Relasi Manusia dengan Alam dan Konsep Memakmurkan Bumi dalam Al-Quran

Relasi Manusia dengan Alam dan Konsep Memakmurkan Bumi dalam Al-Quran

Relasi Manusia dengan Alam dan Konsep Memakmurkan Bumi dalam Al-Quran

Isu lingkungan semakin menjadi perhatian penting di era modern ini. Dalam konteks ini, penting untuk membahas bagaimana ajaran Islam, khususnya Al-Quran, memberikan panduan tentang hubungan manusia dengan alam. Sebagai makhluk yang diciptakan dengan tugas khusus, manusia diamanahkan untuk menjadi khalifah di bumi, yang berarti memiliki tanggung jawab untuk menjaga dan merawat lingkungan.

Relasi Manusia dan Alam

Dalam kajian ini, ditemukan bahwa Allah menciptakan manusia dan alam sebagai dua entitas yang saling berkaitan. Manusia membutuhkan alam sebagai tempat tinggal dan sumber kehidupan, sementara alam tidak bergantung pada keberadaan manusia. Alam akan terus ada dan berkembang meski manusia tidak ada. Ini menunjukkan bahwa relasi antara manusia dan alam bukanlah simbiosis mutualisme, melainkan manusia yang diuntungkan oleh keberadaan alam.

Dalam kitab “Al-Islam Aqidah wa Syariah” karya Syekh Mahmud Syaltut, Allah telah menempatkan manusia pada martabat yang tinggi, yakni “As-Siyadah“, dan menjadikannya sebagai khalifah atau wakil di bumi. Kata “khalifah” sering diartikan sebagai “pengganti atau wakil” dalam Al-Quran menunjukkan bahwa manusia diberikan amanah untuk mengelola dan memakmurkan bumi.

Tugas manusia bukan hanya untuk menempati bumi, tetapi juga untuk menjaga dan merawatnya. Dalam hal ini, harus dipahami bahwa alam tidak hanya diciptakan untuk generasi sekarang, tetapi juga untuk generasi mendatang (Syekh Mahmud Syaltut, Al-Islam; Aqidah wa Syariah, hal. 48)

Manusia diberikan tanggung jawab agar mampu memakmurkan dan mengelola serta mengambil manfaat dengan tidak berlebihan. Menurut Prof. Quraish Shihab dalam video youtube dari akun Najwa Shihab beliau memaparkan bahwa hal ini berbeda dengan pandangan filsafat lain yang menganggap bahwa manusia harus menaklukkan bumi. Dalam Al-Quran, terdapat petunjuk yang jelas untuk memelihara alam dan tidak merusaknya. Salah satu ayat yang relevan adalah,

وَلَا تُفْسِدُوْا فِى الْاَرْضِ بَعْدَ اِصْلَاحِهَا وَادْعُوْهُ خَوْفًا وَّطَمَعًاۗ اِنَّ رَحْمَتَ اللّٰهِ قَرِيْبٌ مِّنَ الْمُحْسِنِيْنَ ٥٦ (الاعراف/7: 56)

Janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah diatur dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat dengan orang-orang yang berbuat baik. (QS. Al-A’raf/7:56)

Alam raya telah diciptakan Allah Swt. dalam keadaan yang sangat harmonis, serasi, dan memenuhi kebutuhan makhluk. Allah telah menjadikannya baik, bahkan memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk memperbaikinya. Maksud dalam ayat ini adalah merusak setelah diperbaiki jauh lebih buruk daripada merusaknya sebelum diperbaiki atau pada saat dia buruk. Karena itu, ayat ini secara tegas menggarisbawahi larangan tersebut, walaupun tentunya memperparah kerusakan atau merusak yang baik juga amat tercela. (M. Quraish Shihab, Aplikasi Tafsir Al-Mishbah versi 12.3, QS. Al-A’raf/7:56)

Karena sejak awal penciptaannya, manusia telah memiliki kecenderungan untuk merusak. Dalam kisah penciptaan Adam, malaikat bertanya kepada Allah, “Apakah Engkau akan menjadikan makhluk yang akan melakukan kerusakan di bumi?” (QS. Al-Baqarah/2: 30). Ini menunjukkan bahwa Allah memberikan peringatan agar manusia tidak mengikuti jejak generasi sebelumnya yang merusak.

