komisaris Jenderal UNRWA Philippe Lazzarini pada Selasa (26/11/2024).

Duka dan luka yang dialami Musab Sahweil, Shafira Alwan dan Abbas Lafi adalah duka bersama warga internasional. Mereka adalah bagian dari manusia lainnya sehingga hak dan martabatnya sebagai manusia haruslah dijunjung tinggi. Tetapi, tentara Israel melupakan itu semua.