Konsep Taskhir dan Takmir

وَسَخَّرَ لَكُمْ مَّا فِى السَّمٰوٰتِ وَمَا فِى الْاَرْضِ جَمِيْعًا مِّنْهُ ۗاِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ ١٣ (الجاثية/45: 13)

Dia telah menundukkan (pula) untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya (sebagai rahmat) dari-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir. (Al-Jasiyah/45:13)

Dalam pandangan Islam, Allah memberi anugerah kepada manusia untuk dapat menundukkan alam (taskhir) melalui hukum-hukum yang ditetapkan Allah. Tugas manusia sebagai khalifah adalah memakmurkan (takmir) bumi, mengambil manfaat dari alam dengan cara yang berkelanjutan, dan menjaga kelestariannya.

……هُوَ اَنْشَاَكُمْ مِّنَ الْاَرْضِ وَاسْتَعْمَرَكُمْ فِيْهَا …..( هود/11: 61)

Dia telah menciptakanmu dari bumi (tanah) dan menjadikanmu pemakmurnya …. (QS. Hud/11:61)

Apa yang dimaksud dengan memakmurkan? Apaka sama seperti yang dimaksud dalam ayat berikut?

اِنَّمَا يَعْمُرُ مَسٰجِدَ اللّٰهِ… ( التوبة/9: 18)

Sesungguhnya yang (pantas) memakmurkan masjid-masjid Allah... (QS. At-Taubah/9: 18)

Sebagaimana memakmurkan masjid, tentu bukan dengan cara merusak masjid, tetapi memanfaatkan fungsi masjid sebagai sarana untuk beribadah, dengan memelihara masjid tersebut agar tidak mengotori dan merusak fasilitasnya (Dzikri Nirwana, Memaknai Memakmurkan Masjid). Alam raya juga demikian, banyak fasilitas yang telah disediakan Allah untuk manusia, dan manusia berkewajiban menjaganya. Eksploitasi berlebihan yang dapat menghilangkan eksistensi alam harus dihindari. Dalam hal ini, manusia dituntut untuk memiliki paradigma yang seimbang, di mana manusia dan alam dipandang sebagai mitra sejajar. Jika manusia merasa lebih tinggi karena merasa lebih baik dari alam, hal ini akan menimbulkan sifat sombong dan rakus yang berimplikasi pada adanya eksploitasi alam.

Menghargai Alam dan Menjaga Lingkungan

Generasi muda memiliki peran vital dalam menjaga lingkungan. Mereka harus peka terhadap isu-isu lingkungan dan berusaha untuk menciptakan perubahan positif. Dalam konteks ini, pendidikan karakter dan nilai-nilai agama menjadi sangat penting untuk membangun kesadaran dan tanggung jawab terhadap lingkungan.

Dalam Islam, diajarkan untuk menjaga dan menghargai alam sebagai ciptaan Allah. Setiap makhluk hidup, termasuk tumbuhan dan hewan, memiliki hak untuk dihormati dan dirawat. Dalam berbagai ayat Al-Quran dan hadis, diperintahkan untuk tidak merusak lingkungan dan menjaga kelestariannya. Allah menciptakan alam sebagai tanda kebesaran-Nya, dan manusia sebagai khalifahharus mampu mengambil pelajaran dari fenomena alam.

Al-Quran juga mengajarkan pentingnya keseimbangan dalam ekosistem. Dalam Surah Ar-Rahman, Allah menyatakan, “Dan Dia telah menegakkan neraca agar kamu tidak melampaui batas dalam menimbang.” (QS. Ar-Rahman/55: 7-8). Keseimbangan ini tidak hanya berlaku untuk hubungan antara manusia, tetapi juga antara manusia dan alam. Setiap makhluk memiliki perannya masing-masing, dan kerusakan pada satu elemen dapat berdampak pada keseluruhan ekosistem.

Manusia juga harus ingat bahwa semua makhluk memiliki peran dalam ekosistem. Oleh karena itu, penting untuk menerapkan prinsip keberlanjutan dalam pemanfaatan sumber daya alam. Dalam hal ini, menjaga alam sama halnya dengan menjaga diri sendiri. Keberadaan manusia di bumi harus sejalan dengan upaya untuk melestarikan dan memakmurkan alam.

Ajaran Islam memberikan panduan yang jelas tentang bagaimana manusia harus berinteraksi dengan alam. Sebagai khalifah, tugas manusia adalah menjaga, merawat, dan melestarikan lingkungan agar tetap seimbang dan berkelanjutan. Melalui tindakan nyata dan kesadaran akan tanggung jawab ini, diharapkan dapat menciptakan dunia yang lebih baik untuk generasi mendatang. Mari bersyukur atas segala nikmat yang telah diberikan Allah dan berusaha untuk menjadi khalifah yang baik di bumi ini dengan meningkatkan rasa cinta terhadap bumi dan melaksanakan amanah ini dengan sebaik-baiknya.

(AN)